NEWS DIMADURA, SUMENEP – Ketua PW GP Ansor Jawa Timur, Musaffa’ Safril, merespons polemik yang terjadi dalam pelaksanaan Konferensi Cabang (Konfercab) GP Ansor Sumenep, Madura. Meski konferensi tersebut dipenuhi protes dari beberapa kader, Safril menilai bahwa situasi tersebut adalah hal yang wajar dan tidak perlu dibesar-besarkan.
“Terkait Konfercab itu kan sudah dilalui beberapa tahapan, pertama pra Konfercab, kedua Konfercab telah dihadiri oleh kader dan stakeholder, terus pimpinan sidang ditunjuk langsung sesuai mandat dari pusat,” jelas Safril kepada media ini, saat dihubungi melalui sambungan teleponnya, Senin (21/10).
Safril menegaskan bahwa PW GP Ansor Jatim hanya berperan sebagai pengawas dan pengamat dalam acara tersebut. Menurutnya, segala problematika yang terjadi merupakan tanggung jawab Pimpinan Pusat (PP) GP Ansor.
“Ya, karena sudah dibahas pada pra Konfercab sebagai laporan awal pelaksanaan Konfercab itu sendiri. Kalau ada yang kecewa itu biasa, harus diikuti sesuai prosedur dan jalannya persidangan, harus dipatuhi bersama. Untuk Konfercab itu memang ranahnya pusat,” tambahnya.
Ia juga menganggap bahwa protes kader atas hasil Konfercab adalah sesuatu yang lazim terjadi. “Kalau ada yang protes itu lumrah, di mana saja terjadi seperti itu. Saya rasa harus disikapi biasa-biasa saja,” tegasnya.
Lebih lanjut, Safril menjelaskan bahwa pemilihan di tubuh GP Ansor dilakukan melalui dua mekanisme, yakni musyawarah mufakat dan, jika tidak tercapai, baru dilakukan pemilihan.
“Kemarin juga sudah diarahkan ke aklamasi berdasarkan rekomendasi. Di pimpinan pusat kemarin juga diarahkan ke aklamasi, karena sudah kelihatan mana yang akan terpilih,” ungkapnya.
Menurutnya, pemilihan secara aklamasi dipilih untuk menghindari konflik yang berkepanjangan. “Karena kalau sudah pemilihan, pasti pertengkarannya itu akan berlarut-larut, ini yang kami tidak inginkan. Apalagi, semuanya adalah orangnya saya dan keluarga saya,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Hafidz, Sekretaris PAC GP Ansor Pragaan, menentang hasil Konfercab tersebut. Ia menduga ada upaya untuk memaksakan aklamasi demi mengukuhkan kembali Qumri Rahman sebagai Ketua PC GP Ansor Sumenep untuk periode 2024-2028.
“Tak ada ajaran dari tokoh NU atau Ansor yang melukai hak-hak kadernya. Sebaliknya, menjaga hak kader adalah hal yang harus dijunjung tinggi. Sejak Ansor berdiri, menjaga hak orang lain adalah prinsip organisasi, sejalan dengan menjaga keimanan,” ungkap Hafidz.
Hafidz menegaskan bahwa Konfercab ke-X GP Ansor Sumenep harus berjalan sesuai Peraturan Organisasi (PO) dan Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT), agar keputusan yang dihasilkan sah dan sehat.
Lebih lanjut, Ketua PAC GP Ansor Kecamatan Dungkek, Muhammad Rasyidi, turut mendesak Pimpinan Pusat untuk membatalkan hasil Konfercab. Menurutnya, acara tersebut cacat hukum dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Sidang konferensi kali ini cacat hukum karena pimpinan sidang tidak menerima interupsi untuk meninjau kembali hasil pra-konferensi, terutama terkait keputusan yang bertentangan dengan PO dan PDPRT, khususnya pada persyaratan calon,” tegas Rasyidi.
Rasyidi juga menyoroti ketidaksesuaian antara tata tertib Konfercab dengan PO pasal 5 ayat E nomor 4, yang menyebutkan bahwa seorang kader hanya membutuhkan dukungan dari 4 PAC dan 20 ranting untuk mencalonkan diri, bukan 10 PAC dan 75 ranting sebagaimana yang diterapkan dalam konferensi tersebut.
Sejumlah kader lainnya menyuarakan ketidakpuasan atas jalannya Konfercab. Mereka merasa bahwa proses pemilihan tidak dilakukan secara transparan dan cenderung memihak pada salah satu calon.
Desakan pembatalan hasil Konfercab semakin menguat, sementara Pimpinan Wilayah GP Ansor Jatim melalui Musaffa’ Safril tetap berpendirian bahwa pelaksanaan Konfercab sudah sesuai dengan aturan yang ada.
Dengan polemik yang terus berkembang, kini Pimpinan Pusat GP Ansor diharapkan segera turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan ini sebelum semakin meluas dan menciptakan ketidakpuasan di kalangan kader.***