PangkèngSastra

Bâḍâ Bhák-tebbhâghân, Èlang Ta’ Sossa, Nemmo Ta’ Pèrak?

Avatar Of Dimadura
506
×

Bâḍâ Bhák-tebbhâghân, Èlang Ta’ Sossa, Nemmo Ta’ Pèrak?

Sebarkan artikel ini
Bhak Tebbhaghan Bhasa Madhura Elang Ta Sossa Nemmo Ta Perak
Bhâk-tebbhâghân Bhâsa Madhurâ Èlang Ta' Sossa Nemmo Ta' Pèrak (Istimewa for dimadura)

Cropped Cropped Dimadura Logo2 1 150X150 1PANGKÈNG SASTRA, DIMADURA – Tebak-tebakan bahasa Madura (bhâk-tebbhâghân) sering kali membangkitkan tawa sekaligus renungan. Salah satunya berbunyi, “Èlang ta’ sossa, nemmo ta’ pèrak”.

Kalau dipikir-pikir, apa sih benda yang kalau hilang tidak membuat kita sedih, dan kalau ditemukan juga tidak membawa kegembiraan? Jawabannya ternyata adalah, taè, alias berak. Sederhana, sekilas menjijikkan, tapi penuh dengan makna.

KONTEN PROMOSI | SCROLL ...
Pasang Iklan Bisnis Dimadura
PASANG BANNER, HUBUNGI KAMI: 082333811209

Bayangkan ini: taè adalah sesuatu yang memang harus pergi, bukan? Ketika hilang dari tubuh kita, rasanya tidak ada kesedihan sama sekali, bahkan justru sebuah kelegaan. Èlang ta’ sossa. Tapi ketika kita menemukannya—baik itu di kamar mandi atau mungkin di tengah jalan—tak ada alasan untuk senang.

Nemmo ta’ pèrak. Kita bahkan ingin segera menyingkirkannya secepat mungkin. Begitu sederhana dan natural, tapi tebak-tebakan ini mengajarkan kita sesuatu tentang siklus hidup dan hal-hal yang datang dan pergi tanpa banyak makna emosional.

Berak adalah kebutuhan biologis, yang tak bisa ditolak. Ia harus terjadi, harus keluar, namun kehadirannya, baik sebelum atau sesudah, tidak membawa perubahan emosional yang berarti.

Kita tidak pernah merindukannya, dan ketika ia muncul, kita pun tak ingin mendekatinya lebih lama dari yang diperlukan. Sebuah fenomena yang alami tapi tak terlalu diinginkan. Begitu hilang, kita lega, begitu muncul, kita acuh. Itulah gambaran sederhana dari sebuah bhák-tebbhâghân yang lucu sekaligus bijak ini.

Lalu ada tebak-tebakan yang serupa, tetapi kali ini dengan tambahan sedikit bumbu. “Èlang ta’ sossa, nemmo ta’ pèrak. Sakèng mon pareppa’na bhuto pas taḍâ’, maskè kompor kompor èsèyom“.

Kalau diterjemahkan, kira-kira artinya, “Hilang tak sedih, nemu tak senang. Tapi kalau sedang butuh, bahkan kompor rela diciumnya“. Kali ini, jawabannya adalah korek api.

Korek api memang benda kecil yang sering diabaikan. Ia hilang, tak ada yang peduli, tapi begitu kita sangat membutuhkannya, misalnya saat seseorang hendak menyalanan rokok dan tak ada penyulut api samasekali, maka di situlah, demi bisa menyulut rokok, kita pun rela “mencium kompor” untuk menyalakan sebatang rokok—sebuah gambaran hiperbola yang mengundang tawa.

Èlang ta’ sossa, karena kita baru merasa kehilangannya saat benar-benar butuh. Nemmo ta’ pèrak, karena setelah ditemukan, tidak ada sorak sorai, hanya sebuah “oh, akhirnya ketemu“.

Kedua bhák-tebbhâghân di atas menggambarkan sesuatu yang sepele, namun memegang peran yang tak bisa diabaikan. Taè dan korek api adalah dua hal yang dalam keseharian sering terlupakan, tapi memiliki makna tersendiri.

Bagi tubuh, taè adalah bagian dari proses yang harus dijalani, meski tidak membawa dampak emosional yang signifikan. Sementara korek api, meski kecil, bisa menjadi sangat penting di momen-momen tertentu.

Dua benda ini menunjukkan bahwa dalam hidup, ada hal-hal yang memang harus ada dan harus hilang, tanpa perlu banyak dirisaukan.

Begitulah tebak-tebakan bahasa Madura yang sederhana namun mengandung filosofi hidup tersendiri. Sering kali, hal-hal kecil atau yang terlihat tidak penting justru memiliki makna yang dalam, terutama ketika kita melihatnya dari sudut pandang yang lebih jenaka.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *