SASTRA, DIMADURA – Empat (4) contoh puisi khas Tiongkok kuno di bawah ini berhasil menyulam alam dan perasaan dalam kesederhanaan yang menyentuh. Setiap bait adalah pantulan batin yang peka terhadap perubahan musim, keindahan alam, dan kerinduan yang dalam.
Melalui kelembutan metafora, pembaca diajak memasuki dunia sunyi di mana angin malam, kabut, daun bambu, dan sungai bicara dalam senandung rindu.
Berikut empat puisi yang mengembalikan kita pada ketenangan dan kedalaman tersebut, di mana alam menjadi cerminan hati dan jiwa yang sedang dilanda rindu.
—
Di Balik Kabut Ijen
Awan membelai puncak gunung,
di antara senja dan embun pagi.
Sungai berbisik dalam alir tenang,
membawakan cerita tua yang rentan.
Burung-burung terbang menghilang,
di balik bayang pepohonan cendana,
seperti kenangan yang memudar
dalam kabut musim yang terus berganti.
Kelembutan angin membawa harumnya,
daun-daun gugur, terempas pasrah—
seolah-olah rinduku padamu,
yang menari di antara ranting waktu.
Langit merekah, langit menutup,
menyembunyikan langkah-langkah sunyi.
Mungkin suatu hari nanti, kita akan bertemu,
dalam bayangan yang abadi, di tepian surga.
—
Senandung Daun Bambu
Angin malam menyapu dedaunan bambu,
mengalun pelan di tepi danau.
Bulan pucat, bersemu lembut di atas permukaan air,
seperti bayang wajah yang jauh dari genggaman.
Dalam sunyi, suara seruling menggema,
melintasi jarak dan waktu,
mengingatkan pada janji lama,
yang tersisa dalam angin yang berembus.
Kupu-kupu malam hinggap di bunga,
di antara harum melati yang luruh—
seperti cinta yang berbisik pelan,
tak terlihat, namun setia menunggu.
—
Jalan Setapak
Di jalan setapak menuju bukit,
daun pinus gugur membalut tanah,
seperti jejak-jejak yang terlupa
di antara batu dan akar tua.
Langkah kaki perlahan mendaki,
melewati angin yang membawa cerita:
tentang pertemuan yang singkat,
dan perpisahan yang abadi.
Di atas sana, burung-burung kecil terbang
membelah kabut, meninggalkan hening—
seperti harapanku padamu,
menghilang, namun tak sepenuhnya pergi.
—
Cawan Teh di Pagi Hari
Uap teh mengepul dari cawan tanah liat,
mendekap dinginnya pagi.
Warna kehijauan membias di permukaan air,
seperti kenangan yang masih tersimpan di sini.
Seorang sahabat datang tanpa suara,
duduk di hadapanku, tersenyum lembut.
Kami tak berbicara, namun tahu,
kata-kata hanyalah gangguan dalam kebersamaan.
Dalam keheningan yang damai ini,
waktu seolah berhenti berjalan.
Hanya daun teh yang jatuh perlahan,
seperti usia, yang menghilang dalam sunyi.
—
Empat puisi di atas, dengan kesederhanaan yang anggun, menghadirkan dunia tempat rindu dan kenangan tinggal dalam keheningan.
Mereka, kata-kata di dalamnya, seolah sedang mengajak kita untuk memahami bahwa di balik kesunyian alam, ada keabadian yang damai, di mana kehidupan, pertemuan, dan perpisahan menjadi bagian dari keselarasan.
Semoga puisi-puisi ini memberi napas pada keheningan kita, menghadirkan kerinduan yang jauh, namun terasa begitu dekat di dalam hati.***
yerinde su kaçak tespiti Zeytinburnu’nda evimdeki su kaçağını hızlıca buldular ve hemen onardılar. Teşekkürler. https://colored.club/ustaelektrikci