DESA, DIMADURA – Desa Badur, yang terletak di Kecamatan Batuputih, Sumenep, menyimpan jejak kearifan lokal. Lima dusunnya memiliki makna simbolik yang diwariskan melalui tradisi lisan masyarakat setempat.
Secara geografis, Badur merupakan desa pesisir paling utara di Kabupaten Sumenep, Madura, berjarak sekitar 30 km dari pusat kota. Wilayah ini terbagi dalam lima dusun: Mura’as, Candhi, Perrèng, Talaran, dan Jala’oan.
Menurut salah satu tokoh masyarakat, Ismail, penamaan dusun-dusun tersebut berakar pada filosofi kehidupan yang merefleksikan karakter masyarakat setempat. Bahkan, asal-usul nama Badur sendiri memiliki kisah unik yang masih diceritakan secara turun-temurun.
Makna Nama-Nama Dusun di Desa Badur
Ismail mengungkapkan bahwa nama “Badur” berasal dari istilah kendhur dalam bahasa Madura, yang berarti kendur atau melemah. Konon, masyarakat Badur zaman dahulu dikenal memiliki karakter yang kurang tegas dan cenderung pasrah.
“Artena lamba’ masarakat Badur reya orengnga dhur-kendhur” (Artinya dulu masyarakat Badur ini memiliki karakter ‘kendur’),” ujar Ismail saat berbincang dengan tim media beberapa tahun lalu.
Sementara itu, setiap dusun di desa ini juga memiliki makna tersendiri:
1. Dusun Mura’as
Nama ini dikaitkan dengan istilah angas (berani). Masyarakat Mura’as dikenal memiliki sifat pemberani dan kuat dalam menghadapi berbagai tantangan.
2. Dusun Candi
Terletak di dataran tinggi, dusun ini konon pernah menjadi lokasi sebuah candi kuno. Namun, bukti fisik atau catatan tertulis mengenai bangunan tersebut belum ditemukan.
3. Dusun Perreng
Berasal dari istilah arèng-rèngen yang berarti suka menggerutu dan berselisih. Nama ini mencerminkan masyarakatnya yang dikenal sering berbeda pendapat dan mudah mengeluh.
“Kadhâng maghârsarè Kampong Perrèng rèya ta’ akor sèttong bân sèttonganna, bân lèbur rèng-rèngen, (Kadang masyarakat Perreng ini tidak akur, bahkan sering berselisih),” tambah Ismail.
4. Dusun Jala’oan
Nama ini dihubungkan dengan istilah pacolo’an (berasal dari kata colo’, yang berarti mulut). Pacolo’an berarti suka mengadu domba. Ada yang berpendapat, hal kondisi tersebut lebih menggambarkan kebiasaan masyarakat setempat yang cenderung banyak bicara.
5. Dusun Talaran
Berasal dari istilah alar-laran, yang berarti mengikuti arus. Masyarakat dusun ini digambarkan sebagai orang-orang yang mudah terbawa tren atau kebiasaan yang berkembang di sekitar mereka.
Sejarah lisan ini menjadi bukti bahwa masyarakat Badur memiliki hubungan erat dengan warisan budaya mereka.
Meski belum ditemukan bukti tertulis atau peninggalan konkret, kisah-kisah ini tetap hidup dalam ingatan kolektif warga, menjadi bagian dari identitas mereka yang terus diwariskan dari generasi ke generasi.***