NEWS DIMADURA, SUMENEP – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep menjelaskan mengapa menjatuhkan Pasal 44 Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam kasus yang menyebabkan kematian Neneng. Keputusan tersebut menurut pihak Kejari telah sesuai dengan prosedur hukum serta berdasarkan fakta, bahwa pelaku dan korban pada saat kejadian masih berstatus suami istri sah.
Penjelasan di atas disampaikan Kasi Intel Kejari Sumenep, Moch Indra Subrata SH, MH bersama Jaksa Penuntut Umum (JPU), Surya Rizal Hertady SH, saat menanggapi kontroversi yang muncul terkait pembacaan dakwaan pada sidang perdana.
Kasi Intel Kejari Sumenep menjelaskan bahwa penerapan Pasal 44 ayat 2 dan 3 didasarkan pada fakta bahwa pelaku sering melakukan KDRT hingga menyebabkan luka berat dan akhirnya korban meninggal dunia.
“Penerapan pasal KDRT yang dibacakan dalam sidang perdana (Dakwaan) pada Selasa (11/02/2025) sudah pas karena pelaku dan korban masih berstatus suami. Oleh karena itu, penerapan Undang-Undang Lex Spesialis adalah aturan yang paling tepat, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 45 juta (maksimal),” jelas Kasi Intel Kejaksaan Negeri Sumenep pada Senin (17/02/2025).
Ia juga menambahkan bahwa tidak ada penerapan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana karena tidak ditemukan unsur-unsur yang mengarah ke sana dalam penyelidikan.
“Tidak memasukkan pasal 340 karena dari penyidiknya nggak ada, karena ini murni KDRT/Lex Spesialis,” ujarnya.
Ditanyakan mengenai dugaan keterlibatan pihak lain dalam serangkaian kasus KDRT ini, Kasi Intel Kejari Sumenep membantah lantaran tidak ditemukan bukti dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diterima dari penyidik Polres.
“Hal itu tidak ada di berkas penyidikan yang diterima Kejaksaan. Kenapa tidak dikawal dari awal di proses Lidik dan Sidik kalau memang ada keterlibatan pihak lain? Kami terima berkas BAP ini sudah di paraf semua dan terakhir ditandatangani,” terangnya.
Lebih lanjut, Indra Subrata menegaskan bahwa Kejaksaan hanya menerima dan memproses hasil penyidikan dari Polres.
“Kalau memang tidak terima dengan penerapan pasal tersebut, mengapa tidak diajukan saat proses Lidik dan Sidik di penyidik Polres? Akan tetapi, ketika berkas perkara sudah dinyatakan lengkap (P21) oleh pihak kami (Kejaksaan) dan pihak pelapor sudah menandatangani berkas tersebut, baru muncul sanggahan menyalahkan pasal yang dijadikan dakwaan dari kami,” tambahnya.
Sementara itu, terkait rencana aksi yang akan dilakukan oleh pihak korban, Kejari Sumenep memastikan akan menemui mereka.
“Ya, terkait besok misalnya memang ada aksi lantaran ketidakpuasan, ya tetap akan kita temui,” tukasnya.
Sebelumnya, kuasa hukum dan keluarga korban menegaskan ketidakpuasan mereka terhadap pembacaan dakwaan pada sidang perdana. Mereka menganggap pasal yang digunakan terlalu ringan untuk kasus yang menurut mereka memiliki indikasi pembunuhan berencana.
Kuasa hukum korban, H. Kamarullah SH, MH, mengatakan bahwa pihaknya tidak hanya fokus pada dakwaan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum.
“Kenapa seperti itu? Karena kami menganggap ada beberapa BAP yang belum diurai secara tuntas oleh penyidik maupun jaksa penuntut umum secara fair dan terbuka,” terang H. Kamarullah, Selasa (11/02) lalu.
Menurutnya, dari dua kejadian KDRT yang dialami korban, terutama yang terakhir, sudah mengarah pada upaya pembunuhan berencana.
“Dari kejadian pertama dan kedua ada penjemputan korban oleh pelaku serta rombongan yang membawa dari rumahnya di Lenteng dengan alasan akan dirawat oleh pihak pelaku. Dan ini tidak ada di BAP yang dibacakan tadi, cuma terfokus pada KDRT-nya,” ujarnya.
Lebih jauh, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Ahmad Madani Putera dan rekan-rekan menilai bahwa korban ditempatkan di suatu tempat yang diduga diintervensi agar mencabut laporan pertama.
“Sehingga muncullah tragedi yang kedua seperti apa yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum, yang menurut hemat kami di situ ada beberapa hal yang belum terungkap,” geramnya.
H. Kamarullah juga menegaskan bahwa pasal KDRT saja tidak cukup karena ia meyakini ada pelaku lain yang terlibat hingga korban meninggal dunia.
“Menurut hemat kami, harus ada pasal pembunuhan berencana karena ada keterlibatan pihak lain mulai dari proses penjemputan hingga korban meninggal dunia. Dari segi luka saja, tidak mungkin hal itu dilakukan oleh satu orang. Dan hal itu dapat dilihat dari hasil laboratorium forensik,” terangnya.
Kuasa hukum korban berencana mengajukan permohonan kepada pengadilan agar fakta-fakta yang belum terungkap dalam persidangan bisa dikaji ulang. Mereka berharap adanya tambahan pasal yang lebih sesuai dengan kronologi kasus berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Sementara itu, proses hukum terhadap terdakwa tetap berjalan sesuai dengan dakwaan yang telah ditetapkan oleh Kejari Sumenep, dengan sidang lanjutan yang dijadwalkan Selasa, (18/2) besok, yang sekaligus akan diikuti aksi damai oleh pihak keluarga korban, masyarakat, dan sejumlah aktivis bela Neneng.
“Kami bersama masyarakat akan berkumpul di area Taman Bunga besok, mulai pukul 09.00 dan langsung menuju PN Sumenep, ungkap Korlap Aksi Bela Neneng, Hanafi, Senin (17/2) malam.***