DesaHeadlineSumenepTomang

Korban Protes Tuntutan Ringan Kasus Lahan Badur, Kejari Sumenep Beri Penjelasan

Avatar Of Dimadura
675
×

Korban Protes Tuntutan Ringan Kasus Lahan Badur, Kejari Sumenep Beri Penjelasan

Sebarkan artikel ini
Sc. Video Dugaan Pengrusakan Lahan Di Desa Badur Oleh 5 Oknum Perangkat Desa Setempat (Istimewa For Dimadura)
Sc. Video Dugaan Pengrusakan Lahan di Desa Badur oleh 5 Oknum Perangkat Desa Setempat (Istimewa for dimadura)

Cropped Cropped Dimadura Logo2 1 150X150 1NEWS DIMADURA, SUMENEP – Tuntutan 8 bulan penjara terhadap lima perangkat desa dalam kasus pengrusakan lahan di Desa Badur, Kecamatan Batuputih, menuai protes dari pihak korban. Mereka menilai hukuman tersebut terlalu ringan dan tidak mencerminkan keadilan.

Sementara itu, Kejari Sumenep menegaskan bahwa tuntutan sudah sesuai dengan fakta persidangan dan membantah adanya intervensi atau penyimpangan dalam proses hukum.

Tampilkan Bisnis Anda di Sini | SCROLL ...
Kirim Karya Bahasa Madura
Contact Me at: 082333811209

Pihak korban berpendapat bahwa dampak pengrusakan lebih besar dari yang dinilai jaksa, sedangkan kejaksaan menyatakan perkara ini tidak kuat karena lahan yang dirusak merupakan aset desa.

Kejari juga mengajak masyarakat untuk memahami fakta persidangan sebelum menyimpulkan adanya kejanggalan dalam tuntutan.

Kekecewaan Pihak Korban

Keluarga korban, H. Nawawi, merasa tuntutan tersebut tidak adil. Mahmudi, perwakilan keluarga korban, menilai jaksa lebih berpihak kepada terdakwa ketimbang membela korban.

“Kami hanya ingin kejelasan, tetapi justru seolah-olah dianggap menekan jaksa. Padahal, bukankah jaksa bertindak mewakili korban dan masyarakat dalam perkara pidana?” ungkap Mahmudi, Jumat (7/2/2025) .

Kuasa hukum korban, Emil Ma’ruf Wahyudi, menegaskan bahwa tuntutan 8 bulan penjara tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan akibat pengrusakan lahan tersebut.

“Kerugian Rp 3 juta yang disebutkan jaksa itu hanya nilai bibit padi yang dirusak. Faktanya, lahan pertanian milik H. Nawawi kini tidak bisa lagi digunakan karena sudah ditimbun batu putih dengan ketinggian hampir satu meter,” jelas Emil.

Lebih lanjut, Emil menyoroti tugas JPU dalam persidangan yang seharusnya bertindak demi keadilan bagi korban.

“Jaksa memiliki kewajiban untuk menghadirkan bukti-bukti yang memperkuat tuntutan. Jika melihat fakta bahwa lahan yang sebelumnya produktif kini tidak bisa digunakan lagi, seharusnya tuntutan terhadap para terdakwa lebih berat,” tambahnya.

Masyarakat Desa Badur juga menilai ada kejanggalan dalam proses hukum kasus ini, terutama karena sebelumnya sempat berjalan lambat hingga hampir melewati batas waktu penahanan para tersangka.

“Dari awal kami sudah curiga. Jika tidak ada aksi protes dari masyarakat, bisa jadi kasus ini malah berhenti begitu saja. Sekarang setelah dituntut pun, hukumannya sangat ringan. Apa gunanya penegak hukum jika tidak berpihak pada korban dan masyarakat kecil?” cetus Arif, salah satu warga.

Mereka berharap ada perhatian lebih dari Kejaksaan Agung untuk memastikan bahwa kasus ini ditangani dengan transparan dan adil.

“Kami berharap ada langkah yang lebih serius dari Kejaksaan Agung untuk memastikan bahwa kasus ini ditangani dengan transparan dan sesuai dengan prinsip keadilan,” harapnya.

Klarifikasi Kejari Sumenep

Kasi Intel Kejari Sumenep, Moch. Indra Subrata (Foto: Mazdon / Doc. Dimadura)
Kasi intel kejari sumenep, moch. Indra subrata (foto: mazdon / doc. Dimadura)

Menanggapi protes yang berkembang, JPU Kejari Sumenep, R. Teddy Romius, melalui Kasi Intel Moch. Indra Subrata, menegaskan bahwa tuntutan sudah sesuai dengan fakta di persidangan.

“Berdasarkan paparan dan pemberitaan di sidang kemarin itu, faktanya itu, padinya ini memang miliknya si korban, tapi tanah ini terbuktinya milik desa, aset desa. Jadi tipis sebenarnya perkara ini,” jelasnya, Kamis (6/2/2025).

Indra juga menilai kasus ini sengaja dibesar-besarkan oleh publik.

“Jadi kerugiannya itu cuma Rp3 juta, lalu dibesar-besarkan seperti ini,” tukasnya heran.

Ia menegaskan bahwa jaksa kerap mengalami tekanan dari pihak keluarga korban agar menjatuhkan tuntutan lebih berat.

“Yang saya nggak sukanya itu apa? Ya mereka itu sering intervensi seperti ini. Sering datang ke sini, ke Pak Teddy, saya juga sering lihat,” katanya.

“Sempat saya tanya Pak Teddy, itu urusannya apa? Pak Teddy jawab ya itu, mereka selalu intervensi minta tuntutannya satu tahun setengah ya, atau satu tahun sekian dan bla bla bla,” imbuhnya.

Ia juga mengajak masyarakat Desa Badur untuk datang langsung ke pengadilan agar memahami fakta persidangan, sehingga mereka tidak tersesat dalam asumsi.

“Makanya seperti yang disampaikan Pak Teddy tadi, masyarakat Badur ayo datang ke sini kalau pengen lihat, fakta persidangan seperti apa? Supaya mereka juga paham gitu lho, jangan asal menuduh kenapa menuntut ringan, lalu ini pasti ada duitnya. Jangan seperti itu, kita ini sama-sama kok, apalagi ini adalah perkara atensi lho,” tegasnya.

Indra menutup pernyataannya dengan membantah dugaan adanya suap dalam penanganan perkara ini.

“Nggak mungkin lah kita seperti itu, kita survive kemarin kok, sebenarnya kalau kemarin kita mau, jujur aja, kita nggak mau P21. (Perkaranya, red) tipis mas,” pungkasnya.***

Foto Bersama Fosgama Selesai Buka Puasa Bersama Di Kairo Mesir (Dokumentasi/Dimadura.id)
Komunitas

News Dimadura, Sumenep – Forum Studi Keluarga Madura Mesir (Fosgama), yang terdiri atas mahasiswa asal Sumenep yang sedang menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, mengadakan acara buka puasa bersama…