NEWS DIMADURA, SUMENEP – Konferensi Pimpinan Cabang (Konfercab) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Sumenep yang digelar di Pondok Pesantren Putri 1 Al-Amien Prenduan, Kecamatan Pragaan, Minggu (20/10), menuai kritik keras dari para kader.
Beberapa PAC menilai konferensi tersebut cacat hukum dan penuh pelanggaran, yang berujung pada penetapan aklamasi bagi Qumri Rahman sebagai Ketua PC GP Ansor Sumenep untuk periode kedua, 2024-2028.
Kritik keras tersebut diantaranya disampaikan oleh Ketua PAC GP Ansor Dungkek, Muhammad Rasyidi, dan Sekretaris PAC GP Ansor Pragaan, Hafidz.
Muhammad Rasyidi secara tegas mendesak Pimpinan Pusat (PP) GP Ansor agar membatalkan hasil Konfercab GP Ansor Sumenep. Menurutnya, ada tiga pelanggaran mendasar yang terjadi selama konferensi, sehingga pihaknya menilai keputusan aklamasi tersebut tidak sah secara hukum.
“Sidang konferensi kali ini telah cacat secara hukum, sebab pimpinan sidang tidak mau menerima interupsi untuk meninjau kembali hasil pra konferensi di mana ada keputusan yang menabrak PO dan PDPRT. (Tepatnya, red) pada poin persyaratan calon,” jelas Rasyidi.
Ia juga menyoroti tata tertib yang ditetapkan dalam konferensi, yang menyatakan bahwa calon ketua harus didukung oleh minimal 10 PAC dan 75 ranting. Padahal, kata dia, menurut PO GP Ansor, syarat pencalonan cukup didukung oleh 4 PAC dan 20 ranting.
Rasyidi juga menuding Qumri Rahman tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan kembali sebagai Ketua PC. Ia menegaskan bahwa Qumri tidak pernah mengikuti Pelatihan Kader Lanjutan (PKL), namun tetap melampirkan sertifikat PKL dari tahun 2016. “Qumri melampirkan sertifikat PKL Sumenep 2016, padahal dia tidak menjadi peserta PKL saat itu. Ini jelas manipulasi,” tegasnya.
Lanjut Rasyidi mengungkapkan bahwa menurutnya, kepemimpinan Qumri selama periode sebelumnya gagal. Salah satu buktinya adalah tidak adanya PKL yang digelar oleh PC GP Ansor Sumenep sejak tahun 2020.
“Padahal dalam PD/PRT disebutkan bahwa PC GP Ansor klaster 1 harus melaksanakan PKL minimal sekali dalam satu tahun, dan masih banyak lagi kegagalan secara standarisasi organisasi, termasuk upaya menjegal kader lain untuk mencalonkan diri sebagai ketua,” urainya menutup keterangan.
Kekecewaan para kader semakin memuncak ketika sembilan PAC memutuskan untuk walk out (WO) dari forum konferensi sebagai bentuk protes terhadap proses yang dinilai tidak adil. Namun, pimpinan sidang tetap melanjutkan sidang tanpa menghiraukan aksi WO tersebut dan menetapkan kembali Qumri sebagai Ketua PC GP Ansor Sumenep.
Di sisi lain, Sekretaris PAC GP Ansor Pragaan, Hafidz, juga menyampaikan kritik keras terhadap jalannya konferensi. Ia menilai pimpinan sidang bersikeras menjalankan konferensi dengan aturan yang tidak sesuai dengan PO GP Ansor.
“Pimpinan sidang tidak menghiraukan interupsi banyak peserta berkenaan dengan syarat pencalonan. Pimpinan sidang bersikukuh menetapkan syarat dukungan yang tidak sesuai PO. Ini jelas melukai hak-hak kader yang hendak mencalonkan diri,” ujarnya.
Hafidz menyayangkan bahwa konferensi ini justru merusak prinsip dasar organisasi yang seharusnya menjunjung tinggi hak-hak kadernya. “Tidak ada Tokoh NU maupun Ansor yang mengajari untuk melukai hak-hak kadernya. Sebaliknya, hak-hak warga negara, hak-hak kader Ansor dalam hal ini, harus dijunjung tinggi. Dari sejak Ansor berdiri hingga kini, menjaga hak orang lain adalah perintah organisasi, senafas dengan menjaga iman di dada,” tegas Hafidz.
Ia menambahkan, bahwa Konferensi Cabang ke-X Ansor Sumenep seharusnya dijalankan sesuai dengan Peraturan Organisasi dan Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) GP Ansor agar menghasilkan keputusan yang sah dan sehat.
“Apalagi, pimpinan sidang adalah utusan Pimpinan Pusat (PP) GP Ansor yang seharusnya mengajarkan untuk taat pada PO dan PD/PRT, bukan malah bersikukuh dengan tata tertib yang tampaknya sudah diatur untuk menjegal pihak lain yang ingin maju,” imbuhnya.
Mereka sama berharap agar Pimpinan Pusat GP Ansor meninjau ulang hasil Konfercab GP Ansor Sumenep dan memberi sanksi kepada pimpinan sidang yang dianggap telah merusak integritas organisasi dan menciderai hak-hak kader.
Proses aklamasi yang diduga dilakukan secara paksa tanpa memperhatikan aturan organisasi ini telah menimbulkan keraguan atas legitimasi hasil konferensi tersebut.
Hingga berita ini tayang, belum ada tanggapan dari Pimpinan Pusat GP Ansor terkait persoalan yang terjadi.***