NEWS DIMADURA, SUMENEP – Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRCPPA) Indonesia, Jeny Claudya Lumowa, mendesak seluruh lembaga perlindungan anak dan perempuan di Indonesia untuk ikut mengawal kasus dugaan pelecehan seksual di Universitas Bahaudin Mudhary (UNIBA) Madura.
Menurutnya, keterlibatan lebih banyak pihak diperlukan agar korban mendapatkan keadilan dan perlindungan yang semestinya.
“No viral, no justice, jadi viralkan saja,” ucap Jeny tegas saat dihubungi melalui saluran teleponnya, Senin (27/1) siang.
Jeny juga mengkritik peran Tim Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UNIBA Madura yang dinilai belum menunjukkan langkah nyata dalam menangani kasus ini.
“Mereka seharusnya sadar tentang tanggung jawab itu. Kalau tidak bisa menangani kasus seperti ini, untuk apa mereka didirikan? Bubarkan saja kalau begitu,” tegasnya.
Menurut Jeny, sikap kampus yang dinilai kurang responsif terhadap laporan korban menunjukkan lemahnya komitmen dalam menciptakan lingkungan akademik yang aman.
“Dunia pendidikan seharusnya menjadi ruang aman bagi semua pihak, bukan malah menjadi tempat suburnya kekerasan seksual yang dibiarkan tanpa solusi nyata,” imbuhnya.
Ia juga meminta agar kasus ini mendapat perhatian lebih dari pemerintah pusat.
“Langsung saja kirim laporan ke Presiden. Ini sangat memprihatinkan. Sebagai Ketua TRCPPA Indonesia, saya kecewa,” tandasnya.
Desakan TRCPPA ini diharapkan bisa menjadi dorongan agar UNIBA Madura bertindak tegas dan menunjukkan komitmennya dalam melindungi hak-hak korban.
Sementara itu, hingga berita ini dinaikkan, pihak kampus UNIBA Madura belum memberikan tanggapan.
Rektor UNIBA Madura, Rahmat Hidayat, dan Ketua Tim Satgas PPKS, Evi Febriani, tidak merespons konfirmasi wartawan. Sedangkan Warek I UNIBA Madura, Budi Suswanto, menolak wawancara daring dan meminta pertemuan langsung di kampus.
Sebelumnya, korban berinisial LL mengajukan surat terbuka kepada Komnas Perempuan, Komnas HAM, Menteri Pendidikan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Komisi VIII DPR RI.
Dalam surat terbuka itu, korban mengaku telah melaporkan kasus pelecehan seksual yang dialaminya ke Satreskrim Polres Sumenep pada 11 Desember 2024.
Kasus ini kemudian viral di media sosial. Namun, alih-alih mendapat perlindungan dan dukungan, korban justru mengalami tekanan dan perlakuan tidak adil dari pihak kampus.***