EsaiOkara

Tukin yang Hilang

Avatar Of Dimadura
892
×

Tukin yang Hilang

Sebarkan artikel ini

Oleh: Dauri Aziz

Esai Dimadura: &Quot;Tukin Yang Hilang Adalah Penghinaan Terhadap Dunia Akademik&Quot; Oleh Dauri Aziz
Esai Dimadura: "Tukin yang Hilang adalah Penghinaan Terhadap Dunia Akademik" oleh Dauri Aziz (Desain Cover: Mazdon/Doc. Dimadura)

Cropped Cropped Dimadura Logo2 1 150X150 1ESAI, DIMADURA — Keputusan pemerintah untuk tidak membayar Tunjangan Kinerja (Tukin) dosen ASN di bawah Kemendikti Saintek dari 2020 hingga 2024 (baca: kontan.co.id) merupakan sebuah kebijakan yang mencederai rasa keadilan.

Dosen adalah elemen penting dalam ekosistem pendidikan tinggi, tetapi kesejahteraannya masih sering diabaikan. Selama bertahun-tahun, mereka menunggu hak yang seharusnya diberikan, tetapi justru diberitahu bahwa tunjangan itu tidak akan pernah datang.

Tampilkan Bisnis Anda di Sini | SCROLL ...
Kirim Karya Bahasa Madura
Contact Me at: 082333811209

Ketika tenaga pendidik yang bertanggung jawab mencetak generasi unggul diperlakukan seperti ini, ada sesuatu yang salah dalam cara negara memperlakukan akademisi. Seperti yang pernah dikatakan Nelson Mandela, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa digunakan untuk mengubah dunia.”

Namun, bagaimana pendidikan bisa berkembang jika para pendidik sendiri tidak dihargai?

Di berbagai kementerian lain, dosen ASN sudah menerima Tukin sejak lebih dari satu dekade yang lalu. Namun, dosen di Kemendikti Saintek dibiarkan menunggu tanpa kepastian. Pemerintah berdalih bahwa sejak awal Tukin mereka belum dianggarkan, tetapi bagaimana bisa sebuah kebijakan dibiarkan tidak tersentuh selama bertahun-tahun tanpa ada penyelesaian?

Ironisnya, negara tidak kekurangan dana untuk proyek-proyek besar lain. Ibu Kota Nusantara (IKN) mendapatkan anggaran triliunan rupiah, tunjangan pejabat terus meningkat, sementara hak para akademisi justru dihapus begitu saja. Ini bukan hanya tentang uang, tetapi tentang keberpihakan.

John F. Kennedy pernah berkata, “Jika kita mengabaikan pendidikan, kita akan menjadi bangsa yang dikuasai oleh orang bodoh.” Negara yang tidak memperhatikan kesejahteraan dosennya sedang menggali jurang bagi masa depannya sendiri.

Keputusan ini membawa dampak yang nyata bagi ribuan dosen di seluruh Indonesia.

Bagi banyak dari mereka, Tukin bukan sekadar tambahan pendapatan, tetapi bagian dari kesejahteraan yang telah mereka perhitungkan. Tidak sedikit dosen yang harus mencari pekerjaan sampingan untuk menutup kebutuhan hidupnya, yang pada akhirnya berpengaruh pada kualitas pengajaran dan penelitian mereka.

Jika kebijakan ini terus dibiarkan, profesi dosen ASN akan semakin kehilangan daya tarik. Generasi muda yang memiliki potensi akademik tinggi akan berpikir ulang sebelum memilih karier di dunia pendidikan tinggi.

Hal ini berbahaya bagi ekosistem akademik secara keseluruhan. Seperti yang dikatakan Ki Hajar Dewantara, “Apapun yang dilakukan oleh seseorang harus dapat memberi manfaat bagi dirinya sendiri, bagi bangsanya, dan bagi umat manusia.”

Jika negara tidak memberikan hak-hak dosen, bagaimana mereka bisa menjalankan peran ini secara maksimal?

Selain itu, hilangnya Tukin selama empat tahun juga bisa menciptakan ketidakpercayaan terhadap sistem kepegawaian negara. Jika seorang ASN bisa kehilangan haknya hanya karena alasan administratif, bagaimana bisa mereka merasa aman bekerja di bawah sistem yang tidak memberikan kepastian?

Meskipun pemerintah telah menjanjikan pembayaran Tukin mulai 2025, keputusan ini tidak menyelesaikan ketidakadilan yang sudah terjadi. Hak yang hilang selama empat tahun tetap harus diperhitungkan.

Negara tidak bisa mengabaikan tanggung jawabnya hanya dengan alasan bahwa anggaran tidak tersedia sejak awal.

Pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret untuk mengoreksi kesalahan ini. Pertama, skema kompensasi harus segera dirancang. Jika pembayaran penuh tidak memungkinkan, maka harus ada bentuk insentif lain yang bisa diberikan sebagai pengganti.

Kedua, transparansi dalam kebijakan harus ditingkatkan. Dosen berhak mengetahui mengapa mereka diperlakukan berbeda dari ASN di kementerian lain. Ketiga, kesadaran kolektif dari komunitas akademik harus diperkuat. Jika perlu, langkah hukum harus ditempuh agar kebijakan ini tidak menjadi preseden buruk bagi ASN lainnya.

Sejarah menunjukkan bahwa negara yang maju adalah negara yang menghargai ilmuwan dan pendidiknya. Seperti yang dikatakan Malcolm X, “Pendidikan adalah paspor menuju masa depan, karena besok adalah milik mereka yang mempersiapkannya hari ini.”

Jika dosen tidak diberi haknya, bagaimana mereka bisa mempersiapkan generasi mendatang dengan maksimal?

Kasus ini adalah tamparan keras bagi dunia akademik di Indonesia. Negara tidak bisa terus-menerus menuntut kualitas pendidikan yang tinggi tanpa memberikan kesejahteraan yang layak bagi tenaga pendidiknya.

Jika pemerintah bisa mengalokasikan anggaran untuk berbagai kepentingan lain, tidak ada alasan untuk mengabaikan hak dosen. Kebijakan yang tidak adil harus dikoreksi, bukan dibiarkan menjadi norma baru. Sebab, jika hari ini hak dosen bisa dihapus begitu saja, maka di masa depan, tidak ada jaminan bahwa hak ASN lainnya tidak akan mengalami hal yang sama.

Pemerintah harus belajar bahwa keadilan bukanlah sesuatu yang bisa ditunda. Kesejahteraan tenaga pendidik adalah fondasi bagi kemajuan bangsa. Jika mereka terus diperlakukan dengan ketidakadilan, maka yang akan rugi bukan hanya para dosen, tetapi seluruh bangsa ini.***


Presma Stita Usymuni 2024 Dauri AzizDauri Aziz. Mahasiswa Prodi PGMI, saat ini menjabat sebagai Presma STITA Usymuni 2024-2025.

Jjs Kemenangan - Kolom Politik Dimadura
Kolom

“Jalan sehat digelar, ribuan orang melangkah riang. Siapa yang menang? Rakyat? Timses? Ataukah panitia?” | kolom – dimadura KOLOM, DIMADURA – Kemenangan harus dirayakan, katanya. Maka diadakanlah Jalan-Jalan Sehat (JJS),…

Amin Bashiri | Kolom: Galakkan Literasi Kebudayaan Di Sumenep (Doc. Dimadura)
Budaya

LONGLONGAN KOLOM, DIMADURA – Kabupaten Sumenep, yang terletak di ujung timur Pulau Madura, merupakan daerah dengan kekayaan budaya yang luar biasa. Mulai dari kesenian tradisional seperti Saronen dan Topeng Dalang,…

Marlaf Sucipto | Advokat, Legal Researcher, Humanitarian And Social Political Activist (Foto: Doc. Dimadura)
Kolom

KOLOM, DIMADURA – Sebagai orang yang tinggal di Lenteng, saya menaruh perhatian khusus atas kasus ini. Ini dalam rangka untuk menjaga Lenteng, secara khusus, dan Sumenep secara umum, dari tindak…

Esai A'Yat Khalili | Valentine’s Day: Antara Cinta Dan Pemaknaannya (Cover: Mazdon/Doc. Dimadura)
Budaya

Ketika ada yang bertanya tentang cinta, Apakah sungguh yang dibutuhkan adalah kemewahan kata-kata, Atau cukup ketidaksempurnaan kita? ESAI, DIMADURA — Demikian bunyi akhir bait puisi Aan Mansyur dalam puisi Ketika…