NEWS NASIONAL – Jagat medsos sedang viral mengomentari pelaksanaan Musabaqoh Qiroatul Kutub (MQK) tingkat Provinsi Jawa Timur 2023. Selain rundown acara dinilai amburadul, para juara mengaku pulang tanpa hadiah apapun.
Lomba baca kitab kuning yang berlangsung selama 4 hari di Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet, Mojokerto ini mengatasnamakan Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur (Jatim).
Salah seorang pengurus Pondok Pesantren Lirboyo, Mundzir Muhammad, dalam akun twitternya @Abang_Matt1999 mengisahkan perjalanannya selama mengikuti pelaksanaan MQK Jatim tersebut. Berikut ini kisahnya.
Empat hari yang lalu, kisah dia, tepatnya pada hari Senin tanggal 5 Juni 2023, kami beserta rombongan berangkat untuk mengikuti lomba baca kitab kuning yang diadakan Kemenag Jatim, bertempat di Ponpes Amanatul Ummah Pacet, Mojokerto.
Rentetan rundown acara mereka lalui dengan baik. Pihaknya pun merasa bersyukur karena berhasil meraih juara umum pada ajang bergengsi tingkat Jatim ini.
“Tahu nggak, kalau Kota Kediri berhasil meraih sebagai juara umum? Kurang lebih 25 peserta dari Ponpes Lirboyo, Kediri berhasil meraih kejuaraan dalam lomba MQK Jatim ini, sehingga kami pun berhak menjadi juara umum,” katanya, sebagaimana diunggah akun @santrimengajipedia, Jumat 9 Juni 2023.
Namun sayang seribu sayang, ternyata tidak satupun para juara tersebut membawa pulang hadiah selain hanya secarik kertas hvs 150 gram–bertuliskan spidol dengan bungkus Map seharga 500 perak–sebagai sertifikat penghargaan.
Salah seorang netizen, @nabiel_moehammad pun merasa iba dan turut mengomentari postingan tersebut.
“Saya dengar mulai 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 sampai sekarang tidak pernah dapat hadiah, ketika membaca artikel sebagian panitia MQK jatim yang barusan diupload gara -gara rame di media sosial, mereka berbondong2 mengkritik acara tersebut, panitianya beralasan tidak diberikannya hadiah karena kendala waktu, dan katanya akan diberikan lewat PD masing2″.
“TERUS MULAI 2011 SAMPAI SEKARANG TIDAK ADA HADIAH SAMA SEKALI, AMNESIA TAH. @khofifah.ip
@kemenag_ri @kemenagjawatimur @kemenagkedirikab @jokowi @najwashihab @gusyaqut @cakiminow”.
Komentar lain pun terus membanjiri unggahan akun IG @santrimengajimedia tersebut. Sebagian mengatakan bahwa sebenarnya anggaran untuk MQK Jatim ini sudah ada, tapi tidak tahu telah digunakan untuk apa? “@nabil_moehammad, lahan
basahkah?” tanggap akun @mizba_muhammad.
Akun lain, @ahmadhafy pun mempertanyakan integritas penyelenggara dan panitia MQK Jatim. “Kira-kira panitianya dulu mondok dimana ya, kok gak malu sama pondoknya,” tulis dia.
Lanjut Mundzir Muhammad, menurutnya ada banyak kejanggalan yang ia temukan dalam helatan lomba dengan ribuan peserta ini.
“Banyak kejanggalan yang ditemukan dalam acara sebesar itu, mulai dari seleksi peserta di tingkat kota yang tidak mau repot dan tidak mau rugi, hingga acara di wilayah yang lebih parah lagi, semuanya serba nggak rapi, sistem, sarana prasarana dan juga juknis,” ujarnya.
Ia kemudian lebih lanjut mengomentari soal proses pelaksanaan MQK yang ia tempuh bersama timnya selama 4 hari sejak tanggal 5 hingga 8 Juni tersebut.
Bahwa persoalan paling harus mendapat perhatian pun, seperti pemberian konsumsi dan hadiah menurutnya seolah tanpa perencanaan, bahkan ditengarai tidak ada pendanaan sedikitpun.
“Untuk acara yang mengatasnamakan @kemenagjatim, kami rasa sangat tidak layak dan sungguh memalukan instansi besar itu sendiri,” ucapnya.
Sebagaimana dilansir RMOL Jatim, unggahan itu pun mendapat ragam tanggapan dari para peserta, pendamping dan nitizen lain. Salah satunya seperti yang disampaikan pendamping kafilah Kediri Shidqi Wafa lewan akun twitternya, @Shiq_qi99.
Shidqi Wafa mengaku lega dan sangat berterimakasih atas inisiatif Mundzir Muhammad karena telah berani dan turut memviralkan kabar ini.
“Akhirnya, ada yg speak up juga tentang amburadul dan bobroknya Mqk 2023 tingkat Pemprov Jatim. Saya sendiri diutus oleh pondok untuk mendampingi para peserta kafilah. Saya tahu betul, bagaimana para peserta mempersiapkan agenda ini dengan sungguh-sungguh,” tuturnya.
Ia kemudian mengisahkan perjuangan anak didiknya yang pada akhirnya tetap harus menerima keadaan penuh kecewa.
Siang dan malam ia bersama anak didiknya berlatih cara membaca dan mengkaji kitab turats dengan baik, mengikuti bimbingan-bimbingan dan lain sebagainya.
Pada kenyataannya, sistem perlombaan MQK Jatim ini menurutnya malah sangat tidak sesuai dengan juknis pada saat technical meeting (TM).
Shidqi Wafa lebih lanjut menjelaskan perihal juknis yang ia dapat saat technical meeting, bahwa isi juknis menyatakan sesi lomba terbagi menjadi 2 babak, yakni Bbak Penyisihan dan Babak Final. Namun pada saat pelaksanaan, sistem dan kebijakan tiba-tiba bisa berubah di tengah jalan.
“Satu fan (jenis lomba, red) di Marhalah (tingkatan) tertentu, bisa berbeda jauh dengan fan yang lain. Dan yang bikin geleng-geleng kepala, kebijakan itu sangat tidak menentu dan bisa berubah di tengah2 berjalannya perlombaan,” katanya.
Diuraikannya, bahwa pada Babak Penyisihan, para juri telah menentukan 6 peserta dengan perolehan nilai terbaik untuk masuk dan bertanding pada babak final.
Jadi, sehari sebelum perhelatan final, yakni pada Rabu 7 Juni 2023, delegasinya dari Fan Tafsir Ulya telah dinyatakan lolos ke final dengan perolehan nilai tinggi, menduduki peringkat ke-4.
“Akhirnya, dia semalaman suntuk mempersiapkan pertandingan final melawan lima finalis lainnya. Bahkan, dini hari pukul 03.00 WIB, saya terbangun karena belum shalat Isya’, dan ternyata saya melihat delegasi Fan Tafsir Ulya kami masih belajar kitab Murah Labid,” kisah dia.
“Pagi harinya, berangkatlah kami ke Majelis Lomba. Beberapa saat kami duduk di kursi peserta, datang panitera untuk mengabsen kami. Dan ternyata delegasi kami tidak tertera dalam absen. Spontan kami kaget. Bukannya kemarin kami dinyatakan lolos final?” ungkapnya penuh penuh tanya.
Ia pun mengakui, bahwa setelah berdebat panjang dengan panitera, ternyata salah satu Dewan Hakim bersikeras untuk membatasi finalis menjadi 3 peserta.
“Bisakah kalian bayangkan? Bagaimana perasaan delegasi kami yang diberi harapan menjadi finalis dan mempersiapkan semalaman suntuk, ternyata didiskualifikasi secara mendadak,” tukasnya.
Selain itu, menurutnya masih banyak sistem perlombaan ini yang terkesan ngawur alias tidak sesuai dengan TM.
Meski dengan sistem demikian, pada akhirnya beberapa dari delegasinya mendapatkan gelar Juara.
Tidak berhenti di sini, setelah juara di seluruh fan dan tingkatan diumumkan. Saat itu, ia sudah merasakan gelagat aneh dari penyelenggara.
Pasalnya, tidak ada piala yang dipajang dan papan simbolis bertuliskan nominal uang hadiah juga tidak terlihat.
“Ternyata setelah itu satu perwakilan dari kami dari seluruh fan diminta maju untuk diberi satu lembar kertas sertifikat (kertas hvs 150 gram) dibungkus map 500 perak yg baru ditulisi spidol, untuk kepentingan dokumentasi. Setelah itu? Ya sudah, acara bubar,” tegasnya.
“Kami pun bertanya-tanya, apakah betul tidak ada hadiah untuk juara sebagai bentuk apresiasi dari penyelenggara? Apakah acara perlombaan sebesar ini, yang melibatkan ribuan santri dan ratusan pesantren tidak ada hadiah sama sekali? Sungguh di luar Nurul (nalar,red) dan nggak masuk Haikal,” tulisnya.
Ia pun mengakui sudah menghubungi sejumlah pihak tetapi menurutnya mereka seolah cuci tangan dan saling melempar tanggung jawab.
“Di sini, kami pulang dengan tangan hampa, hanya ada satu carik kertas yang nantinya akan dijadikan bungkus gorengan. Semoga setelah ini ada tindaklanjut,” tulisnya, dengan men-Tag akun twitter Kemenag RI, Menteri Agama, Kemenag Jatim, Pemprov Jatim dan juga akun Gubernur Jawa Timur.