NEWS SUMENEP – Lima (5) Komisioner KPU Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, dinilai su’ul khatimah karena menyisakan kesan buruk di akhir masa jabatan mereka. Kesan itu disampaikan Direktur Jong Sumekar, Siswadi, kepada wartawan, Rabu (29/5).
Pria yang akrab dipanggil Adi itu menyebut kinerja KPU Sumenep terlalu berlebihan dan kentara licik. Mulai dari dugaan menerima upeti dari PPK atau PPS terpilih, penitipan nama calon PPS dan PPK, hingga yang terbaru, lolosnya pengurus Parpol aktif jadi PPS Pemilukada 2024.
“Mereka telah membuat masyarakat resah. Lima komisioner KPU itu patut diduga jadi komplotan mafia penguras uang negara,” kata Adi.
Lima komisioner KPU Sumenep tersebut antara lain, Rahbini, Deki Prasetya, Rafiqi Tanzil, Syaifurrahman, dan Mustafid.
Menurut Direktur Siswadi, secara demokratis pelaksanaan Pemilu mesti mengacu pada aturan yang sudah ada dan berlaku.
“Seluruh tahapan harusnya dilaksanakan dengan benar dan jujur. Bukankah sudah jelas disebutkan dalam undang-undang, bahwa Pemilu harus dilaksanakan berdasarkan asas Luber dan Jurdil,” terang Direktur Jong Sumekar.
Dijelaskan, Luber dan Jurdil merupakan akronim dari Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil dalam menyelenggarakan kontestasi politik.
“Tapi melihat perjalanannya, semua Komisioner KPU Sumenep memberikan kesan buruk di akhir masa jabatan mereka. Banyak temuan dan keluhan masyarakat terkait bobroknya kinerja mereka,” geram Siswadi.
Ia menilai, dugaan kontrol money politic Pemilu 2024 juga ada di dalam tubuh KPU Kabupaten Sumenep.
“PPK dan PPS yang lolos itu sarat titipan semuanya. Kesan di masyarakat, penyelenggara Pemilu di Kabupaten Sumenep ini sudah cacat secara struktur,” ujar Adi Sejagat.
“Adanya dugaan suap-menyuap dalam rekrutmen seleksi PPK dan PPS ini menjadi momok bagi Pemilu 2024,” imbuhnya.
Sejumlah temuan di lapangan yang dirangkum media ini, dalam rekrutmen PPK dan PPS terindikasi ada jual beli jabatan yang dilakukan secara masif.
Bahkan, kecurangan hingga kebohongan yang dilakukan oleh KPU Sumenep bukan menjadi rahasia umum lagi.
Terbaru, salah pengurus parpol dinyatakan lolos dalam seleksi PPS. Padahal hal ini sudah jelas melanggar aturan konstitusional.
“Lalu, ada syarat titipan hingga suap menyuap agar bisa menjadi anggota badan adhoc pemilu. Saya rasa ini KPU Sumenep sudah cacat secara hukum,” tandasnya.
Seperti halnya yang disampaikan Komisioner KPU Sumenep, Rafiqi Tanzil. Dia mengatakan, setiap rekrutmen badan adhoc memang memiliki rumor termasuk dalam Pemilu di 14 Februari 2024 kemarin.
Rafiqi mengaku sempat menarik sumbangan kepada anggota badan adhoc yang notabene alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
“Tapi itu bukan untuk saya, melainkan untuk pembangunan di internal HMI kemarin, kalau itu iya. Artinya, bukan untuk pribadi,” akunya saat dikonfirmasi wartawan, Rabu 15 Mei 2024.
“Setelah mereka jadi, saya minta sumbangan untuk pembangunan adik-adik di HMI itu. Kalau saya kan HMI yang dipikir, bukan untuk siapa-siapa,” katanya menambahkan.
Menurutnya, persoalan ada anggota badan adhoc yang memberikan sesuatu untuknya, maka dirinya pasti menerimanya karena bukan dia yang meminta. “Misal ada yang memberikan saya rokok, pasti saya terima,” katanya.
Bukti lain, pernyataan Ketua KPU Sumenep, Rahbini, yang berkelit saat ditanya soal pengurus parpol lolos dalam seleksi PPS di Pilkada 2024.
Kepada wartawan Rahbini mengatakan, jika pada Sabtu (25/6/2024) malam, salah satu PPS terpilih atas nama Buzairi, warga Desa Jelbudan, Kecamatan Dasuk, sudah memundurkan diri.
“Tadi malam sudah diklarifikasi, jadi yang bersangkutan sudah memundurkan diri,” kata Rahbini, saat dimintai keterangan usai melantik seribu dua anggota PPS di Gedung Adipoday Sumenep, Minggu (26/5) siang.
Rahbini mengaku, PPS terpilih atas nama Buzairi disinyalir memang terdaftar aktif sebagai Bendahara PKB Kecamatan Dasuk, sebab itu langsung dilakukan proses penggantian antar waktu (PAW).
“Semalam yang bersangkutan sudah memundurkan diri sebagai PPS, jadi tidak dilantik hari ini, tentu sudah di PAW,” kata Rahbini.
“Jadi karena di PAW, maka anggota PPS nomor urut 4 yang dilantik hari ini,” tambahnya lebih lanjut.
Ditanya soal keteledoran KPU Sumenep dalam melakukan seleksi PPS tahun ini, Rahbini berdalih karena sistem rekrutmen dilakukan secara online.
KPU Sumenep juga beralasan, jika tahapan seleksi PPS pesertanya cukup banyak. Sehingga, hal ini pun yang justru diduga tidak masuk akal.
“Di aplikasi SIAKBA itu kan pesertanya cukup banyak, kan ada 2 ribuan lebih peserta,” dalihnya.
Sementara Komisioner KPU Sumenep Divisi Perencanaan dan Data, Syaifurrahman mengungkapkan, bahwa nama-nama yang lolos sebagai calon anggota PPS sudah dilakukan pemeriksaan data sejak tahap awal pendaftaran dimulai.
“Jadi itu sudah penyaringan. Apakah tercatut namanya di SIPOL dan melampirkan surat keterangan atau tidak maka apabila melampirkan iya lulus administrasi. Jika tidak maka iya tidak lulus. Jadi, tidak masalah,” katanya.
Ironisnya, pernyataan Ketua KPU Sumenep, Rahbini di atas justru bertolak belakang dengan kondisi Hasan, calon PAW PPS Desa Jelbudan, Kecamatan Dasuk.
Jika Rahbini menyebut telah melakukan koordinasi dan bahkan nama calon PPS yang tercatat sebagai pengurus aktif PKB di kecamatan setempat mengundurkan diri. Faktanya, hal itu adalah kebohongan besar. Sebab, calon PAW nomor urut 4 atas nama Hasan tidak pernah dihubungi apalagi dilantik.
“Sejauh ini saya tidak menerima informasi apapun dari KPU. Dan saya tidak tahu apa-apa terkait pelantikan itu,” ujar Hasan, salah satu calon anggota PPS yang mestinya dilantik.
“Saya tidak dilantik. Dari tadi pagi saya ada di rumah tidak kemana-mana,” tambah dia lebih lanjut.***