NEWS SUMEMEP – Kasus yang sangat memilukan kembali terungkap di Sumenep. Seorang oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) berinisial E, yang berprofesi sebagai guru, diduga tega menjual kehormatan anak kandungnya sendiri demi mendapatkan keuntungan materi.
E diduga terlibat dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang mengorbankan putrinya T (13th) lantaran ia minta dibelikan Vespa Matic.
Sementara Pelaku J, yang saat ini sudah diamankan oleh pihak kepolisian, dilaporkan telah beberapa kali melakukan perbuatan asusila terhadap korban.
Kasi Humas Polres Sumenep, Akp Widiarti, menjelaskan bahwa E diduga menghasut dan memaksa anaknya untuk menjalani tindakan tersebut dengan iming-iming imbalan uang dan barang dari J.
Seperti diberitakan sebelumnya, oknum Kepsek berinisial J (41 Tahun) menyetubuhi T sebanyak 5 kali, dengan modus ritual mensucikan diri.
Sedangkan E Ibu kandung korban, dengan sengaja mengantarkan anaknya T ke rumah pelaku J untuk melakukan hubungan badan.
Menurut laporan yang dilayangkan oleh ayah korban pada tanggal 29 Agustus 2024, dengan nomor LP/B/218/VIII/2024/SPKT/POLRES SUMENEP/POLDA JAWA TIMUR, E diduga secara sengaja membawa T ke rumah seorang kepala sekolah berinisial J (41), oknum PNS Kepala Sekolah warga Perum BSA Kolor, untuk tujuan tidak bermoral, di bawah dalih ritual tertentu.
“Anggota Resmob Polres Sumenep, berhasil mengamankan pelaku E, pada Kamis tanggal 29 Agustus 2024 sekira pukul 17.00 WIB, disebuah jalan lapangan sepak bola di Desa Kalianget Timur,” kata Kasi Humas Polres Sumenep AKP Widiarti S, Minggu (1/9/2024).
Berdasarkan hasil interogasi, pelaku E mengakui bahwa telah menyuruh korban (anak kandungnya) yang bernama T untuk melakukan persetubuhan dengan seorang laki-laki yang bernama J, dan pelaku mendapatkan sejumlah uang serta dijanjikan satu unit sepeda motor jenis Vespa Matic.
Tidak hanya itu, AKP Widiarti mengungkapkan, bahwa Ibu kandung korban tengah memiliki hubungan khusus (Selingkuh) dengan J oknum kepsek.
“E selaku ibu kandung T (korban), dengan sengaja menghasut T untuk melakukan hubungan badan dengan J, karena E diiming-imingi imbalan sejumlah uang oleh J,” tuturnya.
Secara rinci, Widi menceritakan kronologi kasus TPPO ini berawal pada bulan Februari 2024, T selaku korban, meminta untuk dibelikan sepeda motor jenis vespa kepada E selaku ibu kandungnya sendiri. Kemudian E, meminta kepada J untuk membelikan T (korban) sepeda motor jenis vespa, dan J menyetujui permintaan pelaku E, dengan syarat J akan melakukan ritual (hubungan badan) dengan T.
“J juga berkata, agar hubungan perselingkuhan antara pelaku E dengan J, tidak ketahuan orang. Setelah itu pelaku membujuk dan merayu anak kandungnya T untuk berhubungan badan dengan J, dan setelah hubungan badan selesai akan dibelikan sepeda motor jenis vespa matic, T menyetujuinya,” tutur AKP Widiarti.
Selanjutnya, pada Kamis tanggal 8 Februari 2024 sekira pukul 20.00 WIB, saat itu pelaku E, sedang berada di kamarnya bersama T. T sempat diancam apabila tidak mengabulkan keinginan pelaku E, maka E ibunya akan ngekos di Sumenep, namun T tidak menginjinkan.
Di hari yang berbeda, Jum’at tanggal 9 Februari 2024 sekira pukul 10.30 WIB, pelaku dengan anaknya T langsung menuju ke rumah J yang beralamat di Perum BSA Desa Kolor Sumenep.
“Setelah sampai dirumah J, lalu T masuk kedalam rumah J dan melakukan hubungan badan, kemudian J menelpon E dan menyampaikan bahwa Penis miliknya tidak bisa berdiri (tegang) dan J kembali menyampaikan kepada E, supaya T dijemput kerumah milik J. Setelah dijemput oleh E, kemudian J memberikan uang kepada E senilai Rp. 200 ribu, sedangkan T diberikan uang Rp. 100 ribu,” ungkap Widi.
Kamis tanggal 15 Februari 2024 sekira pukul 20.30 WIB, E mengajak anaknya kembali untuk melakukan ritual dengan J, dan T anak pelaku menyetujui. Pada keesokan harinya pada hari Jum’at tanggal 16 Februari 2024 sekira pukul 10.30 WIB pelaku kembali mengantarkan T kerumah J untuk melakukan ritual.
Sesampainya di rumah J, kata Widiarti, korban turun dan masuk ke dalam rumah J, sedangkan E ada di luar menunggu T (korban). Tidak lama kemudian, J menelpon dan memberitahukan kepada E agar menjemput anaknya T, lalu pelaku E langsung menjemput T di depan pagar rumah J.
“Setelah itu sdr J memberikan uang senilai Rp 200 ribu kepada pelaku E dan pelaku memberikan uang kepada anaknya E, senilai Rp 100 Ribu,” ujarnya.
Selanjutnya, Sabtu tanggal lupa bulan Juni 2024, J mengajak E pelaku dan anak T, ke salah satu Hotel di Surabaya dengan tujuan untuk melakukan ritual kembali, supaya ritual tersebut cepat selesai dan segera mendapatkan sepeda motor jenis vespa.
“Hari Sabtu tanggal lupa bulan Juni 2024 sekira pukul 14.30 WIB, kemudian E bersama T berangakt ke Surabaya dengan menaiki bus. Sesampainya di Surabaya, E dan T langsung menuju sebuah hotel di Surabaya dan kamar sudah dipesankan oleh sdr J,” jelasnya.
Sekitar pukul 23.40 WIB, sdr J masuk ke dalam kamar E dan T, sedangkan J langsung membuka bajunya, lalu E juga menyuruh T untuk membuka baju dan celananya. Setelah peristiwa bejat itu, J memberikan uang kepada E sebanyak Rp 500 ribu, sedangkan T Rp 200 ribu.
“Setelah kejadian pertama di Surabaya itu, lalu J mengajak kembali kepada pelaku E, untuk melakukan ritual hubungan badan dengan T, setelah J dan T melakukan hubungan badan di hotel, kemudian J kembali memberikan uang kepada pelaku E sebesar Rp 1 juta, sedangkan T mendapatkan sebesar Rp. 200 ribu,” tandasnya.
Masih merasa tidak puas, kemudian pada bulan Juli 2024, J kembali melakukan persetubuhan dan pencabulan kepada T dan E. “Setelah selesai berhubungan badan, si E diberi uang Rp 1 Juta, sedangkan T mendapatkan uang sebesar Rp 200 ribu,” tukasnya.
Atas perbuatannya, pelaku E yang merupakan ibu kandung dari T dijerat Pasal 2 Ayat (1),(2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.