dimadura
Beranda Tomang Sumenep Mendagri Minta Stop Seremonial, MCF 2025 di Sumenep “Menyala”

Mendagri Minta Stop Seremonial, MCF 2025 di Sumenep “Menyala”

Mendagri Minta Stop Seremonial, Sumenep Nyalakan MCF 2025 hingga Tekor Ratusan Juta (Foto: Istimewa)

Cropped Cropped Dimadura Logo2 1 150X150 1NEWS SUMENEP, DIMADURA – Meski Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan agar kepala daerah “menunda semua kegiatan seremonial yang terkesan pemborosan”, realitas di Sumenep justru sebaliknya. Madura Culture Festival (MCF) 2025 diduga meninggalkan kerugian hingga ratusan juta dan memicu kritik publik.

“Menunda semua kegiatan seremonial yang terkesan pemborosan, apalagi seperti kelihatan pesta-pesta, musik, maksud saya kegiatan dinas ya,” tegas Tito di Jakarta, 2 September 2025, sebagaimana dilansir Antara.

Ia juga mengingatkan agar pejabat menjaga kesederhanaan. “Juga flexing kemewahan untuk pejabat maupun keluarga, tolong dijaga betul… laksanakan secara sederhana,” pungkasnya.

Namun Sumenep tetap menggelar MCF #3 selama tujuh malam di GOR A. Yani, ditutup dengan konser musik besar menghadirkan Zonata Music Generation dan artis populer seperti Rahma Arini, Didi Chandra, Ririn Zhagita, Cak Qirom, Imam Key, dan Cak Irul.

Tak hanya itu, anggaran Rp310 juta dari APBD untuk MCF #3 ini hanya meraup PAD sekitar Rp4,9 juta.

Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Disbudporapar Sumenep, Mohamad Iksan. “PAD yang masuk ke kami hanya sewa stadion Rp3,5 juta dan bagi hasil parkir Rp1,4 juta,” katanya.

Potensi PAD dari sewa semua stand disebut tak masuk kas daerah. Padahal, jika dihitung dari 146 stand, nilainya bisa mencapai Rp219 juta. “Untuk tenda atau stand bukan kami yang mengelola tapi langsung panitia,” tegas Iksan.

Nama Sugeng Hariyadi, mantan Tenaga Ahli Bupati yang kini komisioner Baznas, ikut terseret. Ia membantah tudingan mengendalikan aliran dana Rp739 juta.

“Tidak benar kalau saya mengendalikan semua. Justru paguyuban yang menanggung biaya orkes, panggung, sampai tenda. Kalau disebut 1 miliar, itu bohong,” ucapnya.

Menanggapi hal ini, aktivis PMII, Abd. Halim, menyayangkan kondisi kontraproduktif ini. “Kami tidak menolak festival budaya, tapi momentum dan cara pelaksanaannya sangat keliru… lebih menonjolkan pesta hiburan dibanding substansi kebudayaan,” ujarnya.

Ia menilai penggunaan APBD untuk konser dan kemewahan acara adalah pemborosan. “Pemkab wajib membuka transparansi anggaran festival dari awal sampai akhir,” tegas Halim.

MCF yang semestinya menjadi ruang pelestarian budaya, lanjutnya, justru kehilangan makna karena lebih condong pada pencitraan.

“Apalagi Mendagri sudah mewanti-wanti. Sumenep malah jalan sendiri, seolah kebijakan pusat tidak ada artinya,” pungkasnya.***

Follow akun TikTok dimadura.id untuk update video berita terbaru.

Follow
Komentar
Bagikan:

Konten Iklan