NEWS DIMADURA, SUMENEP–Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Trunojoyo Sumenep, Madura Jawa Timur, memperingatkan masyarakat di wilayah sempat, untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem dalam beberapa hari ke depan.
Meski telah memasuki masa peralihan musim (pancaroba), kondisi atmosfer belum sepenuhnya stabil, sehingga hujan lebat disertai angin kencang masih berpeluang terjadi.
Kepala BMKG Trunojoyo Sumenep, Ari Widjajanto, menjelaskan bahwa transisi menuju musim kemarau belum berjalan optimal akibat beberapa faktor klimatologis.
“Meski secara kalender kita sudah masuk musim kemarau, dinamika atmosfer menunjukkan bahwa pancaroba masih berlangsung,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (14/5/2025).
Salah satu penyebab anomali cuaca ini adalah suhu permukaan laut di sekitar Jawa Timur yang masih mencapai 29–30 derajat Celsius, lebih tinggi dari rata-rata normal (26–28 derajat Celsius).
Menurutnya, kondisi tersebut, memicu penguapan intensif dan pembentukan awan konvektif yang berpotensi menimbulkan hujan lebat, terutama pada siang hingga sore hari.
“Laut yang hangat menjadi sumber energi bagi pertumbuhan awan hujan. Jika dipicu oleh dinamika lokal, seperti konvergensi angin, potensi hujan deras dan petir meningkat,” jelas Ari.
Lebih lanjut ia menjelaskan, faktor lain yang memperpanjang masa pancaroba adalah belum terbentuknya sistem angin timuran secara sempurna.
Angin ini biasanya membawa udara kering dari Australia, mengurangi peluang hujan di Indonesia bagian selatan, termasuk Madura.
Namun, Ari menyebut bahwa adanya pusat tekanan rendah di Laut Arafuru dan sekitarnya menghambat pembentukan pola angin tersebut.
“Seharusnya angin timuran sudah aktif, tetapi tekanan rendah membuat aliran udara belum stabil,” katanya.
Akibat ketidakstabilan cuaca, beberapa wilayah di Sumenep telah dilanda banjir dalam beberapa pekan terakhir, termasuk jebolnya tanggul di sejumlah titik.
Ari memprakirakan hujan sporadis dengan intensitas sedang hingga lebat masih mungkin terjadi hingga beberapa waktu ke depan.
“Kami mengimbau warga, terutama di daerah rawan banjir dan longsor, untuk terus memantau informasi cuaca terbaru,” tegasnya .
Ari menambahkan, puncak musim kemarau diprediksi baru terjadi pada Juli-Agustus 2025. Namun, hingga transisi benar-benar tuntas, masyarakat diharapkan tetap siaga terhadap perubahan cuaca ekstrem.
Pihaknya juga mendorong pemerintah daerah dan warga untuk memperkuat mitigasi bencana hidrometeorologi melalui pemantauan informasi cuaca secara berkala.
“Pancaroba adalah masa yang sulit diprediksi. Edukasi dan kesiapsiagaan menjadi kunci mengurangi dampak bencana,” pungkas Ari.***