dimadura
Beranda Okara Penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Picu Gelombang Penolakan

Penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Picu Gelombang Penolakan

Foto: Soeharto yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia 2025, (Istimewa/Doc. Dimadura).

Oleh : Zainuddin. (Sekjen PPMI dan PU LPM Retorika Universitas PGRI Sumenep).

Opini

Cropped Cropped Dimadura Logo2 1 150X150 1DIMADURA–Soeharto telah ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi pahlawan Nasional Indonesia pada 10 November 2025 pengangkatan mantan mertunya Prabowo Subianto tentu membuat Negara republik konoha Ini gempar dan menuai krtik dan penolakan yang bertubi-tubi dari kalangan aktivis, pemuda diberbagai media sosial serta Korban pelanggaran HAM juga turut menolak atas pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan Nasional sebab kebijakan tersebut bentuk dari penghianatan pada sejarah yang kelam.

Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Karena Presiden kedua Soeharto merupakan pemerintah yang banyak melakukan pelanggaran HAM sehingga Berdasarkan catatan sejarah selama 32 tahun menjabat sebagai presiden Republik Indonesia Soeharto telah banyak melakukan pelanggaran HAM berat, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan kerusakan institusi militer selama orde baru.

Bentuk bentuk pelanggaran Soeharto
Setidaknya terdapat 9 pelanggaran HAM berat sepanjanh periode kepemimpinan Soeharto sampai hari ini kasus kasus kehilangan aktivis belum tuntas keluarga Korban belum menemukan jasad Korban di mana dan keluarga korban belum mendapatkan keadilan sebagaimana mestinya.

Sebuah kejadian yang bikin geger rakyat pada waktu pembunuhan Massal 1965–1966 (Tragedi G30S) kejadian tersebut merupakan pembantaian massal terhadap orang-orang yang dituduh komunis, tanpa melalui proses hukum yang jelas.

Kejadian tersebut menyebarkan banyak Korban berjatuhan terdapat sekitar 500.000 hingga 1 juta orang tewas di seluruh Indonesia (angka bervariasi menurut sumber).

Penculikan aktivis 1997–1998 seperti Wiji Thukul, Herman Hendrawan, dan lainnya yang hilang hingga kini jasadnya belum ditemukan dan bahkan kasus pembunuhan masih misterius.

Peristiwa Tanjung Priok (1984) – penembakan terhadap warga sipil Muslim yang memprotes pemerintah, dengan puluhan hingga ratusan korban tewas.

Peristiwa Santa Cruz (Dili, 1991) – penembakan terhadap demonstran damai di Timor Timur, disiarkan ke dunia internasional.

Dilansir dari tempo.co Presiden Joko Widodo pada 11 Januari 2023 mengakui adanya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu. “Dengan pikiran jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” ujar Jokowi di Istana Negara.

Berdasarkan informasi yang tercantum di Wikipedia Pada tahun 1975-1999 pembantaian di timor timor yang sekarang sudah menjadi timor leste pada tahun tersebut banyak wanita di perkosa oleh TNI dan banyak pembunuhan di mana mana 185.000 orang, termasuk warga sipil,

Estimasi spesifik mengenai jumlah korban:

Menteri Luar Negeri Indonesia saat itu, Adam Malik, pada awalnya memperkirakan jumlah warga Timor Leste yang terbunuh dalam dua tahun pertama pendudukan adalah antara “50.000 orang atau mungkin 80.000”.

Data dari invasi awal (Operasi Seroja) menunjukkan lebih dari 185.000 orang tewas, terluka, atau ditangkap secara keseluruhan selama periode pendudukan berlangsung (1974-1999), termasuk warga sipil.

Perlu dicatat bahwa angka-angka ini mencakup berbagai penyebab kematian terkait konflik, termasuk pertempuran militer, pembunuhan di luar hukum, dan kematian akibat kelaparan serta penyakit yang disebabkan oleh gangguan akibat perang. Periode ini sering disebut sebagai peristiwa genosida Timor Timur oleh beberapa sumber.

Merusak profesionalisme militar
Selama tiga dekade militer di Negara Republik Indonesia dilibatkan dalam praktek politik praktis hingga bisnis. Sehingga berdampak merusak profesionalisme TNI.

Menjadi pahlawan Indonesia tentu Akan dilihat dari rekam jejaknya dan perjuangannya dalam melawan penjajah demi cita cira kemerdekaan Indonesia yang adil dan berdaulat. Jika seorang pahlawan memiliki rekam jejak selama perjalanan hidupnya kurang baik. Maka sangat tidak pantas Negara memberikan Gelar pahlawan kepada pemimpin yang selama menjabat melakukan banyak pelanggaran HAM berat yang tak kunjung tuntas dibahas sejarah perjalanan bangsa.

Selama lebih dari 32 tahun berkuasa (1966–1998), Soeharto meninggalkan jejak panjang pelanggaran HAM berat, represi politik, dan korupsi sistemik.
Meskipun ia disebut “Bapak Pembangunan” oleh sebagian kalangan, sejarah mencatat bahwa harga yang dibayar rakyat Indonesia sangat mahal — berupa darah, ketakutan, dan hilangnya kebebasan

Maka dari itu saya sangat menyayangkan jika Pemerintah menginginkan Soeharto menjadi pahlawan Indonesia jika hal tersebut di paksakan maka menunjukkan pemerintah republik Indonesia yang buta sejarah mereka melupakan sebuah kejadian yang kelam yang banyak makan Korban. Dan kesannya pemerintah memaklumi hal itu sehingga tidak ada kejelasan sampai sekarang.

Bahkan fadli zon seorang menteri kebudayaan republik Indonesia tidak mengakui adanya kejaidian pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Presiden Soeharto bahkan dia bilang tak ada bukti Soeharto terlibat genosida 1965. Ironisnya lagi Fadli Zon ini menyatakan nama presiden Soeharto sudah memenuhi syarat untuk jadi pahlawan Nasional bahkan dia menyatakan sudah tiga kali Soeharto diajukan menjadi pahlawan Nasional.

Dalam proses penetapan Soeharto menjadi pahlawan ini melalui proses yang panjang dan sudah berdasarkan rekomendasi oleh tokoh masyarakat, para sejarawan keoada pemerintah Republik Indonesia. Pernyataan tersebut bagi saya begitu janggal karena kesannya pelaku sejarah itu buta terhadap sejarah yang kelam atas segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Soeharto selama memimpin negara Indonesia.

Pemerintah harus segera mencabut gelar pahlawan yang diberikan kepada Soeharto karena seorang pelanggar HAM berat tidak boleh namanya di pajang di museum dan dibanggakan oleh masyarakat kita, sebab itu semua menunjukkan kegagalan masyarakat dalam membaca ulang sejarah yang kelam yang para korban tak kunjung mendapatkan keadilan dari sistem pemerintahan yang otoriter.***

Follow akun TikTok dimadura.id untuk update video berita terbaru.

Follow
Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Konten Iklan