NEWS SUMENEP – Kasus kekerasan seksual dalam keluarga kembali menjadi sorotan setelah Kepolisian Resort (Polres) Sumenep, Madura, berhasil mengamankan seorang tersangka, N (40). N diduga melakukan tindak asusila pencabulan terhadap anak tirinya yang masih di bawah umur.
Kasus ini menggugah perhatian banyak pihak, terutama karena kekerasan tersebut terjadi dalam lingkungan keluarga yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi anak-anak.
Menurut keterangan Wakil Kepala Kepolisian Resort Sumenep, Kompol Trie Sis Biantoro, kasus ini telah berlangsung sejak tahun 2021 dan berlanjut hingga tahun 2024.
Aparat kepolisian menangkap N di rumahnya yang terletak di Jalan Imam Bonjol, Nomor 63, Desa Pamolokan, Kecamatan Kota Sumenep, Pada Selasa, 30 Juli 2024, sekitar pukul 11.00 WIB.
Penangkapan ini terkait dengan dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan N terhadap G, seorang korban yang memiliki hubungan keluarga dengan pelaku.
BACA JUGA:
“Kasus ini berawal pada tahun 2021, ketika G (17), yang saat itu sedang tidur di kamar kos bersama N dan pelapor SM (37), istri N sekaligus ibu tiri G. Saat itu, G meminta bantuan N untuk menggaruk punggungnya,” ungkap Kompol Trie Sis Biantoro kepada wartawan saat press conference, Senin (12/8).
Namun, permintaan sederhana ini berubah menjadi kekerasan ketika N memeluk G dari belakang dan mengancam akan membunuhnya jika tidak menuruti kemauannya.
Insiden ini berlanjut pada November 2022 di rumah orang tua N di Desa Pragaan Laok, Kecamatan Pragaan. Meskipun G menolak, ancaman dari N membuat G akhirnya terpaksa mengikuti kemauan pelaku.
“Puncak dari kekejaman ini terjadi pada 5 Maret 2024, ketika N kembali melakukan tindakan serupa di rumah G di Desa Pamolokan. Saat itu, G yang sedang tidur sendirian di kamarnya dipaksa untuk melakukan hubungan badan oleh N,” terangnya lebih lanjut.
Menurut Trie Sis Biantoro, trauma mendalam yang dialami G membuat ia akhirnya berani menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya, SM. Setelah mendengar cerita tersebut, SM segera melaporkan tindakan keji N kepada pihak kepolisian.
“Dalam penyidikan, polisi menemukan barang bukti berupa baju daster lengan pendek berwarna biru dengan motif batik kuning yang dikenakan G saat kejadian,” jelas Trie.
Pelaku N dijerat Pasal 81 ayat (3), (1) dan/atau Pasal 82 ayat (2), (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Atas perbuatan bejatnya ini, pelaku N terancam hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar,” pungkas Trie Sis Biantoro.