GarduSejarah

Qur’an Sè Bhelluk, Manuskrip Tua dari Pasongsongan yang Ditulis di Tengah Malam

Avatar Of Dimadura
556
×

Qur’an Sè Bhelluk, Manuskrip Tua dari Pasongsongan yang Ditulis di Tengah Malam

Sebarkan artikel ini
Kolase Foto Qur'An Sè Bhelluk Dan Lembaran Manuskrip Tua Qur'An Yang Ditulis Dalam Aksara Carakan Madura Dan Arab Pegon (Sumber: Tadjul Arifien R./Doc. Dimadura)
Kolase Foto Qur'an Sè Bhelluk dan Lembaran Manuskrip Tua Qur'an yang Ditulis dalam Aksara Carakan Madura dan Arab Pegon (Sumber: Tadjul Arifien R./Doc. Dimadura)

Cropped Cropped Dimadura Logo2 1 150X150 1SEJARAH, DIMADURAQur’an Sè Bhelluk adalah manuskrip tua yang ditulis tangan tentang kisah Raden Muhammad Hamzah, putra Sultan Abdurrahman bergelar Pangeran Surya Singraninggraono atau Pangeran Letnan.

Naskah ini ditulis dalam aksara Madura dan huruf Arab Pegon, mengisahkan proses spiritual dan intelektual sang pendekar dalam perjalanan berguru kepada Kyai Agung Akbar di Pasongsongan, Madura.

Berikut ini kesaksian Tadjul Arifien R tentang Qur’an Sè Bhelluk, manuskrip kuno peninggalan Pangeran Letnan dari Pasongsongan yang ditulis setiap malam dengan cahaya obor dan suara burung hantu.

Gambar 1: Sampul Qur'an Sè Bhelluk

Gambar 1: Sampul Qur'an Sè Bhelluk

Manuskrip kuno Qur’an Sè Bhelluk ini ditulis tangan tentang Pangeran Letnan, tersimpan di Langgar Ba’tello, Pasongsongan.

Sampul Qur'An Sè Bhelluk
Gambar 2: Qur'an Sè Bhelluk

Gambar 2: Halaman Dalam Qur'an Sè Bhelluk

Halaman dalam Qur’an Sè Bhelluk yang ditulis tangan dengan huruf Arab Pegon, tampak mulai menguning dimakan usia.

Halaman Dalam Qur’an Sè Bhelluk Yang Ditulis Tangan Dengan Huruf Arab Pegon, Tampak Mulai Menguning Dimakan Usia.
Gambar 3: Manuskrip Qur'an Tua

Gambar 3: Manuskrip Qur'an Tua

Manuskrip ini tulis menggunakan huruf arab pegon. Sementara belum diketahui siapa penulisnya. Asumsi sementara Tadjul Arifien R., ditulis oleh santri Kiai Agung Akbar.

Halaman Dalam Qur'An Sè Bhelluk, Ditulis Dalam Huruf Arab Pegon
Gambar 4: Manuskrip Qur'an Tua

Gambar 4: Carakan Qur'an Sè Bhelluk

Manuskrip ini merupakan salah satu salinan isi Qur'an Sè Bhelluk yang diduga ditulis juga oleh santri Kiai Agung Akbar dalam aksara carakan Madura

Manuskrip Tua Qur'An Sè Bhelluk, Ditulis Dalam Aksara Carakan Madura
Previous Arrow
Next Arrow

Tertulis dalam sebuah manuskrip kuno dengan tulisan tangan dengan carakan Madura dan huruf Arab Pegon dengan bahasa Madura, tentang kisah perjalanan hidup Raden Muhammad Hamzah, yang bergelar Pangeran Surya Singraninggraono atau disebut Pangeran Letnan.

Beliau adalah salah satu putra Sultan Abdurrahman yang mempunyai keahlian bela diri yang mumpuni sehingga disebut juga Pendekar.

Dalam perjalanan ngunduh ilmu (berguru) kepada seorang tokoh kharismatik yakni Kyai Agung Akbar di Pasongsongan, yang masih keturunan kerabat Kyai Samporna, suami kedua dari Nyai Izzah, sang ibunda dari Panembahan Somala atau buyut dari Pangeran Letnan.

Dalam perjalanan bergurunya, oleh sang guru Raden Moh. Hamzah disuruh menulis Al-Qur’an pada setiap tengah malam sesudah salat Tahajud. Pada kebiasaannya, setiap selesai salat Isya beliau tidur, lalu bangun pada tengah malam.

Dikala beliau sedang tidur, selalu terbangun setelah ada suara atau bunyi seekor mano’ bhelluk (burung hantu; bahasa Madura), seolah sebuah alarm alam yang mengingatkan Sang Pangeran untuk melaksanakan tugas penulisan.

Dikala menulis Al-Qur’an pada tengah malam dengan penerangan obor terbuat dari kulit jagung kering, keberadaan Al-Qur’an tersebut sekarang sudah sangat tua, tampak dari tulisan tangan, dan dibuat dari kertas yang sudah menguning dengan sampul kulit setebal 10 juz.

Qur’an tersebut dinamakan Sè Bhelluk, karena setiap malam untuk mulai menulisnya selalu dibangunkan oleh suara burung hantu atau mano’ bhelluk.

Karena adanya kesibukan lain, yakni tugas negara dalam pemerintahan yang dipimpin oleh ayahandanya, maka penulisan kitab suci tersebut hanya selesai setebal 10 juz.

Qur’an tua tersebut saat ini berada di sebuah langgar/surau tua di Dusun Ba’tello, Desa Lebbeng Barat, Kecamatan Pasongsongan. Sebuah langgar yang dijaga oleh Saniman, penduduk setempat, adalah peninggalan para leluhurnya yang hidup pada masa pemerintahan Sultan Abdurrahman.

Ornamen dari langgar tersebut, seperti tiga tiang penyangga rangka atap, kusen, dan lain sebagainya masih tetap seperti aslinya, yang terbuat dari kayu jati tua.

Situs sejarah ini belum diangkat menjadi Cagar Budaya. Pembahasan dalam buku ini sebagai dasar awal untuk kajian dan penelitian bagi semua pihak yang berkompeten.

Demikian kesaksian Tadjul Arifien R, bahwa Qur’an Sè Bhelluk bukan sekadar artefak keagamaan, melainkan saksi sejarah spiritualitas dan perjuangan intelektual bangsawan Madura dalam merawat warisan keilmuan Islam.

Bagi redaksi, sudah waktunya naskah ini mendapat perhatian lebih sebagai cagar budaya penting dari Sumenep, Madura.***