DIMADURA.ID – Sebelum membahas arti dan perbedaan antara Marung dan Ngafe, bolehlah Dimadura bertanya kepada pembaca: “Anda lebih suka mana, marung apa ngafe?”
Nah, sebelum memilih, mari kita bahas terlebih dahulu pengertian antara marung dan ngafe.
Pengertian Marung
Marung adalah Bahasa Madura yang berupa oca’ tandhu’ atau kata yang berubah bentuk dan fungsi dari kata benda menjadi kata kerja.
Dalam Bahasa Indonesia, marung berarti pergi nongkrong di warung; makan rujak, soto, kaldu dan sejenisnya. Atau, hanya untuk sekadar minum teh, kopi sembari berbincang-bincang dengan orang yang ada di warung.
Jadi, marung kini seolah telah menjadi kebiasaan orang Madura pada khususnya dan orang Jawa pada umumnya, baik muda-mudi maupun orang dewasa.
Namun demikian, saat ini budaya marung sudah sedikit bergeser ke kebiasaan yang lebih milenial, yaitu Ngafe.
Dengan kata lain, masyarakat Madura dan Jawa kini lebih banyak yang suka nongkrong di kafe daripada di warung.
Kecenderungan marung dan ngafe
Lanjut ke pembahasan tentang arti dan perbedaan antara Marung dan Ngafe. Jadi, sebenarnya arti marung dan ngafe tidak jauh beda.
Perbedaannya hanya terletak pada harga, menu dan fasilitas yang disediakan di dalamnya.
Bisa dikatakan, bahwa marung lebih identik dengan harga kopi, camilan dan makanan yang disediakan lebih murah dan lebih sederhana daripada sajian atau menu-menu di kafe.
Menu-menu atau sajian di kafe lebih mahal setidaknya karena beberapa alasan. Antara lain, karena fasilitas di kafe biasanya lebih lengkap daripada di warung.
Jika di warung hanya menyediakan makanan dan minuman sederhana, maka di kafe lebih dari itu.
Sebuah kafe biasanya telah menyediakan fasilitas berupa panggung musik atau karaoke, aula pertemuan, dan tempat duduk yang lebih mewah daripada warung.
Selain itu, suasana dan latar arsitektur istimewa di dalamnya yang dapat dijadikan untuk berselfie atau berswafoto bersama teman ngopi.
Banyak alasan kenapa mereka anak muda zaman sekarang, bahkan keluarga di perkotaan lebih suka nongkrong di kafe daripada di warung.
Beberapa diantaranya adalah karena makanan dan minuman di kafe disajikan dengan sajian yang menarik dan tampak higienis.
Pelayanan di kafe dapat dipastikan ramah dan sopan layaknya hamba (penjual) pada rajanya (pembeli).“
Pembeli adalah raja. Demikian barangkali, pepatah yang pas untuk menggambarkan bagaimana para pelayan di kafe saat menjamu konsumennya.
Sementara di warung, karena identik dengan tempat yang sempit, harga murah, maka terkadang ada saja penjual yang terkesan kurang ramah pada pembelinya, walaupun sejauh yang penulis alami, hal demikian sangat jarang terjadi.
Namun demikian, pasti ada kelebihan dan kekurangan antara satu dan yang lainnya, antara warung dan kafe.
Menurut penulis, kelebihan ngopi di warung daripada di kafe adalah tentang suasana keakraban antara si penjual dan para pembeli.
Penjual di warung yang baik biasanya akan lebih akrab dan lebih bersahabat daripada bos kafe dan pelayannya.
Satu lagi, bahwa walaupun harga makaman dan minuman di warung lebih murah daripada di kafe, tapi bagi sebagian orang, nongkrong di warung lebih nyaman dan enjoy daripada nyantai di kafe.
Menurut mereka, selain penjual di warung biasanya sangat bersahabat, suasana yang disuguhkan secara alami saat ngopi di warung tak dapat tergantikan dengan suasana yang disuguhkan kafe.
Selain lebih sederhana dan tampak bersahaja, latar sawah pedesaan dan lalu-lalang kendaraan pinggiran kota saat marung bisa juga menjadi pertimbangan.
Sebaliknya, bagi sebagian orang, terutama anak-anak muda, nongkrong di kafe akan terasa lebih enjoy dan keren daripada duduk di warung.
Bagi mereka, fasilitas swafoto, musik dengan sound sistem yang dapat di-request sesuai permintaan menjadi alasan mengapa mereka lebih memilih ngafe daripada marung.
Nah, sampai di sini, menurut pembaca, mana lebih enak antara marung dan ngafe?
Bangkal, 14 Februari 2022