SEJARAH, DIMADURA – Nama sebuah kota tidak muncul begitu saja. Sumenep, yang dahulu disebut Songennep, memiliki akar linguistik yang mengungkap peran strategisnya di masa lalu.
Berdasarkan kajian etimologi, nama ini berasal dari bahasa Jawa Kuno, di mana “sung” atau “song” berarti tempat berlabuh, dan “enep” merujuk pada ketenangan atau sesuatu yang mengendap.
Dengan demikian, Songennep dapat dimaknai sebagai “pelabuhan yang tenang” atau “tempat bersandar yang aman”.
Lebih jauh, prefiks “su-“ dalam bahasa Jawa Kuno bermakna baik atau utama. Dengan tambahan ini, Songennep dapat diterjemahkan sebagai “pelabuhan yang baik”.
Hal ini sejalan dengan letak geografis Sumenep yang hanya berjarak sekitar lima kilometer dari Pantai Kertasada, sebuah kawasan yang sejak masa lampau dikenal sebagai titik persinggahan kapal-kapal yang berlayar di perairan sekitar Madura.
Dalam berbagai literatur sejarah, Sumenep dikenal sebagai wilayah yang memiliki hubungan erat dengan pelayaran dan perdagangan laut.
Sejak abad ke-13, ketika Madura masih berada dalam pengaruh kerajaan-kerajaan besar di Jawa, Songennep telah menjadi pusat aktivitas maritim yang penting.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa pelabuhan di kawasan ini sering dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai daerah, termasuk dari Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Selain itu, banyak nama tempat di Sumenep yang masih mencerminkan jejak sejarahnya sebagai wilayah maritim.
Kampung seperti Saghâran (berarti laut), Mastasè’ (asal kata tasè’, laut), serta Kolor (menjulurkan, terkait perahu yang ditambatkan) menunjukkan bahwa Sumenep dulunya memiliki hubungan erat dengan dunia pelayaran dan perdagangan laut.
Tak hanya itu, keberadaan sejumlah pelabuhan kecil di kepulauan Sumenep seperti Pelabuhan Kalianget dan Pelabuhan Dungkek semakin menguatkan peran historisnya sebagai pusat perdagangan maritim.
Pada masa pemerintahan Kesultanan Sumenep, pelabuhan di daerah ini mengalami perkembangan pesat.
Kapal-kapal niaga dari berbagai wilayah Nusantara singgah di Songennep untuk berdagang dan mengisi perbekalan.
Struktur sosial dan ekonomi masyarakatnya pun terbentuk dari interaksi antara para pelaut, pedagang, dan penduduk setempat yang mengandalkan sektor maritim sebagai sumber utama mata pencaharian.
Hingga kini, warisan sejarah maritim Sumenep masih dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya.
Festival budaya seperti Petik Laut dan tradisi Nyadar di desa-desa pesisir menunjukkan betapa eratnya hubungan masyarakat dengan laut.
Selain itu, pelabuhan-pelabuhan di Sumenep tetap berfungsi sebagai jalur perdagangan yang menghubungkan Pulau Madura dengan wilayah lainnya.
Dengan makna historis yang kuat, nama Sumenep lebih dari sekadar identitas geografis—ia adalah simbol dari sejarah maritim yang telah berlangsung berabad-abad.
Pemahaman tentang etimologi Songennep tidak hanya memberikan wawasan tentang asal-usul nama kota ini, tetapi juga membuka cakrawala tentang bagaimana laut membentuk identitas dan peradaban masyarakatnya hingga saat ini.***