BUKU BARU, DIMADURA – ASTATINGGI merupakan salah satu heritage atau warisan / peninggalan situs sejarah dari para Adipati/Regent di Sumenep dan juga sebagai obyek wisata religi. Astatinggi terletak di Desa Kebunagung, Kecamatan Kota Sumenep.
Adanya komplek pemakaman Astatinggi tidak lepas dengan keberadaan pemerintahan sebelumnya yakni dari Pangeran Cakranegara I, Pangeran Anggadipa dan Pangeran Yudonegoro yang merupakan leluhur dari sebagian besar para penghuni Astatinggi.
Karena dari beliaulah para keturunannya pernah memerintah yang kemudian pada rahun 1750 sejak terjadinya pemberontakan Ke’ Lesap putra selir Pangeran Cakraningrat Bangkalan di Madura, maka Sumenep diperintah oleh keturunan terakhir dari Pangeran Yudonegoro, yakni Raden Ayu Rasmana Ratu Tirtonegoro yang menikah dengan Bindara Saod putra Ki Abdullah atau Bindara Bungso Toampar Sumenep yang keturunan Pangeran Notoprojo atau Panegran Bukabu. Dengan demikian, dalam buku ini akan dimulai dari kisah sejarah perjalanan Pangeran Yudonegoro.
Resensi Buku: Astatinggi, Kompleks Makam Penguasa Sumenep
Buku berjudul ASTATINGGI Kompleks Makam Penguasa Sumenep (ISBN 9 786235 618807) karya Tadjul Arifien R ini menawarkan sebuah eksplorasi mendalam tentang salah satu warisan sejarah dan budaya penting di Sumenep, Madura. Dengan tebal yang cukup ringkas, buku ini mengulas keberadaan para pennghuni kompleks makam Astatinggi yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah para pemimpin dan penguasa Sumenep dari masa ke masa.
Warisan Sejarah dan Budaya
ASTATINGI, sebagaimana dijelaskan dalam buku ini, merupakan sebuah situs heritage yang tidak hanya menyimpan nilai sejarah, tetapi juga nilai spiritual. Kompleks makam ini terletak di Desa Kebunagung, Kecamatan Kota Sumenep, dan menjadi salah satu destinasi wisata religi yang menarik bagi masyarakat.
Dalam buku ini, penulis menyoroti bahwa keberadaan Astatinggi merupakn saksi sejarah atas perjalanan keberadaan tokoh-tokoh penting seperti Pangeran Cakranegara I, Pangeran Anggadipa, Pangeran Yudonegoro, Pangeran Jimat Pangeran Cakranegara II, Ratu Tirtonegoro dengan Bindara Saot Tumenggung Tirtonegoro, Panembahan Somala, Sultan Abdurrahman sampai pada pemerintahan Raden Tumenggung Prabuwinoto selaku dinasti terakhir dari Bindara Saot.
Kisah perjalan Sultan Abddurahman
Salah satu bagian menarik dari buku ini adalah pembahasan tentang kisah perjalanan Sultan Abduurahman dikala pmemerintah Sumenep, termasuk semua sepak terjangnya hingga mampu memerintah selama 43 tahun.
Di sisi lain, buku ini juga menyuguhkan kisah pernikahan antara Raden Ayu Rasmania Ratu Tirtonegoro dengan Bindara Saod.
Pernikahan ini menjadi simbol penyatuan kekuatan politik dan spiritual atau antara Ulama dan Umaro yang melibatkan keturunan langsung dari tokoh-tokoh berpengaruh di Sumenep seperti Panembahan Mandoroko dan Pangeran Notoprojo atau Pangeran Bulabu.
Penulis berhasil mengaitkan peristiwa sejarah ini dengan keberadaan kompleks makam Astatinggi, sehingga pembaca dapat melihat hubungan erat antara dinamika kekuasaan dan nilai budaya yang terwariskan.
Beberapa tokoh penting
Selain tentang sejarah yang pada umumnya diketahui masyarakat, juga ditampilkan tentang keberadaan makam Pangeran Diponegoro, juga ditampilkan kisah perjuangan Ki Mangundirejo, patih Panembahan Somala yang gugur ditembak pasukan Inggras di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Ts Raffles di Benteng Saroka, pada tahun 1811 Masehi.
Beliau gugur bersama dengan 70 orang para pasukannya yang untuk menghadang kapal Inggris yang akan masuk ke wilayah Sumenep.
Juga tidak kalah pentingnya sejarah tentang perjalanan Kyai Aryo Suroadimeggolo selaku mertua dari Sultan Abdurrahman serta sepak terjang Patih Raden Adipati Pringgolyo dan lain sebagainya.
Salah satu kelebihan buku ini adalah penyajiannya yang sistematis, dengan bahasa yang cukup mudah dipahami. Tadjul Arifien R menggunakan pendekatan yang tidak hanya akademis tetapi juga naratif, sehingga pembaca dapat merasakan keterlibatan emosional dalam setiap kisah yang disampaikan.
Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan ilustrasi visual berupa gambar kompleks makam, yang memperkuat daya tarik pembaca untuk mengenal lebih jauh situs Astatinggi.
Nilai Spiritual dan Relevansi Masa Kini
Lebih dari sekadar catatan sejarah, ASTATINGGI: Kompleks Makam Penguasa Sumenep juga mengandung nilai-nilai spiritual yang relevan dengan kehidupan modern. Buku ini mengingatkan pembaca akan pentingnya menghormati warisan leluhur sebagai bagian dari identitas budaya dan spiritual. Dengan menyoroti perjuangan dan cita-cita para pemimpin Sumenep, buku ini juga mengajarkan tentang keikhlasan dalam meneruskan nilai-nilai luhur demi kemajuan generasi mendatang.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, buku ini sangat direkomendasikan bagi para pecinta sejarah, budaya, dan spiritualitas. Dengan harga yang terjangkau, yaitu Rp 55.000, buku ini menawarkan wawasan berharga tentang salah satu situs penting di Madura.
Penulis berhasil mengemas informasi sejarah dengan cara yang menarik, mendalam, dan relevan, sehingga menjadikan buku ini sebagai sumber referensi yang bernilai tinggi.
Jika Anda ingin memahami lebih dalam tentang sejarah Sumenep dan kisah para penguasanya, buku ini layak menjadi koleksi Anda. Untuk pemesanan, Anda dapat menghubungi kontak yang tersedia.***