Oleh: Khairul A. El Maliky *)
Labbaikallãhumma labbaik…
KONTEN PROMOSI | SCROLL ...PASANG BANNER, HUBUNGI KAMI: 082333811209
Tibalah kita di medio penyelenggaraan musim haji Bulan Aidil Kurban 1444 H.
Setelah tiga tahun pemerintah Arab Saudi mengurangi kuota jemaah haji karena pandemi Covid-19, akhirnya keran perjalanan ke Tanah Suci Makkah kini kembali dibuka, termasuk jatah kuota jemaah haji Indonesia.
Kalau melihat lebih jauh ke belakang, jumlah kuota calon jemaah haji Indonesia sempat mendapat pengurangan dari Kerajaan Arab Saudi sebanyak 20 persen.
“
Alhamdulillah, saat ini jumlah jemaah haji Indonesia meningkat bila dibandingkan dengan kuota jemaah haji tahun sebelumnya. Bahkan, antrean terus semakin panjang.
“
Seperti dilansir Indonesiabaik.id, kuota haji Indonesia tahun 2023 ini terdiri dari 203.320 jemaah haji reguler dan 17.680 jemaah haji khusus. Selain itu, kuota haji Indonesia juga diberikan untuk petugas sebesar 4.200 kuota.
Pada tahun 2022 lalu, Indonesia mendapat kuota haji sebesar 100.050. Jumlah tersebut hanya sekitar 46% dari kuota normal yang diberikan pada tahun-tahun sebelumnya.
Ya, pada tahun 2020 dan 2021, Indonesia tidak mendapatkan kuota haji karena pandemi Covid-19 yang terjadi di beberapa negara termasuk Arab Saudi sendiri.
Antara Kewajiban dan Biaya Haji
Haji merupakan sebuah kewajiban yang dibebankan bagi setiap Muslim yang “mampu”. Mampu dalam artian, mempunyai biaya cukup untuk menempuh perjalanan dari Tanah Air ke Tanah Suci.
Kewajiban naik haji bagi seluruh umat Islam yang mampu ini sesuai perintah dalam QS. Ali Imran: 97. Namun dalam ayat itu, Allah memberikan keringanan dengan kalimat … man istathã’a ilaihi sabīla atau … yang sanggup berangkat ke Baitullah. Tentunya, sanggup dari segi harta dan kesehatan.
Kita tahu, biaya haji sekarang makin melonjak karena alasan kebutuhan perlengkapan selama berada di Makkah Al Mukarramah.
Sebagaimana dilansir laman resmi Kemenkopmk.go.id, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) dan Komisi VIII DPR-RI, menyepakati besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk tahun 1444 H/2023 M, rata-rata mencapai Rp 90.050.637,26 per jemaah haji reguler.
Besaran BPIH tersebut ditetapkan dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR dan Kementerian Agama, Rabu tanggal 15 Februari 2023.
“Angka ini terdiri atas dua komponen, yaitu Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dengan rata-rata Rp 49.812.700,26 (55,3%). Biaya Perjalanan tersebut digunakan untuk biaya penerbangan, biaya hidup, dan sebagian biaya paket layanan masyair haji.”
“Kemudian sebesar Rp 40.237.937 (44,7%) digunakan untuk nilai manfaat (optimalisasi) per Jemaah yang akan dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).”
Biaya semahal itu tentu agak sulit untuk dijangkau oleh kaum muslimin yang secara materi serba kekurangan.
Maka bila kita diberikan nikmat yang lebih dan kesehatan yang baik (‘afiat) kenapa kita enggan untuk berhaji? Buat apa harta yang banyak itu, toh harta tidak akan dibawa mati?
Pasti kita akan menjawab dengan enteng:
“Menunggu panggilan (jiwa) dari Allah. Ya, karena bila jiwa kita tidak terpanggil untuk ke Makkah, bukankah haji kita akan sia-sia!”
Betul. Percuma biaya ada, namun kesehatan tidak bersahabat dan tidak mengijinkan karena jarak Indonesia ke Makkah yang cukup jauh.
Ironi Haji dan Hajjah
Maka sayang seribu sayang, jika umat Islam yang telah mengikuti rangkaian ibadah haji, namun sepulang dari Makkah justru sifat dan sikapnya tetap tidak mengalami perubahan yang mengarah pada kebaikan; tentu kebaikan yang diridai oleh Allah.
Setelah menyandang gelar “haji” atau “hajjah”, mereka malah tetap menjalankan pinjaman uang dengan bunga yang sangat tinggi (riba), masih suka korupsi, masih suka menggunjing, mencela dan meremehkan orang yang lebih rendah.
Lebih ironinya lagi, tak jarang diantara mereka yang menggunakan uang haram untuk membiayai perjalanan suci itu menuju Baitullah.
Mempunyai gelar haji namun perilaku jauh dari ajaran Nabi Muhammad SAW. Na’udzubillah... Ini bukan haji mabrur lagi. Menyandang status Haji tetapi perangai buruk masih melekat dan mengakar kuat dalam diri.
Na’udzubillah tsumma na’dzubillah..
Perjalanan itu hanya membuang-buang uang dan waktu. Mereka hanya berstatus haji di dunia saja, tetapi di akhirat samasekali tidak akan mendapat apa-apa. Bukan haji mabrur yang didapat, melainkan haji mabur (haji terbang, baca:Jawa).
Kesunyataan ini sama dengan orang yang berpuasa namun masih senang berkata-kata kotor, rasa haus dan lapar yang sia-sia.
Padahal ulat, setelah bertapa selama 41 hari, ia berubah menjadi kupu-kupu nan indah, Allah pun suka. Maka mengapa manusia tidak mencontohnya?
“Setelah manusia bertapa di Makkah yang Indah, mengapa setelah pulang masih dalam rupa yang sama!”
Haji Mabrur
Lalu bagaimana agar haji kita bisa mabrur? Maka ada baiknya sejenak mari kita renungkan hakikat makna tentang haji. Bahwa ibadah haji sebenarnya adalah jalan menuju “makrifatullah”.
“
Makkah adalah pusar kita, ka’bah adalah hati kita. Sementara pintu Ka’bah adalah pintu hati kita, Hajar Aswad adalah ulu hati kita. Sebagaimana sebuah ungkapan: Qalbun mukmin kabaitullah.
“
Bahwa saat melaksanakan ibadah haji, tak ubahnya kita sedang berkunjung dan berkeliling dalam Pusat Hati sendiri.
Di dalamnya kita bertawaf mengeliligi Baitullah Al-Haram, berlari-lari kecil (sa’i) di antara Shafa (ketenangan yang murni) dan Marwa (pikiran yang mawas), wukuf atau berdiam dalam tafakur di Arafah (tempat yang mulia), dan amalan-amalan lain sebagainya.
Lebih jauh, mari kita runut dari makna ihram dimana hakikat maknanya adalah mengembalikan diri kepada Allah; kita berasal dari yang suci, kembali pula ke yang suci.
Hakikat wukuf di Arafah adalah momentum pertemuan antara roh yang tujuh pada kosong (0). Demikian thawaf ifadlah sebanyak 7 kali putaran karena Roh yang tujuh pula, yakni: Roh Rohani, Roh Jasmani, Roh Rabbani, Roh Nurani, Rohil Qudus, Roh Rahmani, dan Roh Idhafi.
Kita memulai tawaf di Ka’bah dari sebelah kiri karena bukankah hati kita pun ada di dalam dada kiri.
Sa’i antara Safa dan Marwa tujuh balikan karena sejatinya martabat itu ada tujuh: Ahdah, Wahdah, Wahidiah, Alam Ruh, Alam Misal, Alam Ajsam, Alam Insan.
Tahallul membersihkan diri karena Alloh Zahir bathin nyawa suci,Roh suci, Allahu ta’ala meliputi sekalian yg suci. Tertib apabila ketinggalan salah satu dari rukun haji, maka haji kita pun batal secara maknawi.
Demikian, semoga penjelasan tentang Haji Mab(r)ur yang sedikit ini bermanfaat untuk paramaos, dan menjadikan kita haji yang mabrur, bukan mabur. []
*) Khairul A. El Maliky, novelis, peracik kopi, suka menulis cerpen.