NEWS DIMADURA, SUMENEP – Misteri seputar sosok event organizer (EO) yang diduga memborong ratusan acara pada Calender of Event Sumenep 2024 akhirnya terungkap. Setelah lama menjadi teka-teki publik, identitas EO tersebut memunculkan gelombang kekecewaan, khususnya karena bahwa EO tersebut merupakan Tenaga Ahli (TA) Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo di bidang pariwisata dan lingkungan.
Pernyataan ini dikonfirmasi langsung oleh Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Sumenep, Mohammad Iksan. Dalam wawancaranya, Iksan menyebutkan bahwa Sugeng Hariyadi adalah EO yang terlibat dalam acara besar ‘Madura Culture Fest 2’ yang mencakup rangkaian acara seperti ‘Madura Night Vaganza’.
“Iya betul (EO Madura Culture Fest 2 itu adalah Sugeng Hariyadi, red), dia itu TA Bupati bidang pariwisata dan lingkungan,” ungkap Kadisbudparpora Mohamad Iksan kepada wartawan via saluran WhatsApp, Jumat (06/9/2024).
Kadis Mohamad Iksan menegaskan, proses pemilihan EO untuk 100 rentetan Event Sumenep 2024 dilakukan berdasarkan keputusan Bupati Fauzi. “Kalau masalah EO itu sesuai petunjuk beliau,” ungkapnya mengakhiri keterangan.
Informasi mengenai Sugeng Haryadi yang menjabat sebagai TA Bupati Sumenep diperkuat oleh sejumlah pemberitaan media daring. Sugeng telah diangkat menjadi Tenaga Ahli Bupati Sumenep sejak Desember 2023.
“Sugeng diangkat sebagai tenaga ahli bupati di bidang Pariwisata dan Promosi Kabupaten Sumenep, sejak tanggal 29 Desember 2023,” sebut Aminullah, seorang warga Sumenep, sebagaimana dilansir Indonesia Pos, Minggu (15/9/2024).
Sugeng sapaan akrabnya, merupakan pria lulusan SMAN 1 Sumenep, sarjana teknik sipil di Institut Teknologi Malang angkatan tahun 1996, dan pernah menjabat sebagai komisioner Baznas Sumenep sejak tahun 2017 hingga 2022.
Diberitakan sebelumnya, Calender of Event Sumenep 2024 menuai kontroversi karena seluruh acara bergengsi dari 100 event tersebut diduga dimonopoli oleh seorang Sugeng.
Hal ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumenep, Wahyudi, yang mengungkapkan kekhawatirannya terkait monopoli dalam pemilihan EO.
“Kami sangat menyayangkan kebijakan ini, terlihat seperti ada monopoli yang jelas mencederai tagline ‘Bismillah Melayani’,” ujar Wahyu kepada media ini, Sabtu (07/9/2024).
Menurutnya, tagline kepemimpinan Bupati Fauzi ‘Bismillah Melayani’ seharusnya menjadi pedoman untuk melayani seluruh masyarakat dengan adil dan transparan.
“Kalau satu EO saja yang terpilih, bagaimana dengan kesempatan yang lain? Ini merusak prinsip keadilan,” tegas Wahnyu menambahkan.
Kritik ini mencuat di tengah kekhawatiran bahwa banyak EO lokal yang memiliki kapasitas tak kalah mumpuni tetapi tidak mendapatkan peluang yang sama. Banyak pihak berharap agar proses seleksi EO bisa lebih terbuka dan adil demi keberlangsungan industri kreatif di Sumenep.
“Ada banyak EO lokal yang juga punya kemampuan mumpuni, kenapa mereka tak diberi kesempatan yang sama?” pungkas Wahyu.
Sebelumnya, saat menyampaikan sambutan pada Raker SMSI 2025, Senin (9/9/2024), Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo, secara tersirat sempat menyinggung hal di atas.
Bang Uji, akrab disapa, menganggap hal di atas sebagai bagian dari kritik konstruktif media terhadap kebijakan pemerintah yang bisa dijadikan bahan evaluasi untuk setiap kebijakannya. “Bahwa sebenarnya, kebijakan itu merupakan bagian dari cerita, cerita dalam sudut pandang yang berbeda,” katanya.
Bahwa seorang pemimpin, lanjut Bupati menjelskan, harus memiliki sudut pandang yang luas dalam setiap menentukan kebijakan. Sementara media, bisa melihat dari sudut manapun yang mereka miliki. Bahwa media, kata Bupati, sah-sah saja menyampaikan kritik atas kebijakan yang ia putuskan.
“Kebijakan pemerintah itu bisa ditulis dari berbagai sisi. Dari sisi kanan, sisi kiri, sisi depan dan sisi belakang juga bisa. Jadi setiap apapun bisa dilihat dari sudut apapun dan manapun, itu adalah bagian dari proses pembangunan,” ujarnya.
Bupati Fauzi mengibaratkan awak media seperti seorang penonton yang ada di tribun. “Wartawan itu ibarat seorang penonton di tribun. Nah, pemain sepak bola, jika mainnya tidak enak, pasti akan dimarah-marahin, manajer-manajernya juga bahkan dimarah-marahin. Itu juga saya alami, dulu saya kan pernah jadi manajer sepak bola,” pungkas Bupati Achmad Fauzi.***