Jejak Tersurat di Bumi Madegan, Menggali Sejarah Sampang Lewat Prasasti dan Naskah Kuno
Oleh: sejarawan Madura, Tadjul Arifien R
SAMPANG, dimadura.id – Di balik nama Sampang yang kini dikenal sebagai salah satu daerah di Madura dengan kekayaan budaya dan tradisi tersimpan jejak sejarah yang jauh lebih tua daripada yang banyak diketahui.
Dari lembaran naskah kuno hingga prasasti batu yang memuat Candra Sangkala, setiap artefak menjadi saksi bisu perjalanan panjang peradaban Sampang sejak masa awal pembentukannya.
Penelusuran ini membuka kembali tabir masa silam sebuah upaya menggali akar sejarah yang menegaskan identitas Sampang di panggung sejarah Nusantara.
Nama Sampang pertama kali muncul dalam percaturan sejarah ketika berdirinya sebuah pemerintahan desa di Madegan Sampang yang dipimpin oleh seorang kamituwo bernama Lembu Petteng. Pemerintahan desa yang pada masa itu lebih tepat disebut sebagai kademangan ini terus berjalan dan mengalami beberapa kali pergantian kamituwo seiring perjalanan waktu.
Sejarah kuno Sampang diketahui melalui keberadaan beberapa prasasti yang memuat Candra Sangkala, yaitu representasi simbolik dari tahun Saka dalam bentuk kata-kata Jawi kuno.
Dalam ilmu sejarah, Surya Sangkala atau Candra Sangkala dipahami sebagai ekspresi visual dan linguistik yang mengandung susunan angka tertentu sebuah cara khas masyarakat masa lampau dalam menandai waktu dan peristiwa penting.
Untuk menelusuri situs-situs sejarah semacam itu, diperlukan pelacakan terhadap naskah-naskah kuno yang berfungsi sebagai penunjang data historis.
Dalam penulisan sejarah, para sejarawan berupaya memahami masa lalu dengan metode yang sistematis dan ilmiah, menghindari pendekatan yang bersandar pada legenda atau ideologi tertentu. Tujuannya adalah menghadirkan gambaran yang akurat dan objektif mengenai perjalanan peristiwa masa lampau.
Pada dasarnya, penyusun sejarah dituntut untuk memahami berbagai ilmu penunjang, seperti sejarah, genealogi, filologi, arkeologi, antropologi, dan sastra. Pemahaman lintas disiplin ini penting agar tulisan sejarah tidak terjebak dalam analisis yang menyimpang dari konteks utama.
Sebagai acuan penulisan sejarah, sumber-sumber klasik yang sering digunakan meliputi beragam naskah kuno di antaranya, prasasti, kakawin, kidung, manuskrip, dan serat babad.
Melalui naskah-naskah tersebut, para peneliti berupaya merangkai kembali kisah masa silam Sampang sebuah daerah yang tak hanya kaya akan budaya, tetapi juga menyimpan lapisan sejarah yang menunggu untuk terus diungkap.
Menelusuri naskah kuno bukan sekadar membaca teks yang berdebu di lemari tua, tetapi sebuah perjalanan batin untuk memahami jati diri daerah dan bangsa. Dari prasasti hingga serat babad, setiap huruf dan simbol adalah serpihan ingatan kolektif yang membentuk wajah sejarah Sampang.
Upaya menghidupkan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan tersebut bukan hanya tugas para sejarawan, melainkan tanggung jawab bersama untuk menjaga warisan intelektual leluhur. Sebab, sejarah yang terlupakan ibarat akar yang tercabut dari tanahnya menyisakan pohon tanpa penopang.
Melalui penelusuran naskah-naskah kuno ini, Sampang diharapkan mampu menegaskan kembali identitas sejarahnya di tengah arus modernitas. Di sanalah masa lalu berbicara kepada masa kini, mengajarkan bahwa peradaban yang kuat selalu bertumpu pada kemampuan mengenali asal-usulnya.***
Follow akun TikTok dimadura.id untuk update video berita terbaru.
Follow