dimadura
Beranda Okara Kolom Kopdes dan Kopyor

Kopdes dan Kopyor

Gambar Ilustrasi Kolom Mazdon “Kopdes dan Kopyor” (Doc. Dimadura)

Cropped Cropped Dimadura Logo2 1 150X150 1OKARA, DIMADURA – Kopyor. Lihat agak jauh, putih berbelah. Menggoda, tapi mudah hancur. Kadang manis, kadang hambar. Kopdes Merah Putih bisa jadi kayak kopyor. Sempurna di lelembar sertifikat, sementara belahannya, kosong.

Kita masih ingat, kan! Pada 14 Mei 2025, AKD ganti baju jadi PKDI. Kades Pinggirpapas, Abdul Hayat (H.Obet) terpilih pimpin PKDI Sumenep. Nama baru. Organisasi baru. Harapan juga baru. Tapi nama saja tak cukup.

Pemerintah bilang, 334 Kopdes sudah terbentuk. Satu per desa/kelurahan. Legalisasi tuntas. Angka yang bagus di laporan. Bisa seksi disampaikan saat pidato.

Di lapangan, sebagaimana banyak diberitakan media lokal, banyak Kopdes masih kopyor. Belum hidup, banyak yang menunggu. Ada yang baru tanda tangan, belum ke buku kas. Ada yang belum punya modal. Ada yang masih nunggu stampel notaris di meja.

DPMD, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa adalah pemegang obor eksekusi. Dari presiden lewat bupati, mereka terima titah itu dengan sambut bahagia.

Ya, merekalah yang memayungi proses. Mereka yang turun ke Musdesus. Mengawasi dan, membina. Namun, jika hanya menandai checklist, Kopdes akan ambruk sebagai proyek administratif. Jika DPMD turun, PKDI gerak, Kopdes punya kesempatan hidup.

Kepala desa? Dia ujung tombak; yang pilih pengurus; yang buka akses modal desa; yang menentukan, apakah Kopdes berhasil jadi alat ekonomi, atau malah jadi tempat bagi-bagi.

Kepala desa mesti berani pilih orang kompeten, tidak harus orang dekat. Kalau tidak, Kopdes bisa penuh nepotisme. Alih-alih masa depan masyarakat cerah, malah jadi masa lalu yang sama.

Bagaimana dengan fungsi DPRD? Ya, wakil rakyat. Mereka punya tugas kontrol dan pengawasan. Di tingkat daerah, dimana-mana, dewan terbagi dalam komisi. Komisi A urus pemerintahan, Komisi B urus ekonomi-keuangan, Komisi C urus pembangunan. Mereka yang harus tanya, panggil, dan memaksa laporan.

Sesekali mereka boleh gandeng DPMD, turun ke desa. Tidak baik hanya foto bersama waktu pperesmian. Sebab, jika komisi-komisi itu tidur, maka akta-akta koperasi hanya akan menjadi hiasan di meja saja.

Ada ritual pembentukan. Musyawarah desa khusus. Berita acara ditandatangani. Notaris memproses. Itu penting. Tapi itu hanya tahap awal. Akhirnya, yang menentukan adalah apakah ada modal kerja, pasar untuk produk, dan pengurus yang paham buku tabungan dan risk management. Tanpa itu, Kopdes hanya akan layaknya kopyor. Cantik, tapi gampang remuk.

PKDI tidak boleh jadi sekadar payung seremonial kepala desa. PKDI harus jadi alat kontrol kolektif kepala desa. Mengawasi rekam jejak pengurus Kopdes. Mendorong pelatihan. Menekan agar dana bergulir tidak berubah jadi dana menguap. Pergantian nama AKD ke PKDI tidak seperti mengganti spanduk.

DPMD boleh puas mengesahkan akta. Tapi setelah itu, harus lanjut bentuk tim pendamping, audit berkala, dan mekanisme pembinaan. Bukan laporan satu halaman yang terlihat bagus di layar rapat. Bukan slide yang berkilau di acara puncak.

Kepala desa tidak boleh lagi menjadi tanda tangan semata. Kalau kepala desa ingin dikenang, jadilah kepala desa yang memilih pengurus kompeten; yang mendesain pasar lokal; yang memastikan produk tani dan hasil laut punya jalur ke pembeli. Kepala desa yang baik membuat Kopdes hidup, bukan mati perlahan.

DPRD harus bertanya keras. Komisi A harus cek regulasi. Komisi B harus audit aliran dana. Komisi C harus melihat apakah Kopdes terintegrasi ke pembangunan desa. Panggil DPMD. Panggil dinas koperasi. Panggil kepala desa. Buka data. Publikasikan hasil pemeriksaan. Jika perlu, buat panitia khusus. Pengawasan bukan melulu kunjungan foto; pengawasan adalah tugas yang menuntut hasil.

Pilihan sederhana. Biarkan 334 akta itu menjadi koleksi kopyor di lemari. Atau, isi mereka dengan daging kerja nyata. Modal bergulir transparan, pelatihan pengurus, pasar untuk produk, hubungannya jelas dengan BUMDes. Pilihannya tidak rumit. Eksekusinya yang berat.

Tapi, bapak-bapak.. tuan-tuan, bukankah batu itu harus ditabrak. Birokrasi tidak baik senang akta. Kepentingan lokal jangan nutup akses. Legislator dilarang selalu sibuk urus kursi.

Jika tak ada yang berani nabrak, Kopdes akan tetap jadi kopyor Merah Putih. Indah di luar, kosong di dalam.

Salamun ‘alaina wa ‘alaikum!


Mazdon | Pemred Dimadura.idMazdon | Pemred dimadura.id. Suka membaca keadaan. Kadang sedikit usil. Hobi main catur dan tenis meja.

Follow akun TikTok dimadura.id untuk update video berita terbaru.

Follow
Komentar
Bagikan:

Konten Iklan