TomangSumenep

Keluarga Korban Ungkap Fakta, Tumit Bayi Hitam Lebam, Plt Kadinkes Sumenep: “Saya masih di luar kota”

Avatar of dimadura
623
×

Keluarga Korban Ungkap Fakta, Tumit Bayi Hitam Lebam, Plt Kadinkes Sumenep: “Saya masih di luar kota”

Sebarkan artikel ini
Foto Ilustrasi Bayi Meninggal Usai Diskrining Istimewa
Foto Ilustrasi Bayi Meninggal Usai Diskrining (Istimewa)

Logo DimaduraNEWS, SUMENEP – Kasus dugaan malpraktek oleh oknum bidan Puskesmas Batang-batang, Sumenep masih terus berguling. Terbaru, keluarga korban mengungkap fakta berupa bukti foto dan video yang memotret kondisi bayi usai diskrining.

Bekas biru lebam di tumit si bayi dan kondisinya yang terus-terusan menangis usai diskrining itu jadi alasan mengapa keluarga korban menduga kuat terjadi malpraktek di Puskesmas Batang-batang.

KONTEN PROMOSI | SCROLL ...
Pasang iklan bisnis dimadura
PASANG BANNER, HUBUNGI KAMI: 082333811209

“Sepulang dari Puskesmas, pada malam harinya itu si bayi nangis terus, kakinya diangkat-angkat, sampai nggak tega saya,” jelas paman korban, Anwar, Jumat (24/11).

“Kita punya bukti mas, bekas suntikan atau pengambilan darah oleh pihak puskesmas di kaki si bayi ini berwarna hitam, dikelilingi warna biru lebam,” sebutnya menjelaskan.

Paman korban curiga alat skrining yang digunakan pihak Puskesmas Batang-batang adalah alat bekas pakai yang tidak higienis.

“Kita curiga alat skriningnya bisa jadi itu bekas, atau ada error di cara pengambilan darahnya,” terkanya.

Sebelumnya, Kapuskesmas dr Fatimatus Insoniyah mengatakan bahwa alat skrining yang digunakan ia peroleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sumenep.

“Alat SHK-nya itu adalah sekali pakek, langsung dibuang, dan itu kita dapatnya dari Dinas Kesehatan,” katanya, Selasa (21/11).

Menanggapi hal itu, Plt Kadinkes Sumenep Agustiono Sulasno mengatakan, program skrining hipotiroid kongenital (SHK) merupakan program pemerintah sesuai Surat Edaran (SE) dari Kemenkes RI tahun 2022.

Tujuan SHK adalah untuk mendeteksi awal terjadinya kasus-kasus yang disebabkan gangguan tiroid pada bayi.

“Apabila ditemukan dari awal maka bisa dicegah. Waktu pengambilan darah untuk bayi adalah antara 48 sampai dengan 72 jam sesudah bayi tersebut lahir,” jelasnya.

Pengambilan darah dilakukan di tumit dan bisa diambil oleh nakes yang sudah dilatih, baik bidan atau perawat.

Ia mengaku pihaknya sudah lukus ke Puskesmas Batang-batang dalam rangka meminta klarifikasi. Ia juga mengaku sudah berkoordinasi dengan forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) soal kasus ini.

Tidak disampaikan apa hasil klarifikasi dan koordinasinya dengan Forkopimda Sumenep. Agus hanya mengatakan, bahwa dalam waktu dekat, pihaknya akan bertamu ke rumah orang tua korban untuk berbela sungkawa sekaligus silaturrahim.

“Untuk keluarga korban, dalam waktu dekat akan diilakukan, untuk berbela sungkawa dan silaturrahim,” katanya.

Ditanya lebih lanjut soal bekas lebam di kaki bayi, Kadinkes Agus belum bisa memberikan keterangan karena alasan masih ada agenda di luar kota.

“Saya masih di luar kota mas, ada tugas ke kantor Dinas Kesehatan di Garut (Jawa Barat, red),” ucapnya.

Plt Kadinkes Sumenep Agustiono Sulasno (kanan), saat kunjungan kerja ke Kabupaten Garut Jawa Barat (Foto Agustiono Sulasno for DimaduraID)
Plt Kadinkes Sumenep Agustiono Sulasno (kanan), saat kunjungan kerja ke Kabupaten Garut Jawa Barat (Foto: Agustiono Sulasno/doc. DimaduraID)

Diberitakan sebelumnya, Kepala Puskesmas (Kapuskesmas) Batang-batang, dr Fatimatus Insoniyah menyampaikan hasil klarifikasinya dengan bidan yang melakukan SHK, bahwa menurutya pengambilan gula darah pada si bayi hanya ditusuk sedikit dan tidak memiliki efek samping.

“Apalagi sampai menimbulkan panas dan sesak, mungkin kapan-kapan bisa lihat kami cara melakukan SHK itu,” terangnya kepada media ini, Selasa (21/11).

Kapuskesmas Insoniyah mengaku pihaknya telah melaksanakan tugas sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang ada.

“Kami sudah bekerja sesuai prosedur, identitas petugas kesehatan yang bertugas juga sudah memenuhi prosedur,” katanya.

“Ya bidan senior, dia juga sudah lengkap, punya FPF, punya SIP, punya pendelegasian wewenang klinis juga sudah punya, pengambil sampelnya untuk SHK juga sudah betul,” akunya.

Lebih jelas ia meminta agar para pewarta bertanya langsung ke pihak Rumah Sakit Islam (RSI) Kalianget karena sebelum meninggal, korban sempat dirujuk ke rumah sakit itu.

“Itu kan sempat dirujuk ke RSI Kalianget, saya juga sudah konfirmasi ke dokter yang di sana, jadi kematian bayinya bukan karena itu (SHK, red). Itu ada infeksi, pneumonia, tapi sebaiknya kan tanyakan langsung ke dokter yang di RSI Kalianget,” katanya

Humas RSI Kalianget, dr Yanti membantah pernyataan Kapuskesmas Batang-batang bahwa penyebab kematian si bayi adalah karena infeksi atau pneumonia.

“Itu bukan dokter spesialis dari RSI yang menangani, walaupun sempat dibawa ke sini, tapi yang tahu itu dokter yang merawatnya, mas. Kita belum ketemu dengan dokternya, kita hanya tahu alurnya saja,” ungkap dr Yanti.

Setelah dari RSI, sambung dia, bayi tersebut memang sempat disarankan agar dirujuk ke salah satu rumah sakit di Kabupaten Sampang karena menurutnya RSI tidak memiliki alat untuk mendeteksi penyakit si bayi.

“Karena memang kami tidak memiliki alat untuk penanganan lebih lanjut, sehingga kami menyarankan untuk dirujuk ke Sampang,” tukasnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *