NEWS DIMADURA, NASIONAL – Kisruh konflik internal yang melanda Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) semakin meruncing dengan keputusan Dewan Pers yang mencabut izin pengadaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI dan meminta organisasi tersebut untuk segera meninggalkan Gedung Dewan Pers.
Keputusan tersebut diambil setelah beberapa rapat pleno, termasuk pertemuan antara Dewan Pers dan pihak PWI Pusat pada 17 September 2024. Dalam rapat ini, Dewan Pers menilai konflik internal PWI perlu segera diselesaikan agar tidak mengganggu operasional organisasi.
Keputusan Dewan Pers ini diumumkan melalui Rapat Pleno ke-42 pada 29 September 2024. “Mulai 1 Oktober 2024, penggunaan Gedung Dewan Pers lantai 4 di Jalan Kebon Sirih nomor 32-34, Jakarta, oleh PWI akan dihentikan hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian,” jelas Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, sebagaimana dilansir Jaringan Media Nusantara, Selasa 1 Oktober 2024.
Dewan Pers juga menegaskan bahwa mereka akan bersikap netral dalam menangani dualisme kepengurusan antara Ketua Umum PWI Hendry Ch Bangun dan Sasongko Tedjo, yang sama-sama diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM dalam satu surat keputusan.
Lebih lanjut, izin UKW yang selama ini diadakan oleh PWI juga resmi dicabut. “Dewan Pers memutuskan untuk tidak memberikan izin kepada Lembaga Uji Kompetensi Wartawan PWI dalam melaksanakan uji kompetensi, baik secara mandiri maupun dengan fasilitasi Dewan Pers,” tambah Ninik Rahayu.
Keputusan tersebut diambil sebagai langkah tegas untuk menjaga integritas pelaksanaan UKW yang selama ini dinilai menjadi bagian dari konflik kepengurusan di tubuh PWI.
Tak hanya itu, Dewan Pers juga meminta kedua kubu PWI untuk menyepakati perwakilan mereka dalam Badan Penyelenggara Pemilihan Anggota (BPPA) Dewan Pers. Apabila kesepakatan tidak tercapai, Dewan Pers akan menganggap PWI tidak menggunakan haknya dalam pemilihan anggota Dewan Pers ke depan.
Konflik di Internal PWI: Skorsing dan Pengunduran Diri
Kisruh di tubuh PWI sejatinya sudah lama bergulir, terutama terkait dugaan penyalahgunaan dana sponsorship dari Forum Humas BUMN untuk penyelenggaraan UKW.
Dewan Kehormatan (DK) PWI, yang dipimpin Sasongko Tedjo, telah menjatuhkan sanksi kepada sejumlah pengurus harian, termasuk Ketua Umum Hendry Ch Bangun, Sekretaris Jenderal Sayid Iskandarsyah, Wakil Bendahara Umum M. Ihsan, dan Direktur UMKM Syarif Hidayatullah.
“Dewan Kehormatan PWI menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada empat pengurus harian. Mereka juga diminta mengembalikan uang sebesar Rp 1,77 miliar ke kas organisasi selambat-lambatnya 30 hari,” kata Sasongko dalam pernyataan resminya, sebagaimana dilansir Investortrust, Selasa 25 Juni 2024.
Hingga akhir Mei 2024, sebagian dana sudah dikembalikan, dengan jumlah Rp 1,08 miliar, sementara sisanya masih dalam proses pengembalian.
DK PWI juga menjatuhkan skorsing selama setahun kepada Sayid Iskandarsyah yang dinilai tidak patuh terhadap keputusan Dewan Kehormatan. “Konsekuensinya, dia gugur sebagai pengurus PWI dan tidak boleh lagi menandatangani surat-surat atau dokumen PWI,” jelas anggota DK Asro Kamal Rokan, masih dikutip dari Investortrust.
Langkah tegas DK ini diambil dengan harapan dapat memulihkan integritas organisasi yang terguncang oleh dugaan penyalahgunaan dana.
M. Ihsan, salah satu pengurus yang terlibat, memilih mundur dari jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab moral. “Ini adalah tanggung jawab moral dan etik saya untuk menghormati keputusan Dewan Kehormatan,” ungkap Ihsan saat mengajukan pengunduran dirinya.
Hendry Ch Bangun Melawan
Di tengah tekanan yang semakin besar, Ketua Umum PWI, Hendry Ch Bangun, justru mengecam keras keputusan Dewan Kehormatan. Menurutnya, keputusan tersebut tidak sah dan melampaui kewenangan yang seharusnya dimiliki DK.
“Keputusan ini bukan hasil rapat resmi Dewan Kehormatan. Lima anggota DK bahkan tidak mengetahui keputusan ini,” ujar Hendry dalam konferensi pers di Kantor PWI Pusat, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, sebagaimana dilansir RRI, Selasa 16 Juni 2024.
Hendry juga mempertanyakan keabsahan surat pemberhentiannya dan menyebut tindakan Sasongko Tedjo sebagai pelanggaran hukum.
“Sasongko telah menyalahgunakan kop surat dan cap Dewan Kehormatan tanpa tanda tangan sekretaris yang sah. Ini adalah pelanggaran hukum dengan implikasi pidana,” tegas Hendry.
Pengurus PWI Pusat pun memberikan peringatan pertama dan terakhir kepada Sasongko, dengan ultimatum tiga hari untuk mencabut pernyataannya dan meminta maaf secara terbuka. Jika tidak, Hendry menyatakan siap menempuh jalur hukum.
Selain itu, Hendry menolak permintaan DK PWI untuk menyelenggarakan kongres luar biasa, dengan menyatakan bahwa langkah tersebut hanya bisa diambil jika ada permintaan dari dua pertiga provinsi anggota PWI dan jika ketua umum terbukti merendahkan martabat wartawan.
“Permintaan ini tidak berdasar, dan kami tidak akan tunduk pada desakan yang melanggar aturan organisasi,” ujarnya tegas.
Harapan Penyelesaian Konflik
Dengan berbagai keputusan yang saling bertentangan antara Dewan Pers, Dewan Kehormatan, dan Ketua Umum PWI, nasib PWI ke depan masih terombang-ambing.
Dewan Pers telah menunjukkan sikap netralnya, sementara internal PWI semakin terpecah. “Kami berharap konflik internal ini dapat segera diselesaikan demi menjaga integritas organisasi,” ungkap Ninik Rahayu dalam keterangannya, Selasa 1 Oktober 2024.
Dewan Pers juga berharap bahwa aktivitas PWI, terutama yang terkait dengan uji kompetensi wartawan, tidak akan terganggu akibat konflik ini.
Dengan izin UKW yang telah dicabut, masa depan program kompetensi wartawan PWI berada di ujung tanduk. Sementara itu, konflik di antara para pengurus masih menyisakan ketidakpastian bagi anggota PWI yang tersebar di seluruh Indonesia.***