Marissa Haque: Perjalanan Karier dan Politik yang Menginspirasi
Marissa Grace Haque, yang meninggal dunia dini hari tadi, Rabu tanggal 2 Oktober 2024, adalah salah satu sosok yang dikenal luas di Indonesia sebagai aktris, politisi, serta intelektual. Kariernya melintasi berbagai bidang, dari panggung perfilman hingga dunia politik, dan keberhasilannya meraih Piala Citra serta berkiprah di parlemen menunjukkan betapa berbakat dan berdedikasinya ia.
Pada usia 61 tahun, di tengah-tengah keluarga dan kerabat, Marissa menghembuskan napas terakhirnya. Kepergiannya bertepatan dengan Hari Batik Nasional 2024, yang menambah simbolis perjalanan hidup seorang Marissa Haque.
Namun, di balik ketenarannya, terdapat banyak hal menarik dari kehidupan pribadi Marissa yang jarang diketahui publik, termasuk garis keturunan yang menghubungkannya dengan Madura, khususnya dari Sumenep.
Darah bangsawan Madura mengalir dalam diri Marissa melalui sang ibu, yang berasal dari keturunan Cakraningrat—salah satu keluarga berpengaruh di Madura.
Silsilah Keluarga: Darah Cakraningrat dan Keturunan Sumenep
Marissa lahir di Balikpapan pada 15 Oktober 1962, sebagai anak pertama dari pasangan Allen Haque dan Mieke Soeharijah. Allen Haque, ayah Marissa, memiliki garis keturunan yang beragam, termasuk darah Pakistan dan Belanda-Prancis.
Kakek Marissa dari pihak ayah berasal dari Pakistan, sementara neneknya adalah keturunan Belanda dan Prancis. Namun, yang menarik adalah garis keturunan dari ibunya, Mieke Soeharijah binti Cakraningrat, yang berasal dari Sumenep, Madura.
Nama Cakraningrat di kalangan masyarakat Madura memiliki makna besar, terutama dalam sejarah Madura. Keluarga Cakraningrat merupakan keluarga bangsawan yang telah lama mengakar di Madura, khususnya Sumenep, yang dikenal sebagai salah satu pusat kekuasaan penting di Pulau Madura.
Meski Allen Haque, ayah Marissa, memiliki nama yang terdengar lebih “internasional” dengan pengaruh Pakistan, Belanda, dan Prancis, justru dari sang ibu, Mieke Soeharijah, Marissa mewarisi garis keturunan dari keluarga Cakraningrat.
Mengapa Ibu Marissa yang Berdarah Sumenep?
Mieke Soeharijah binti Cakraningrat, ibu dari Marissa Haque, adalah keturunan bangsawan Madura, tepatnya dari Sumenep, salah satu kabupaten di bagian timur Pulau Madura.
Sumenep sendiri dikenal dalam sejarah sebagai pusat kekuasaan dan kebudayaan Madura, serta seringkali menjadi episentrum bagi pengaruh kerajaan-kerajaan di Jawa Timur. Nama Cakraningrat telah lama dikaitkan dengan penguasa lokal di Madura, termasuk dalam keluarga Marissa.
Dalam struktur sosial Madura, keluarga Cakraningrat memiliki peran penting, dan garis keturunan ini diwariskan melalui Mieke Soeharijah kepada Marissa.
Mungkin sedikit membingungkan mengapa justru ibunya, bukan ayahnya, yang mewarisi garis keturunan dari Sumenep. Ini bisa jadi karena dalam budaya Madura, perempuan juga memainkan peran penting dalam meneruskan garis keturunan.
Meskipun Allen Haque memiliki darah Pakistan-Belanda-Prancis, identitas Madura dan Cakraningrat tetap kuat dalam keluarga Marissa melalui ibu dan neneknya.
Karier Seni dan Politik Marissa yang Cemerlang
Marissa memulai kariernya di dunia seni pada tahun 1980 ketika ia berperan dalam film “Kembang Semusim.”
Perannya dalam film tersebut membuka pintu bagi karier panjangnya di dunia perfilman Indonesia, termasuk peran-peran penting dalam film seperti “Tinggal Landas Buat Kekasih” (1984) yang membuatnya memenangkan Piala Citra untuk kategori Aktris Pendukung Terbaik.
Namun, perjalanan kariernya tidak berhenti di dunia hiburan. Marissa juga terjun ke dunia politik pada tahun 2004, ketika ia terpilih menjadi anggota DPR RI dari PDI-Perjuangan.
Karier politiknya mengalami beberapa pergeseran ketika ia pindah partai, mulai dari PPP hingga PAN, di mana ia mengakhiri karier politiknya pada 2024.
Sepanjang perjalanan politiknya, Marissa dikenal sebagai sosok yang tegas dan idealis, meskipun terkadang harus menghadapi berbagai kontroversi dan permasalahan.
Kisah Cintanya dengan Ikang Fawzi
Marissa menikah dengan Ikang Fawzi, seorang musisi dan aktor terkenal, pada 3 Juli 1986. Pasangan ini menjadi salah satu pasangan selebriti yang paling disorot dan menjadi simbol kekuatan cinta di dunia hiburan.
Pertemuan mereka di lokasi syuting film “Tinggal Landas Buat Kekasih” menjadi awal dari perjalanan cinta mereka yang terus bertahan hingga Marissa meninggal dunia.
Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak perempuan, Isabella Muliawati Fawzi dan Chikita Fawzi. Kedua anak mereka juga mengikuti jejak orang tua mereka di dunia hiburan, meski dengan pendekatan yang berbeda. Isabella lebih dikenal sebagai musisi dan penulis lagu, sementara Chikita terjun sebagai animator dan ilustrator.
Kematian yang Simbolis di Hari Batik Nasional
Kabar duka mengenai meninggalnya Marissa Haque pada 2 Oktober 2024 mengejutkan banyak pihak. Hari tersebut juga merupakan Hari Batik Nasional, sebuah hari yang memiliki makna penting bagi masyarakat Indonesia.
Wafatnya Marissa pada hari tersebut seolah memberikan simbol yang mendalam tentang bagaimana ia, sebagai sosok yang membela budaya Indonesia, berpulang di hari yang merayakan salah satu warisan budaya terbesar bangsa ini.
Banyak rekan dan penggemarnya yang menyampaikan rasa duka melalui media sosial, mengingat jasa-jasa Marissa dalam dunia seni, politik, dan pendidikan.
Suaminya, Ikang Fawzi, dan kedua anaknya juga memberikan pernyataan resmi yang menyampaikan bahwa Marissa meninggal dengan tenang di rumah mereka di Tangerang Selatan.
Warisan Marissa Haque: Inspirasi Bagi Generasi Muda
Kepergian Marissa meninggalkan warisan yang tidak hanya terasa di dunia hiburan dan politik, tetapi juga di bidang pendidikan.
Ia adalah sosok yang sangat menghargai pendidikan, terbukti dengan berbagai gelar akademis yang berhasil ia raih, termasuk gelar doktor dari Institut Pertanian Bogor dalam bidang studi lingkungan.
Sebagai seorang aktris, politisi, ibu, dan intelektual, Marissa Haque adalah contoh nyata bahwa seorang perempuan bisa meraih kesuksesan di berbagai bidang tanpa harus mengorbankan integritas dan nilai-nilai yang dianutnya.
Kehidupan pribadinya yang selalu dekat dengan keluarga, terutama dengan suaminya Ikang Fawzi dan anak-anaknya, juga menjadi teladan bagi banyak keluarga di Indonesia.
Kini, Marissa telah berpulang, tetapi kisah hidupnya akan terus dikenang dan menjadi inspirasi bagi generasi muda, terutama perempuan, yang ingin berkarya di berbagai bidang tanpa harus takut melangkah.
Warisan budaya, politik, dan akademis yang ditinggalkannya akan terus hidup di hati mereka yang pernah mengenalnya, baik secara pribadi maupun melalui karya-karyanya di layar lebar dan panggung politik.***