NEWS DIMADURA, SUMENEP – Kasus penyalahgunaan narkoba di Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur menjadi perhatian publik setelah Polres setempat diduga melepas tiga tersangka yang sebelumnya ditangkap terkait peredaran narkoba jenis sabu seberat 15,76 gram. Keputusan ini memicu kontroversi atas prosedur penegakan hukum yang diterapkan.
Tersangka Tidak Ditahan
Pada Kamis (5/12/2024), Polres Sumenep mengumumkan keberhasilan pengungkapan kasus narkoba dengan menangkap tiga tersangka, yaitu ES (33), KA (23), dan BEI (46), seorang anggota DPRD Kabupaten Sumenep.
BEI diketahui merupakan kader PPP dan baru saja dilantik sebagai anggota DPRD Sumenep dari Dapil 1. Ia sempat digotong karena tidak sadarkan diri saat mendengarkan jerat pasal yang dikenakan.
Dalam konferensi pers itu, terlihat hanya BEI yang dihadirkan ke hadapan publik, tidak ada ES dan KA. Berdasarkan hasil penelusuran sejumlah media, hingga Sabtu (7/12/2024), ES dan KA terpantau masih bebas tanpa penahanan.
Kasat Narkoba Polres Sumenep, AKP Anwar Subagyo, menjelaskan bahwa penahanan terhadap keduanya belum dilakukan karena masih dalam tahap analisis.
“Keduanya belum ditahan. Kami masih menganalisis apakah mereka termasuk penyalahguna atau pengguna,” ujar AKP Anwar Subagyo, sebagaimana dilansir News9, Jurnalis Indonesia dan DetikZone, Minggu (8/12/2024).
Kondisi ini memunculkan pertanyaan di kalangan masyarakat, mengingat ES dan KA, kata Plt Kasi Humas AKP Widiarti S, ditangkap dalam keadaan berpesta sabu di rumah MIS pada Rabu (4/12/2024).
Pelepasan Tersangka ‘N’ yang Kontroversial
Banyak yang mempertanyakan alasan hukum di balik keputusan untuk tidak menahan ES dan KA.
Tidak hanya itu, kasus ini juga diwarnai pelepasan seorang tersangka berinisial ‘N’ yang sebelumnya ditangkap bersama AS di Dusun Taroman, Desa Gapurana, pada 13 November 2024 lalu.
Menurut Kasatreskoba AKP Anwar Subagyo, ‘N’ dibebaskan karena kurangnya barang bukti. Anehnya, pelepasan tersebut dilakukan tanpa melalui prosedur asesmen yang semestinya wajib dilakukan.
Di sisi lain, Plt. Kasihumas Polres Sumenep, AKP Widiarti, memberikan keterangan berbeda. Ia menegaskan bahwa ‘N’ direhabilitasi setelah menjalani asesmen dari Badan Narkotika Nasional (BNN).
“Rehabilitasi dilakukan setelah ada asesmen dari Narkoba,” jelas AKP Widiarti kepada wartawan.
Perbedaan keterangan antara dua pejabat Polres ini semakin membingungkan publik.
Tidak adanya kejelasan prosedur hukum menimbulkan spekulasi bahwa penegakan hukum dalam kasus ini diduga berjalan tidak transparan.
Barang Bukti dan Penangkapan BEI
Dalam kasus ini, BEI menjadi perhatian utama karena statusnya sebagai kader PPP yang baru saja dilantik sebagai anggota DPRD Kabupaten Sumenep, sekaligus mantan kepala desa di Kecamatan Talango.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan Kapolres AKBP Noveri Santoso saat Press Conference, penangkapan BEI dilakukan setelah ES dan KA mengaku membeli sabu dari BEI.
Ia menyatakan bahwa penangkapan dilakukan setelah tim Satresnarkoba Polres Sumenep menggeledah rumah BEI di Dusun Baba, Desa Palasa.
Di sana, ditemukan sabu seberat 15,76 gram yang terbagi dalam beberapa pocket plastik klip, mulai dari 2,7 gram hingga 4,38 gram, serta alat hisap sabu.
“Setelah dilakukan interogasi terhadap kedua tersangka, mereka mengaku membeli narkoba tersebut dari BEI. Informasi ini menjadi dasar pengembangan kasus,” jelas Kapolres Henri.
BEI kini mendekam di tahanan Polres Sumenep dengan ancaman hukuman berat berdasarkan Pasal 114 ayat (2) Subsider Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Dengan ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun, selain itu juga pidana denda maksimum Rp10 miliar, ditambah sepertiganya,” tegas AKBP Henri.
Proses Hukum
Pengamat hukum menyoroti ketidakkonsistenan penegakan hukum dalam kasus ini, terutama terkait pelepasan 3 tersangka lain tanpa asesmen dan penahanan yang tidak jelas.
“Ini menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dalam penanganan kasus narkoba. Kepolisian harus bertindak sesuai prosedur hukum untuk menjaga kredibilitasnya,” ujar seorang pengamat hukum yang ingin dirahasiakan namanya.
Masyarakat juga mendesak agar Polres Sumenep memberikan klarifikasi dan menunjukkan komitmen terhadap pemberantasan narkoba.
“Keputusan untuk tidak menahan dua tersangka dan membebaskan ‘N’ tanpa kejelasan prosedur hukum berpotensi merusak kepercayaan publik,” imbuhnya.
Penegakan Hukum
Kasus ini menjadi ujian bagi Polres Sumenep dalam membuktikan komitmen terhadap pemberantasan narkoba. Publik berharap tindakan yang diambil sesuai dengan prosedur hukum dan tidak memihak.
Pelepasan tiga tersangka dalam kasus ini menimbulkan berbagai pertanyaan tentang integritas dan profesionalisme Polres Sumenep.
Transparansi penegakan hukum menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik, terutama dalam kasus narkoba yang berdampak luas terhadap masyarakat.
Semua mata kini tertuju pada langkah Polres Sumenep untuk menuntaskan kasus ini secara transparan dan adil.
Sejauh ini, belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai perbedaan informasi yang disampaikan oleh Kasat Narkoba dan Plt. Kasihumas.
Transparansi dan konsistensi prosedur hukum sangat diperlukan untuk memastikan penanganan kasus berjalan adil dan kredibel.***