Judul : Kepemimpinan Kiai dalam Mengembangkan Budaya Pesantren
Penulis : Dedi Eko Riyadi, M.Pd.I.
Penerbit : PT. Pena Cendekia Pustaka
Tahun Terbit : April 2024
Tebal : vi + 78 halaman
ISBN : 978-623-8237-71-5
Pesantren telah lama menjadi benteng pendidikan Islam dan budaya Nusantara. Namun, keberlanjutannya di tengah derasnya arus modernisasi tidaklah lepas dari peran sentral kiai sebagai pemimpin spiritual dan organisatoris.
Buku “Kepemimpinan Kiai dalam Mengembangkan Budaya Pesantren” karya Dedi Eko Riyadi, Mahasiswa S3 Prodi Studi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya ini, hadir untuk menjelaskan peran vital kiai dalam menjaga nilai-nilai tradisional pesantren sekaligus merespons tuntutan zaman.
Pendekatan Multisitus dan Studi Kasus yang Mendalam
Salah satu kekuatan utama buku ini adalah pendekatan studi multisitus yang menyoroti dua pesantren dengan karakteristik berbeda: Pondok Pesantren Al-Is’af Kalabaan di Sumenep dan Pondok Pesantren Miftahul Huda di Malang.
Kedua pesantren ini dipilih sebagai representasi dari pesantren salafiyah yang tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional di tengah perubahan sosial. Pendekatan ini memberikan perspektif kaya dan mendalam tentang dinamika kepemimpinan kiai di lingkungan yang berbeda.
Di Pesantren Al-Is’af, misalnya, penulis menggambarkan bagaimana kiai memegang kendali penuh dengan gaya kepemimpinan karismatik-paternalistik. Sistem pendidikan yang diterapkan murni menggunakan metode salaf dengan fokus pada pengajaran kitab kuning.
Sementara itu, Pesantren Miftahul Huda menunjukkan pendekatan yang lebih adaptif, dengan tetap menjaga nilai tradisional namun memberikan ruang bagi santri untuk berinteraksi dengan pendidikan formal di luar pesantren.
Gaya dan Strategi Kepemimpinan Kiai
Dedi Eko Riyadi menyoroti bahwa kepemimpinan kiai dalam pesantren mencakup berbagai aspek, mulai dari spiritual hingga administratif. Buku ini mengklasifikasikan gaya kepemimpinan kiai menjadi beberapa model, seperti kepemimpinan karismatik, paternalistik, dan kolektif.
Kepemimpinan karismatik terlihat dominan dalam pesantren salafiyah, di mana kiai menjadi figur sentral yang dihormati tidak hanya oleh santri, tetapi juga oleh masyarakat sekitar. Kharisma ini memungkinkan kiai memobilisasi komunitasnya dalam menjalankan visi pesantren.
Namun, penulis juga mencatat bahwa model kepemimpinan yang terlalu bergantung pada kharisma kiai memiliki kelemahan. Salah satunya adalah risiko stagnasi jika tidak ada regenerasi yang memadai.
Di sisi lain, model kepemimpinan kolektif, yang mulai diterapkan di pesantren-pesantren modern, dinilai lebih demokratis dan adaptif terhadap perubahan.
Strategi kepemimpinan kiai dalam membangun budaya pesantren mencakup beberapa langkah penting. Penulis menekankan pentingnya perumusan visi dan misi pesantren sebagai panduan utama.
Selain itu, kiai harus mampu mengartikulasikan nilai-nilai pesantren dalam kehidupan sehari-hari santri, seperti disiplin, kemandirian, dan semangat ukhuwah Islamiyah.
Budaya Pesantren: Nilai yang Hidup
Bab tentang budaya pesantren menjadi salah satu bagian terkuat dalam buku ini. Dedi menggambarkan budaya pesantren sebagai hasil kristalisasi nilai-nilai agama dan tradisi lokal yang dipraktikkan secara konsisten.
Tradisi seperti shalat berjamaah, pengajian kitab kuning, dan musyawarah bukan sekadar aktivitas rutin, tetapi merupakan cerminan dari nilai-nilai kolektif pesantren.
Penulis juga menguraikan bahwa budaya pesantren tidak statis. Dalam menghadapi tantangan modernisasi, beberapa pesantren mulai membuka diri terhadap inovasi tanpa meninggalkan akar tradisionalnya.
Ini terlihat dari bagaimana pesantren modern mulai mengintegrasikan teknologi dan pendidikan umum dalam kurikulum mereka, tanpa kehilangan identitas keislaman yang kuat.
Kritik dan Refleksi
Meskipun buku ini menyajikan analisis yang kaya, ada beberapa kelemahan yang perlu dicatat. Dengan hanya 78 halaman, pembahasan dalam beberapa bagian terasa kurang mendalam.
Misalnya, topik tentang regenerasi kepemimpinan di pesantren, yang merupakan isu krusial, hanya disinggung secara singkat. Padahal, aspek ini sangat penting mengingat banyak pesantren menghadapi tantangan dalam mencari penerus yang mampu melanjutkan visi kiai pendiri.
Selain itu, meskipun studi kasus yang diangkat cukup mewakili, buku ini dapat lebih kuat jika mencakup lebih banyak pesantren dengan karakteristik berbeda untuk memberikan gambaran yang lebih luas.
Secara keseluruhan, “Kepemimpinan Kiai dalam Mengembangkan Budaya Pesantren” adalah kontribusi penting dalam kajian pendidikan Islam dan kepemimpinan pesantren.
Buku ini tidak hanya relevan bagi kalangan akademisi dan praktisi pendidikan, tetapi juga bagi masyarakat umum yang ingin memahami lebih dalam peran pesantren dalam membentuk karakter bangsa.
Dengan analisis tajam dan pendekatan studi kasus yang kaya, Dedi Eko Riyadi berhasil menunjukkan bahwa kepemimpinan kiai adalah kunci utama dalam menjaga keberlanjutan pesantren di tengah perubahan zaman.***