TomangSumenep

Tinggal di Gubuk Reyot, Dua Nenek Lansia di Sumenep Ini Belum Pernah Dapat Bansos

Avatar of dimadura
426
×

Tinggal di Gubuk Reyot, Dua Nenek Lansia di Sumenep Ini Belum Pernah Dapat Bansos

Sebarkan artikel ini
Dua Nenek Jompo Warga Desa Brakas Daya Kecamatan Guluk-guluk Sumenep (Foto: Zainuddin for DimaduraID)
Dua Nenek Jompo Warga Desa Brakas Daya Kecamatan Guluk-guluk Sumenep (Foto: Zainuddin for DimaduraID)

Logo DimaduraNEWS, SUMENEP – Dua nenek Lansia warga Dusun Brakas Daya, Kecamatan Guluk-guluk, Sumenep, Madura ini mengaku terpaksa harus tinggal di gubuk reyot yang telah nyaris roboh.

Adalah nenek Hotipah (60) dan nenek Putriya (62), keduanya belum pernah tersentuh bantuan sosial (Bansos), baik dari Pemerintah Desa (Pemdes) maupun Pemerintah Kabupaten setempat.

KONTEN PROMOSI | SCROLL ...
Pasang iklan bisnis dimadura
PASANG BANNER, HUBUNGI KAMI: 082333811209

“Belum pernah,” ungkap nenek Hotipah kepada media ini, Minggu (21/4).

Keduanya hanya bisa pasrah hidup di bawah garis kemiskinan. Setiap hari, mau tidak mau hanya bisa tidur di serambi rumahnya mereka, beralaskan tikar seadanya.

“Sejak dulu sampai sekarang kami tidak pernah mendapatkan bantuan, kecuali dari tetangga,” kata nenek Putriya, menegaskan kondisi hidup mereka berdua.

Saat dikunjungi tim liputan dimadura.id, keduanya sedang mengupas kulit kacang tanah hasil uluran tangan warga setempat.

“Untuk makan saja kami dikasih tetangga, kami juga bekerja sebagai buruh tani kalau ada orang menyuruh,” imbuh nenek Putriya.

BACA JUGA: Komisi X DPR dan Kemendikbudristek RI Sepakat RUU Bahasa Daerah Harus Tuntas di Pemerintahan Selanjutnya

Kehidupan mereka sehari-hari harus bergantung pada kebaikan hati warga sekitar. “(Bantuan, red) apapun kita terima,” ucapnya.

Jika tiba musim penghujan, mereka mengaku selalu khawatir gubuk yang ditinggalinya roboh tiba-tiba. Sebab, bagian atap tempat tinggal mereka sudah banyak yang bocor.

“Takut roboh ya nak, terutama saat hujan deras,” nenek Putriya memelas.

Meski hidup dalam keadaan sulit, nenek Hotipah dan nenek Putriya tetap menunjukkan ketabahan yang luar biasa.

Hingga kini, keduanya kadang bekerja sebagai buruh tani, itupun jika ada orang baik yang mengajaknya untuk membantu pekerjaan ladang dengan upah yang minim.

“Kalau (kerja, red) sampai waktu dhuhur itu kita dapat uang Rp 20ribu. Kalau seharian, kita sudah tua begini ya mana mampu nak,” aku nenek Hotipah dengan nada memelas.

Benar keduanya luput dari perhatian pemerintah, tapi semangat nenek Hotipah dan Putriya untuk tetap hidup patut dibanggakan. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *