GARDU BUDAYA, DIMADURA – Sejak sore hari, anak-anak di pelosok pedesaan Sumenep, Madura, Jawa Timur akan sibuk menyusun rencana: rumah mana saja yang akan mereka datangi malam ini? Plastik merah, kuning, besar, biasanya telah disiapkan untuk menampung kue dan uang dari para tetangga.
Bagi mereka, Malam Nisfu Sya’ban adalah perayaan, adalah momen kebersamaan yang dinanti setiap tahun. Malam ini, Kamis malam 13 Februari 2025, kehangatan tradisi itu kembali terasa.

Begitu azan Maghrib berkumandang, mereka bergegas ke musala atau masjid untuk menunaikan salat berjamah dan membaca Surah Yasin tiga kali bersama.
Setelah doa dipanjatkan, mereka pun bergerombol menyusuri gang-gang desa, melangkah dengan semangat yang terpancar di wajah mereka.
Di setiap rumah yang mereka singgahi, para orang dewasa sudah bersiap di serambi. Senyum mengembang saat melihat anak-anak datang dengan riang.
Tangan-tangan kecil itu bersalaman, menerima kue dan lembaran ribuan yang telah disiapkan. “Sapora’an enggi.. (mohon maaf ya),” ucap seorang anak dengan suara lantang.

“Iya, padha-padha. Mandar padha’a esapora ban Se Kobasa (Ya, sama-sama. Semoga kita sama diampuni oleh Yang Mahakuasa),” jawab tuan rumah, sambil menyerahkan kue dan uang dengan penuh keikhlasan.
“Ba’na olle pesse barampa la? (Kamu dapat uang berapa dah?),” celetuk Galih, matanya berbinar.
“Adhu, ya’ tang kressek la ta’ kabuwa’, berra’ tao! (Waduh, ini plastikku dah nggak muat, berat banget tau!),” sahut yang lain, sembari tertawa kecil dan membetulkan letak kue dalam kresek masing-masing.

Bagi para orang tua, momen ini lebih dari sekadar membagikan kue dan uang. Mereka melihatnya sebagai kesempatan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak-anak.
“Bagus.. Bagus.. senga’ pata’at ka reng seppo dhuwa’na ya, patoro’ oca’ ka guruna (Bagus.. Bagus.. ingat harus taat kepada orangtua dan patuhi apa yang diajarkan oleh gurumu,” ucap seorang bapak tua sambil menyodorkan selembar uang.
“Salamet ya, salamet kabbi,” ujar Bu Lek, mendoakan keselamatan bagi mereka di dunia dan akhirat.
Di bawah cahaya lampu-lampu rumah yang temaram, suasana terasa begitu akrab. Anak-anak terus melangkah, mengetuk satu pintu ke pintu lain, membawa kebahagiaan dalam genggaman kecil mereka.
Setelah usai dan pulang ke rumah masing-masing, anak-anak itu langsung salim ke ortu, disambut hangat ibu mereka sambil menghitung jumlah uang dan kue yang mereka dapatkan.
Malam Nisfu Sya’ban di Sumenep, Madura bukan sekadar rutinitas tahunan, melainkan tradisi yang mempererat tali silaturahmi, menghadirkan kehangatan dalam hubungan antarsesama.***