NEWS DIMADURA, SUMENEP – Keluarga korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bersama sejumlah warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Neneng mendatangi Kantor Polres Sumenep pada Selasa (15/10/2024).
Mereka menuntut keadilan atas meninggalnya Neneng Siti (NS), seorang ibu muda berusia 27 tahun, yang diduga tewas akibat penganiayaan oleh suaminya sendiri, AR (28 tahun).
Kematian tragis ini terjadi pada Sabtu (5/10/2024) di Puskesmas Batang-Batang, setelah korban berulang kali mengalami kekerasan dari sang suami.
Insiden ini membuat keluarga korban, terutama ayahnya, Sujoto, merasa sangat terpukul.
Orang tua korban Sujoto, menceritakan bahwa sebelum kejadian, anaknya dijemput secara paksa oleh suaminya dan temannya saat ia sedang bekerja.
“Saya diberi tahu tetangga bahwa anak saya dijemput oleh suaminya. Ketika pulang, saya melihat cucu saya sudah dibawa, dan saya sempat mencoba merebutnya, namun dihalangi oleh temannya,” ungkap Sujoto saat diwawancarai awak media.
Keluarga korban sempat mengupayakan perlindungan bagi NS, namun beberapa hari kemudian, NS kembali dijemput oleh orang suruhan suaminya.
Sujoto mengaku tidak bisa berbuat banyak karena menghormati urusan rumah tangga anaknya. Kini, dengan kematian tragis tersebut, Sujoto menuntut hukuman maksimal untuk AR.
“Hukuman 15 tahun itu tidak cukup. Harus seumur hidup,” tegasnya.
Sementara koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Neneng, Ahmad Hanafi, menyatakan ketidakpercayaannya terhadap motif pembunuhan yang diungkap pelaku, yang menyebut NS menolak berhubungan intim.
Menurut Hanafi, kekerasan yang dialami NS sudah terjadi sejak mereka bertunangan.
Ia juga mengkritik lambannya proses hukum yang ditangani oleh Polres Sumenep, mengingat kasus KDRT ini sudah dilaporkan sejak Juni 2024.
Setelah kematian NS, keluarga korban sempat menghadapi penolakan dari keluarga pelaku saat hendak membawa jenazah untuk dimakamkan.
Keluarga pelaku berdalih bahwa NS meninggal karena disengat lebah, namun keluarga korban merasakan ada yang janggal, hingga akhirnya memutuskan untuk melakukan otopsi.
Setelah hasil otopsi keluar, ternyata benar membuktikan bahwa NS menjadi korban kekerasan.
“Dari pihak keluarga merasa jenazah NS saat itu hendak disembunyikan,” ungkap Hanafi.
Dalam audiensi tersebut, Aliansi Masyarakat Peduli Neneng menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Polres Sumenep.
Mereka mendesak agar kasus ini :
1. Kepolisian dapat membongkar kasus ini sampai tuntas. Terbuka, jelas terang, cepat dan berkeadilan.
2. Kasus ini dikembangkan, ada pemeriksaan pihak-pihak lain yang terlibat. Jika perlu, lakukan penangkapan untuk memudahkan pemeriksaan.
3. Motif pembunuhan didalami, karena kami tidak percaya hasil pengakuan pelaku.
4. Berikan pasal yang berat dan memberatkan terhadap pelaku.
Lebih lanjut Hanfi menyebutkan keluarga korban berharap agar hukuman yang lebih berat dijatuhkan atas tindakan keji tersebut.
Di sisi lain, Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, menjelaskan bahwa pelaku telah mengakui perbuatannya, termasuk menarik selang oksigen dari tubuh korban di Puskesmas Batang-Batang, yang menyebabkan NS sesak nafas dan akhirnya meninggal.
Polisi juga telah mengumpulkan dua alat bukti yang dinilai cukup untuk mempercepat proses hukum.
“Tidak perlu lagi keterangan saksi lain, karena alat buktinya sudah lengkap,” kata AKP Widiarti.
Pelaku AR dijerat Pasal 44 Ayat (3), (2), dan (4) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.***