NEWS DIMADURA, SUMENEP – Tim Sekolah Alam Sumenep menggelar workshop inovatif bertema budidaya maggot dan budikdamber (budidaya ikan dalam ember) untuk siswa-siswi SMA/SMK sederajat, Sabtu 16 November 2024.
Kegiatan yang bertujuan mengubah perspektif siswa tentang pengelolaan sampah ini diadakan di Graha Puspa Matahari SMU Muhammadiyah 1 Sumenep, diikuti oleh enam sekolah, antara lain SMK Al Karimiyyah, MAN Sumenep, SMA Muhammadiyah 1, SMAN 1 Gapura, SMAN 3 Sumenep dan SMK Nurus Shobah.
Sekolah Alam Sumenep merupakan hasil kolaborasi Asa Sociopreneur dan Lazismu Sumenep, didukung oleh Lazismu Pusat melalui program Lazismu Climate Change dengan pilar lingkungan bertema “Sayangi Daratmu.”
Workshop ini menghadirkan Ainur Rahman, atau yang biasa dipanggil Pak Inong, seorang pegiat lingkungan di Kabupaten Sumenep.

Dalam presentasinya, ia mengenalkan budidaya maggot sebagai solusi pengelolaan sampah organik dan budikdamber sebagai upaya budidaya ikan di lahan terbatas, seperti kawasan perumahan yang padat.
“Kami sangat mengapresiasi usaha Sekolah Alam dalam mengenalkan Budidaya Maggot dan Budikdamber kepada siswa-siswi di Kabupaten Sumenep,” kesan Pak Inong.
Ia menjelaskan bahwa budidaya maggot merupakan solusi pengurangan sampah organik dengan cara mengolahnya menjadi bahan bernilai guna, sementara budikdamber memungkinkan masyarakat urban mengelola ikan dengan efisien di ruang sempit (lahan terbatas).
“Harapannya, siswa-siswi setelah mengenal budidaya ini bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga volume sampah organik dapat berkurang,” katanya.
Humas Sekolah Alam Sumenep, Fadel Abi Aufa, menyebut kegiatan ini penting diketuk-tularkan kepada generasi muda untuk memahami isu lingkungan.
“Workshop ini sangat relevan untuk generasi Z agar lebih peduli terhadap pengelolaan sampah organik, yang bila dikelola dengan benar dapat menjadi sumber penghasilan,” ujarnya.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini dilengkapi dengan sesi Focus Group Discussion (FGD), di mana siswa dibagi kelompok untuk merancang ide pengelolaan maggot dan budikdamber. Hasil diskusi dipresentasikan di depan peserta lain.
“Siswa-siswi juga diminta untuk membuat kerangka berfikir di sebuah kertas lalu dipresentasikan di depan peserta lainnya,” jelas Fadel.
Workshop ini, lanjut Fadel, mengajarkan siswa untuk berperan aktif dalam pengelolaan sampah organik sekaligus mengubah masalah lingkungan menjadi peluang produktif.
“Sesi ini penting agar siswa-siswi mampu mengolah informasi dengan aktif dan menerapkannya di lingkungan masing-masing,” imbuhnya.***