TARÈKA, DIMADURA – Peribahasa adalah salah satu bentuk kearifan lokal yang merepresentasikan nilai-nilai kehidupan dalam suatu masyarakat. Salah satu peribahasa Madura yang sarat akan makna filosofis adalah Ja’ Daddi Pe-sapeyan Pappa! yang berarti Jangan meniru sapi-sapian dari pelepah pisang.
Ungkapan ini mengandung peringatan agar seseorang tidak menjadi individu yang mudah diarahkan atau dipermainkan tanpa mempertimbangkan risiko jangka panjang.
Makna Filosofis Pe-sapeyan Pappa
Di Madura, permainan pe-sapeyan pappa adalah mainan tradisional anak-anak yang dibuat dari pelepah pisang.
Seperti namanya, mainan ini berbentuk sapi-sapian dan digunakan anak-anak untuk berpura-pura mengendarai sapi.
Pelepah pisang yang lunak dan fleksibel ini akan mengikuti kemauan anak yang memainkannya, tanpa bisa menolak atau memberikan perlawanan.
Dalam konteks kehidupan sosial, peribahasa ini mengajarkan agar seseorang tidak menjadi pribadi yang hanya menurut tanpa pemahaman atau kesadaran akan konsekuensi dari tindakannya.
Jika seseorang hanya menjadi pengikut tanpa prinsip, ia akan mudah dibuang dan dilupakan begitu saja, seperti pelepah pisang yang layu setelah dipakai bermain.
Peribahasa Serupa dari Nusantara
Bali: Tusing ngalih cicing anggon apang keneh-keneh baange.
- Terjemahan: Jangan seperti anjing yang hanya menunggu perintah tuannya.
- Makna: Seseorang jangan hanya menunggu arahan tanpa berpikir sendiri.
Jawa: Dadi watu, aja dadi watu ketok.
- Terjemahan: Jadilah batu, tapi jangan jadi batu yang hanya terlihat seperti batu.
- Makna: Hendaknya memiliki keteguhan hati yang sebenarnya, bukan hanya tampak kuat di luar tetapi lemah di dalam.
Sunda: Ulah jadi balong tanpa lauk.
- Terjemahan: Jangan menjadi kolam tanpa ikan.
- Makna: Jangan menjadi tempat yang kosong dan tidak bermanfaat, hanya mengikuti arus tanpa memberi nilai lebih.
Sumatera (Minangkabau): Manuruik sakali, mangampiak duo kali.
- Terjemahan: Menurut sekali, diinjak dua kali.
- Makna: Jika seseorang terlalu penurut tanpa perhitungan, maka ia akan semakin diperlakukan seenaknya oleh orang lain.
Sulawesi (Bugis): Narekko teai akkalmu, pi’lakko maneng tu mungkauru.
- Terjemahan: Jika tidak punya akal, maka kamu hanya berjalan di belakang orang lain.
- Makna: Seseorang harus berpikir sendiri dan tidak sekadar mengikuti orang lain tanpa pemahaman.
Papua (Irian Jaya): Inai woto onago, agi otonade.
- Terjemahan: Jangan jadi daun yang diterbangkan angin.
- Makna: Jangan mudah terombang-ambing oleh keadaan atau pengaruh orang lain.
3 Contoh Peribahasa Serupa dari Dunia
Tiongkok: Hēirén bāng qiáng rén tuī lún yǐ xiàng.
- Terjemahan: Orang buta membantu orang kuat mendorong gerobak.
- Makna: Jangan menjadi orang yang membantu tanpa memahami tujuan atau akibatnya.
Jerman: Der Schaf folgt blind dem Hirten.
- Terjemahan: Domba mengikuti gembala secara buta.
- Makna: Orang yang mengikuti tanpa berpikir sendiri akan mudah tersesat.
Arab: Man la ra’yu lahu la hayata lahu.
- Terjemahan: Orang yang tidak punya pendapat sendiri, tidak akan memiliki kehidupan sendiri.
- Makna: Orang yang selalu mengikuti perintah tanpa berpikir sendiri tidak akan memiliki kebebasan sejati.
Peribahasa Ja’ Daddi Pe-sapeyan Pappa memberikan pelajaran penting tentang pentingnya memiliki prinsip dan kesadaran dalam bertindak.
Seseorang yang hanya menurut tanpa memahami arah dan tujuan hidupnya akan mudah dimanfaatkan dan dilupakan begitu saja.
Fenomena ini ternyata tidak hanya ada di Madura, tetapi juga tercermin dalam berbagai kebudayaan di Indonesia dan dunia, menunjukkan bahwa nilai kebijaksanaan ini bersifat universal.
Sebagai individu yang hidup di tengah arus informasi yang deras, memahami filosofi ini dapat menjadi pegangan agar tidak mudah terseret dalam arus tanpa tujuan.
Bijaklah dalam mengambil keputusan, berpikir sebelum bertindak, dan jangan hanya menjadi pe-sapeyan pappa yang mudah dimainkan oleh keadaan atau orang lain.***