NEWS DIMADURA, SUMENEP – Pelaksanaan Restorative Justice (RJ) untuk dua terduga kasus narkoba di Sumenep menuai kontroversi. Perbedaan pendapat antara Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Sumenep dan Kepolisian Resor (Polres) Sumenep semakin memperkeruh kejelasan proses tersebut.
Kepala BNNK Sumenep, Bambang Sutrisno, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan rekomendasi RJ untuk kasus narkoba.
“Perlu saya sampaikan, sesungguhnya kalau BNNK itu tidak ada rekomendasi. BNN itu tidak pernah melakukan RJ, ini sesungguhnya,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Selasa (21/1/2025).
Menurutnya, RJ hanya dapat dilakukan dengan syarat pelaku bukan residivis. “Kalau sudah masuk kategori residivis, tidak bisa direhabilitasi melalui RJ, dan proses hukum harus tetap berjalan,” tegasnya.
Bambang lanjut menjelaskan bahwa proses asesmen dan rehabilitasi bagi pengguna narkoba yang dikelola BNNK tidak dipungut biaya selama kuota tersedia.
Namun, pernyataan ini bertolak belakang dengan keterangan Plt Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti Sutioningtyas.
Ia menyebutkan bahwa RJ untuk dua terduga kasus narkoba yang ditangkap Unit Reskrim Polsek Dungkek didasarkan pada rekomendasi BNNK Sumenep.
“Sudah selesai rekom dari BNN, langsung dibawa ke Gana Pamekasan kalau tersangkanya. Kalau RJ-nya masih proses nunggu gelar perkara,” katanya kepada media ini beberapa waktu lalu.
Selain itu, pihak keluarga tersangka mengaku dimintai uang Rp 3,5 juta untuk biaya asesmen dan Rp 30 juta untuk rehabilitasi. Ketika ditanya soal ini, AKP Widiarti tidak membantah.
“Ya, namanya asesmen itu biaya untuk dirinya sendiri. Rehabilitasi itu mahal, sekitar Rp 17 jutaan untuk kasus sebelumnya,” ujarnya.
Kasus ini semakin mencurigakan karena dua terduga, Rahmat (34) dan Rikno Suyanto (38), menyebut nama Riyanto, seorang yang diduga sebagai bandar narkoba, dalam penyidikan.
Diduga, upaya RJ dan rehabilitasi ini dilakukan untuk meloloskan bandar tersebut dari jeratan hukum.***