BudayaGhardu

Nyarang Ojhân: Tradisi Penangkal Hujan di Madura

Avatar Of Dimadura
385
×

Nyarang Ojhân: Tradisi Penangkal Hujan di Madura

Sebarkan artikel ini
Gambar Ilustrasi Tokang Sarang Pareppa'Na Nyarang Ojan (Doc. Dimadura)
Gambar Ilustrasi Tokang Sarang pareppa'na Nyarang Ojan (Doc. Dimadura)

Cropped Cropped Dimadura Logo2 1 150X150 1Gardu Budaya, DIMADURA – Madura adalah pulau yang tidak hanya terkenal dengan karapan sapi dan garamnya, tetapi juga dengan tradisi budaya yang kaya akan nilai-nilai lokal. Salah satu budaya unik yang hingga kini masih dilakukan adalah nyarang ojhân, tradisi penangkal hujan yang merefleksikan kuatnya rasa persaudaraan masyarakat Madura.

Baca dalam versi Bahasa Madura: Budhaja Nyarang Ojan e Madura, Tatengnger Kowadda Rassa Pabala

KONTEN PROMOSI | SCROLL ...
Harga Booking Di Myze Hotel
Contact Me at: 082333811209

Budaya dan Persaudaraan

Dalam kehidupan orang Madura, nyarang ojhân bukan sekadar ritual penangkal hujan. Lebih dari itu, ini adalah upaya kolektif untuk menjaga keharmonisan acara yang melibatkan banyak pihak, terutama keluarga besar. Ketika salah satu anggota masyarakat akan melaksanakan gawe (disebut ghâbây dalam bahasa Madura), seperti pernikahan, khitanan, atau acara lainnya, mengumpulkan keluarga dan sanak saudara menjadi prioritas utama.

Namun, di tengah kekhawatiran akan hujan yang berpotensi mengganggu jalannya acara, masyarakat Madura memiliki cara-cara unik untuk “mengamankan” hari istimewa tersebut. Tradisi nyarang ojhân menjadi jalan keluar, memadukan spiritualitas, tradisi lokal, dan simbolisme yang kuat.

Ritual Penangkal Hujan

Ritual nyarang ojhân dilakukan dengan berbagai cara, dari yang sederhana hingga yang kompleks. Salah satunya adalah doa bersama, yang merupakan manifestasi dari keyakinan spiritual bahwa Tuhan memegang kendali atas alam. Selain doa, masyarakat juga menggunakan bantuan tokang sarang, atau pawang hujan. Tokang sarang ini dipercaya memiliki kemampuan khusus untuk “menundukkan” hujan melalui berbagai ritual tertentu.

Berbagai peralatan dan metode digunakan dalam ritual ini. Misalnya, keris pusaka yang dianggap mandraguna sering kali digunakan sebagai “perantara” untuk menghentikan hujan. Keris tersebut biasanya diarahkan ke langit, disertai dengan mantra-mantra tertentu.

Selain itu, ada tradisi membakar kemenyan, yang diyakini mampu menciptakan aura tertentu sehingga hujan bisa dialihkan ke tempat lain. Praktik lain yang lebih simbolis adalah menusuk buah cabai dengan lidi sapu hingga menyerupai sate, lalu menancapkannya ke tanah dengan posisi mengarah ke langit. Ritual ini dimaksudkan sebagai bentuk perlawanan terhadap hujan, seolah “mengusir” tetesan air agar tidak jatuh di lokasi acara.

Praktik yang Kontroversial 

Tidak semua praktik dalam nyarang ojhân diterima secara universal. Salah satu metode yang sering memicu perdebatan adalah penggunaan hewan sebagai bagian dari ritual. Misalnya, menaruh kucing ke dalam jurang atau melibatkan hewan lain dianggap sebagai bentuk pengorbanan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai modern dan kesejahteraan hewan.

Di sisi lain, masyarakat lokal sering kali memandang praktik ini sebagai bagian dari tradisi yang sarat makna simbolis. Mereka percaya bahwa tindakan tersebut bukanlah pengorbanan literal, melainkan sebuah simbolisasi dari hubungan manusia dengan alam dan kekuatan spiritual.

Mèyak Ojhân: Membelah Hujan

Salah satu istilah unik yang muncul dalam tradisi ini adalah mèyak ojhân, yang secara harfiah berarti “membelah hujan.” Dalam praktiknya, ini menggambarkan upaya untuk “membagi” hujan sehingga tidak turun di area tertentu. Ritual ini melibatkan berbagai simbol, mulai dari benda pusaka hingga mantra, dan sering kali dilakukan dengan keyakinan penuh bahwa alam akan “nunut.”

Tokang sarang memainkan peran kunci dalam proses ini. Mereka sering kali dianggap memiliki hubungan khusus dengan alam dan mampu membaca tanda-tanda cuaca. Keberadaan mereka menjadi bukti betapa tradisi lokal di Madura masih mempertahankan elemen-elemen spiritual yang sangat kuat.

Warisan Budaya yang Perlu Dilestarikan

Nyarang ojhân adalah salah satu dari sekian banyak tradisi di Madura yang mencerminkan hubungan erat antara budaya, alam, dan spiritualitas. Meskipun beberapa aspek dari tradisi ini mungkin tampak kontroversial atau sulit diterima oleh masyarakat modern, nilai-nilai di baliknya tetap relevan.

Tradisi ini mengajarkan pentingnya solidaritas dan kerja sama dalam masyarakat. Saat melaksanakan ghâbây, bukan hanya sang tuan rumah yang bertanggung jawab atas kesuksesan acara, tetapi juga semua orang yang terlibat. Tradisi ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Madura memandang kebersamaan sebagai elemen utama dalam kehidupan mereka.

Di tengah arus modernisasi, penting untuk menjaga warisan budaya seperti nyarang ojhân. Tradisi ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga cermin dari identitas dan jati diri masyarakat Madura. Dengan menghormati dan melestarikannya, kita turut menjaga kekayaan budaya Indonesia yang begitu beragam.

Budaya nyarang ojhân adalah bukti nyata bahwa masyarakat Madura memiliki cara unik untuk menghadapi tantangan sekaligus memperkuat rasa persaudaraan.

Meski dihiasi dengan berbagai simbolisme dan praktik yang berbeda, tradisi ini mencerminkan harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Dalam setiap ritualnya, terkandung pesan bahwa hubungan antar manusia dan alam harus selalu dijaga, bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk generasi mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *