NEWS DIMADURA, SAMPANG – Rais Aam Syuriah PBNU, KH Miftachul Akhyar, mengungkapkan tiga “pusaka kesaktian” Nahdlatul Ulama (NU) yang menjadi kekuatan jam’iyah (organisasi) dan jamaah (anggota) NU, yaitu kepatuhan penuh (sami’na wa atho’na), prinsip tabayyun (memverifikasi informasi), dan tertib aturan (mematuhi AD/ART).
“Dewasa ini, kebesaran NU tampak lebih pada organisasinya, sementara anggotanya belum merasakan kemajuan ekonomi yang signifikan. Apakah ini berarti NU belum cukup sakti?” ungkap Kiai Miftach, saat menghadiri pelantikan PCNU Sampang untuk periode 2024-2029, Selasa (29/10).
Kiai Miftah menjelaskan pentingnya “Iqra’ bismi Robbik” (Bacalah dengan nama Tuhanmu) yang mencerminkan perpaduan ilmu dan ibadah.
Menurutnya, ilmu tinggi atau gelar akademik tanpa landasan ibadah hanya akan melahirkan sikap egois. “Sedangkan ilmu yang disertai ibadah membawa kebersamaan dan keberkahan,” tuturnya.
KH Miftachul Akhyar juga mencermati kondisi sosial Sampang, yang meskipun mayoritas penduduknya NU, masih menghadapi tantangan kesejahteraan. “NU di sini mendominasi, tapi kenapa masyarakatnya belum makmur? Ini perlu jadi renungan bagi kita semua,” ujarnya.
Ia menegaskan, tiga “pusaka” yang dimiliki NU, yaitu sami’na wa atho’na (patuh pada ulama), tabayyun (verifikasi informasi tentang NU), dan tertib aturan (mematuhi AD/ART), perlu dijaga oleh seluruh anggota agar NU tetap sakti sebagai jam’iyah maupun jamaah.
Khidmat atau pelayanan terhadap NU menurutnya harus terbebas dari perselisihan, dengan tujuan, menjadikan NU sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Lebih lanjut, Kiai Miftah mengingatkan agar NU sebagai organisasi tetap berpegang pada prinsip damai. “Kalau kebenaran ditegakkan dengan perang, itu harus dimaknai sebagai pertahanan diri, bukan aksi. Islam berkembang karena kejujuran, keadilan, dan akhlak, sehingga banyak non-Muslim tertarik,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua PWNU Jawa Timur, KH Abdul Hakim Mahfudz, atau Gus Kikin, turut hadir dalam pelantikan tersebut dan menekankan peran besar NU sejak berdiri pada 1926, dengan misi internasional melalui Komite Hijaz.
Ia menyinggung sekilas tentang sejarah NU yang pada 1937 membangun persatuan melalui “Islam ala Indonesia” yang menaungi 13 organisasi Islam, menciptakan harmoni bagi 95 persen umat Islam di Indonesia.
Gus Kikin juga mengajak PCNU Sampang untuk menciptakan keseimbangan dan harmoni di tengah masyarakat, terutama menjelang Pilkada.
“PCNU Sampang harus mampu menjaga kerukunan dan menjadi penyeimbang agar perbedaan pendapat tetap membawa harmoni bagi masyarakat,” pungkasnya.***