NEWS DIMADURA, SUMENEP – Sebuah penelusuran sejarah yang dilakukan oleh Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Sumenep, Tadjul Arifien R., bersama anggotanya, Moh. Saleh, SH., mengungkap fakta mengejutkan.
Kemarin, Senin tanggal 16 September 2024, mereka menelusuri kompleks makam raja-raja Sumenep di Asta Tinggi, yang terletak di Desa Kebunagung, Kecamatan Kota Sumenep, Madura, Jawa Timur. Di sana, mereka menemukan sebuah asta yang diyakini masyarakat setempat sebagai makam Pangeran Diponegoro.
Meski sejarah arus utama menyebutkan bahwa makam Pangeran Diponegoro berada di Makassar, kepercayaan sebagian masyarakat Sumenep ternyata memiliki pandangan yang berbeda.
“Masyarakat percaya bahwa asta tersebut adalah makam Pangeran Diponegoro, berdasarkan catatan sejarah lokal, yakni tulisan Werdisastra tahun 1914 dan Kartosoedirdjo tahun 1919. Catatan tersebut menyatakan bahwa Pangeran Diponegoro pernah diasingkan ke Sumenep, namun tidak dijelaskan tentang wafatnya,” ungkap Tadjul Arifien R.
Kepercayaan masyarakat ini, tegasnya lebih lanjut, diperkuat dengan adanya cerita tutur yang mengatakan bahwa salah satu putra Pangeran Diponegoro dijadikan menantu oleh Pangeran Suryoamijoyo atau Pangeran Ami dinikahkan dengan putrinya yang bernama Raden Ajeng Ratnadi.
Dijelaskan, makam yang diduga merupakan Asta Pangeran Dipenogoro tersebut berada dalam cungkup berbentuk mushalla, dengan jirat atau pusara berlapis tiga, panjang 2,5 meter. Nisan yang digunakan terbuat dari batu gunung berbentuk balok dengan dimensi yang tidak lazim di Sumenep, lebih mirip dengan nisan khas Jawa Tengah.
“Saya amati, makam ini dominan warna merah ya, nisannya adalah batu gunung berbentuk balok dengan lebar 40 cm tebal 15 cm tinggi 55 cm dan di atasnya ada mahkota bulat,” tuturnya.
Tipologi batu nisan ini, menambah keyakinan masyarakat bahwa makam tersebut adalah milik Pangeran Diponegoro yang bernama lengkap Raden Abdul Hamid Antawirya Pangeran Dipanegara Herucakra Amiril Mukminin Syayyidin Panatagama Senapati ing Alaga Khalifatullah Tanah Jawi.
Tak jauh dari makam tersebut, tutur Tadjul lebih lanjut, terdapat makam kecil yang menurut cerita lokal adalah kuburan kijang, dimana konon, kijang inilah yang selalu setia menemani Pangeran Diponegoro saat berperang.
Namun demikian, hingga saat ini belum ada kepastian apakah asta tersebut benar makam Pangeran Diponegoro atau salah satu keturunannya.
“Benar atau tidak, ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Bisa jadi, asta tersebut adalah makam salah satu putranya. Wallahu a’lam bisshawab,” tukas Tadjul Arifien R.
“Demikian, dan yang perlu diketahui, bahwa selama menyusun buku sejarah, saya tidak saja mengandalkan literatur, pembuktian situs sejarah juga tidak kalah pentingnya. Karena pembuktian secara arkeologis juga sangat dibutuhkan dalam penulisan sejarah,” imbuhnya.
Sebelum menutup keterangan, ia menambahkan bahwa hasil temuan ini tidak untuk membantah hasil penelitian Prof Dr Peter Carey, salah satu dosen Universitas Indonesia yang menyusun buku Profil Pengeran Diponegoro.
“Beliau pernah datang ke rumah saya, ke Sumenep, kami sempat diskusi, dan beliau ngasih buku tentang Pangeran Diponegoro pada saya, saya ngasih copy 2 buku terkait,” pungkasnya.
Sekadar informasi tambahan, temuan baru situs bersejarah ini belum diakui sebagai Cagar Budaya Kabupaten Sumenep. Penemuan ini membuka peluang bagi para sejarawan dan pihak berwenang untuk melakukan kajian dan penelitian lebih mendalam guna mendapatkan kejelasan mengenai sejarah Pangeran Diponegoro di Sumenep.***