CONGKOP, DIMADURA – Di tengah derasnya arus modernisasi, pelestarian bahasa dan budaya daerah menjadi tantangan yang kian berat. Di Madura, salah satu sosok yang gigih memperjuangkan kelangsungan bahasa dan sastra Madura adalah Tadjul Arifien R. Sebagai pemerhati budaya yang telah lama berkecimpung dalam kajian bahasa, sastra, dan sejarah Madura, ia tak hanya menulis, tetapi juga aktif mengajarkan nilai-nilai budaya kepada generasi muda.
Dalam wawancara ini, Tadjul Arifien berbagi pandangannya tentang kondisi bahasa Madura saat ini, tantangan yang dihadapi dalam pelestariannya, serta langkah-langkah konkret yang telah dan akan ia tempuh. Perbincangan ini menggambarkan bagaimana kecintaannya terhadap budaya lokal bisa menjadi penggerak utama dalam upaya pelestarian.
Di penghujung wawancara, Tadjul Arifien menegaskan bahwa bahasa Madura bukan sekadar alat komunikasi, melainkan juga identitas yang harus dijaga dan diwariskan. Ia berharap generasi muda tidak hanya memahami bahasa dan sastra Madura, tetapi juga menggunakannya dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan segala keterbatasan, Tadjul Arifien tetap optimis bahwa bahasa Madura akan terus hidup, asalkan ada kesadaran kolektif dari masyarakat Madura sendiri. Ia pun berpesan agar kaum muda lebih aktif dalam menggali dan mengembangkan bahasa serta budaya Madura, karena tanpa itu, identitas lokal bisa semakin terpinggirkan.
Berikut ini contoh wawancara jurnalis dimadura.id dengan seorang pemerhati budaya dan bahasa Madura asal Sumenep, Tadjul Arifien R.
Glosarium
- Adhreng, manḍât: aktif, giat
- Apraoncaraghi/apratèla’aghi: mempromosikan
- Atèlas: berkesan
- Maèdher: mengembangkan
- Kapèncot: tertarik, merangsang
- Malanggheng: melestarikan
- Nyongjhung: mendukung
- Paèdherrân: perkembangan
- Pangaregghâ’ân: penghargaan
- Pangalampan: petugas / eksikutif
- Panotor: nara sumber
- Pongpangan: tantangan
- Pènongghul toladhân: tokoh panutan
- Pètanya: wawancara
- Sangghâbhân : respon
- Sarempek: seiring, searah, seimbang