EditorialTomang

Kisah Wartawan di Madura Diancam BTN Gegara Meliput Dugaan Skandal Kredit KPR

Avatar of dimadura
1806
×

Kisah Wartawan di Madura Diancam BTN Gegara Meliput Dugaan Skandal Kredit KPR

Sebarkan artikel ini
Kisah Wartawan Diancam BTN (Ilsutrasi/dokumen dimadura.id)
Kisah Wartawan Diancam BTN (Ilsutrasi/Ist: dokumen dimadura.id)

cropped cropped dimadura logo2 1 150x150 1NEWS DIMADURA – Skandal kredit pemilikan rumah (KPR) yang melibatkan Bank Tabungan Negara (BTN) terus memanas. Sejumlah wartawan di Madura mengaku menerima tekanan dan ancaman dari pihak BTN setelah meliput dugaan manipulasi suku bunga kredit dan surat bodong yang dikaitkan dengan bank milik negara ini.

Ancaman tersebut diduga terkait dengan upaya BTN untuk menekan pemberitaan negatif yang mulai mencuat ke permukaan, seiring dengan semakin banyaknya laporan terkait kinerja buruk bank dalam menangani kredit perumahan.

KONTEN PROMOSI | SCROLL ...
Pasang iklan bisnis dimadura
PASANG BANNER, HUBUNGI KAMI: 082333811209

Persoalan ini bermula pada Jumat, 30 Agustus 2024, ketika Nanda Wirya Laksana, pemilik Perumahan Bukit Damai Sumenep, secara terbuka mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap BTN. Ia menuding BTN lamban dalam mencairkan dana dan melakukan kenaikan suku bunga secara sepihak tanpa pemberitahuan sebelumnya.

“BTN lambat mencairkan dana dan menaikkan suku bunga kredit secara sepihak,” tegas Nanda dalam pernyataannya yang kemudian diberitakan oleh beberapa media lokal, termasuk media ini.

Menindaklanjuti pemberitaan tersebut, pada 1 September 2024, sejumlah wartawan berusaha mengonfirmasi lima poin yang dipermasalahkan oleh Nanda kepada Asep Hendrisman, Kepala Cabang BTN Bangkalan. Namun, Asep menolak untuk memberikan keterangan dan hanya berjanji akan hadir di Sumenep pada Selasa, 3 September 2024, pukul 13.00 WIB, untuk memberikan klarifikasi.

Ketika akhirnya pertemuan antara Asep dan Nanda berlangsung di Kantor Cabang Pembantu BTN Sumenep, para wartawan yang hadir berharap bisa mendapatkan penjelasan lebih rinci mengenai isu-isu yang mengemuka. Namun, mereka dikecewakan ketika tidak diizinkan masuk ke dalam ruangan untuk meliput. Asep menyatakan bahwa diskusi yang dilakukan bersifat internal dan tidak untuk konsumsi publik. Setelah menunggu sekitar satu setengah jam, wartawan baru diizinkan menghadiri konferensi pers singkat.

Dalam kesempatan tersebut, Asep hanya mengatakan bahwa persoalan antara pihak BTN dengan Nanda Wirya sudah berakhir damai. “Persoalan antara saya dan Nanda sudah selesai. Kami sudah islah,” katanya.

Namun, ketika ditanya mengenai empat poin lainnya yang dipersoalkan Nanda, termasuk kenaikan suku bunga kredit, Asep menolak memberikan komentar lebih lanjut. “Nanti akan ada semacam holding statement dari pusat,” ujarnya, seolah-olah menggantung jawaban yang ditunggu-tunggu oleh publik.

Tak lama berselang, sejumlah media mulai memberitakan hasil konferensi pers tersebut. Namun, beberapa media lokal yang mengikuti perkembangan kasus ini merasa ada yang tidak beres. MaduraPost bahkan menerbitkan berita dengan tajuk provokatif, “Dugaan Skandal Takut Bocor, BTN Cabang Bangkalan Berdalih Ada Miskomunikasi.” Berita ini memicu kontroversi, dan dalam beberapa hari berikutnya, skandal tersebut kian membesar dengan adanya laporan dugaan surat bodong yang dikirimkan oleh BTN kepada pihak media.

Pada 5 September 2024, MaduraPost, Madurapers, SuaraIndonesiaNews dan media ini menerima email dari alamat ramdhan.pratama86@gmail.com, berisi dokumen PDF yang diklaim sebagai holding statement resmi dari BTN. Namun, setelah diteliti, redaksi menemukan banyak kejanggalan dalam surat tersebut, termasuk tanda tangan kosong dan format surat yang dinilai tidak sesuai standar.

Hal ini membuat seluruh redaksi, termasuk Madurapost, menyatakan menolak surat tersebut dan mengeluarkan pernyataan resmi melalui berita berjudul, “Surat Salah Alamat dan Tanda Tangan Kosong, MaduraPost Tolak Holding Statement BTN.”

Ancaman terhadap kebebasan pers mulai dirasakan ketika pada 9 September 2024, sebuah email dengan alamat mediarelationsbbtn@gmail.com dikirimkan ke redaksi MaduraPost dan Madurapers, meminta agar berita terkait skandal ini dihentukan.

Diketahui, pengirim email tersebut dikirim oleh Rakhmat Baihaqi, yang saat dikonfirmasi mengaku sebagai Humas BTN Pusat. “Boleh tidak untuk berita negatif yang kemarin itu di-takedown. Kita pengennya berteman saja dengan wartawan,” ungkapnya dalam komunikasi melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, Selasa (10/9) siang.

Rakhmat yang mengaku mantan wartawan ekonomi di media SINDO ini kemudian menyampaikan kekhawatirannya. “Kenapa sih kita minta untuk di-takedown, karena ketika ada pemberitaan negatif pasti jadi sorotan OJK, investor dan lainnya. Makanya, kami harus sikapi dengan benar. Jadi kita pengennya berteman saja,” aku Rakhmat.

Namun, pernyataan ini justru memicu kemarahan dari sejumlah media. Pemimpin Redaksi MaduraPost, Nurus Solehen, dengan tegas menolak permintaan tersebut.

“Kami tetap berdiri pada prinsip jurnalistik yang mengedepankan keberimbangan, akurasi, dan kontrol sosial. Setiap berita yang kami terbitkan telah melalui proses verifikasi yang matang. Permintaan untuk menurunkan berita ini justru menunjukkan adanya upaya untuk menutupi informasi yang penting bagi publik,” tanggapan Nurus dalam dalam keterangannya, Kamis 12 September 2024.

Upaya tekanan BTN ini dianggap sebagai bentuk ancaman serius terhadap kebebasan pers. Bagi Nurus dan tim redaksi MaduraPost, tindakan tersebut tidak hanya melanggar prinsip-prinsip jurnalistik, tetapi juga menunjukkan adanya upaya sistematis untuk membungkam kritik terhadap institusi keuangan milik negara ini.

“Pers adalah pilar keempat demokrasi yang memiliki tanggung jawab untuk mengedukasi dan menginformasikan publik secara objektif. Kami tidak akan tunduk pada tekanan apa pun yang berupaya membungkam kebebasan pers,” tegasnya.

Sementara itu, laporan mengenai dugaan kenaikan suku bunga kredit secara sepihak dan dugaan pemalsuan surat terus bergulir. Beberapa media lain juga mulai melaporkan berbagai kejanggalan dalam manajemen kredit di BTN, yang semakin memperkuat dugaan adanya manipulasi sistematis di internal bank tersebut. OJK dilaporkan tengah menyelidiki kasus ini lebih dalam, namun hingga kini, belum ada titik terang yang dihasilkan dari investigasi tersebut.

Kisah ini tidak hanya menjadi refleksi dari lemahnya pengawasan terhadap bank BUMN, tetapi juga ancaman nyata terhadap kebebasan pers di Indonesia. Para wartawan di Madura, yang seharusnya berperan sebagai pilar kontrol sosial, kini justru menghadapi tekanan untuk diam dan menurunkan berita yang seharusnya menjadi hak publik untuk diketahui. Dalam situasi ini, BTN bukan hanya menghadapi krisis kepercayaan dari nasabahnya, tetapi juga dari masyarakat luas yang kini mempertanyakan integritas dan transparansi lembaga tersebut.

Saham BTN dilaporkan mengalami penurunan drastis, sementara isu manipulasi dan kebohongan terus membayangi reputasi bank ini. Hingga saat ini, belum ada solusi jelas yang ditawarkan oleh pihak BTN untuk menyelesaikan persoalan ini secara tuntas. Kasus ini menjadi pengingat bahwa di era informasi, kebebasan pers tetap menjadi salah satu elemen vital dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas publik.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *