NEWS SUMENEP – Rutan Kelas IIB Sumenep di bawah naungan Kanwil Kemenkumham Jatim sukses mengimplementasikan lima program pembinaan unggulan bagi warga binaan.
Lima program unggulan tersebut antara lain membatik, pembinaan kerohanian, swasembada pangan, budidaya ikan air tawar, dan sekolah kejar paket.
Humas Rutan Sumenep, Joni, menegaskan, bahwa program-program tersebut adalah untuk mempersiapkan warga binaan menjadi individu produktif.
“Kami berharap mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk mengubah kehidupan mereka setelah kembali ke masyarakat,” kata Joni, Kamis (4/7/2024).
Program ini menurutnya bertujuan mencetak warga binaan yang aktif dan kreatif. Karya seperti batik dan kaos dari warga binaan sudah dikenal luas.
“Banyak yang melirik produk kami, dan kami dorong mereka mengikuti event Pemkab Sumenep,” ungkap Joni.
Salah satu keberhasilan besar Rutan Sumenep adalah produksi batik CATRA yang dipamerkan pada acara AALCO ke-61. Keterlibatan desainer HM turut membuktikan efektivitas program pembinaan Rutan Sumenep.
Maos Jhughân
“Narapidana dapat memperoleh keterampilan baru dan siap berkontribusi setelah masa hukumannya,” tuturnya.
Desainer HM menjelaskan bahwa “Catra” berarti “payung kebesaran raja” dalam bahasa Sansekerta. “Nama ini mencerminkan kebesaran dan keindahan di balik segala hal,” ungkapnya.
Saat pameran desa wisata, HM menceritakan pengalaman mereka yang diistimewakan oleh petugas Rutan.
“Tidur dikunci dan dijaga dari luar. Maka kami beri nama ‘Catra’,” jelasnya. Inspirasi desain batik mereka berasal dari lingkungan sekitar dan pengalaman pribadi.
“Saya gambar apapun yang saya lihat, seperti wayang, bunga, keris, dan bahkan film Geisha,” lanjut HM.
Salah satu karya berjudul “Topeng Sumenep” mengombinasikan ukiran Cirebon dan kalung sapi kerapan. “Filosofinya, di setiap hal yang buruk rupa, ada keindahan,” jelas HM.
Dukungan Rutan Sumenep memungkinkan warga binaan terus berkarya dan mempersiapkan masa depan lebih baik. Program-program unggulannya dinilai telah cukup memberikan premi kepada warga binaan dari hasil penjualan batik.
“Bulan lalu, setiap orang mendapat premi Rp 260 ribu. Kami menjual batik lewat media sosial dan fasilitas Asimilasi Kerja Luar, sehingga bisa ikut pameran,” tambahnya.
Produksi batik dilakukan berdasarkan pesanan untuk menghindari risiko stok tidak laku. “Kami menyimpan bahan dan langsung memproduksi ketika ada pesanan,” jelas HM.