HeadlineSumenepTomang

Sumenep Darurat Wabah Diduga BEF, Dalam Sebulan Ratusan Sapi Mendadak Mati

Avatar Of Dimadura
716
×

Sumenep Darurat Wabah Diduga BEF, Dalam Sebulan Ratusan Sapi Mendadak Mati

Sebarkan artikel ini
Postingan Warga Dusun Tanunggul Desa Montorna, Satu Di Antara Ratusan Sapi Mati Diduga Karena Wabah Bef
Postingan Warga Dusun Tanunggul Desa Montorna, Satu Di Antara Ratusan Sapi Mati Diduga Karena Wabah BEF (Istimewa/Doc. Dimadura)

Cropped Cropped Dimadura Logo2 1 150X150 1NEWS DIMADURA, SUMENEP – Kabupaten Sumenep saat ini berada dalam kondisi darurat setelah ratusan sapi dilaporkan mati mendadak dalam waktu sebulan terakhir. Wabah yang diduga disebabkan oleh penyakit Bovine Ephemeral Fever (BEF) ini tidak hanya melanda daratan Sumenep, tetapi juga telah menyebar hingga ke Kepulauan Raas.

Sejak awal Januari 2024, kematian sapi terus meningkat tajam, dengan laporan terbaru pada 5 Januari menyebutkan, bahwa 36 sapi mati di Desa Montorna, Kecamatan Pasongsongan.

KONTEN PROMOSI | SCROLL ...
Harga Booking Di Myze Hotel
Contact Me at: 082333811209

Hal ini menambah panjang daftar kematian ternak di daerah tersebut, di mana sebelumnya pada 3 Januari, 24 sapi juga dilaporkan mati di Desa Prancak.

Peternak Cemas dan Jual Murah Sapi

Wabah ini menimbulkan keresahan besar di kalangan peternak, terutama di Desa Montorna, yang menjadi salah satu wilayah terdampak terparah.

Baihaki, warga Dusun Tanunggul, Desa Montorna, mengatakan wabah ini telah menyebar dengan cepat, menyebabkan empat sapi mati hanya dalam beberapa hari di dusunnya.

“Selama kejadian sudah banyak yang menjadi korban dari wabah ini. Bahkan karena takut mati, sekarang banyak warga yang menjual sapinya dengan harga murah. Punya orang tua saya sendiri anak sapi dengan ibu sapi dijual dengan harga Rp8 juta. Seandainya normalnya anaknya, jika tidak ada wabah ini, seharga Rp8 juta,” ungkapnya kepada media ini, Minggu (5/1/2024).

Baihaki menambahkan, bahwa wabah ini tidak hanya terjadi di Dusun Tanunggul, tetapi juga telah menyebar ke dusun-dusun lain di Desa Montorna, seperti Komes, Berkongan, dan Delima.

“Di daerah Tanunggul sudah empat sapi yang mati. Kemarin sudah ada dari pihak pemerintah, dinas DKPP, kecamatan, melakukan observasi ke lokasi yang terdampak wabah ini. Sejauh ini yang saya tahu cuma satu kali pihak pemerintah melakukan observasi,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah hanya memberikan arahan pencegahan berupa penggunaan bahan-bahan alami seperti kunyit. “Ciri-ciri penyakitnya tiba-tiba mati dan ada yang sakit terlebih dahulu. Dari jarak sakit hanya semalam kemudian mati sapi,” tambah Baihaki.

Ia berharap pemerintah segera melakukan penanganan dan pengobatan yang lebih serius untuk menekan jumlah korban dan agar sapi yang sakit bisa sembuh.

Abdul Aziz, warga Dusun Tanggulun, Desa Montorna, juga mengonfirmasi bahwa wabah ini masih terus berlangsung. “Benar. Sampai saat ini masih banyak sapi warga mati di daerah kami,” katanya.

Aziz menjelaskan bahwa wabah ini telah merebak selama lebih dari sebulan, dengan rata-rata dua hingga tiga sapi mati setiap harinya.

“Hingga kini berjumlah 30 lebih sapi yang mati,” ujarnya. Aziz juga menyebutkan bahwa sebagian besar sapi mati mendadak tanpa gejala yang jelas. “Ada juga yang demam tidak sampai semalam, besoknya mati,” imbuhnya.

Meluas hingga Kepulauan Raas

Wabah yang awalnya terkonsentrasi di daratan Sumenep kini telah meluas hingga ke wilayah kepulauan. Aril Abdur Rahman, warga Desa Karangnangka, Kepulauan Raas, mengungkapkan bahwa sapi milik keluarganya juga mati mendadak dengan gejala yang serupa.

“Yang saya tahu, juga punya mbak. Gejalanya itu nggak kita ketahui, tiba-tiba kejang, roboh, dan langsung mati. Sebelumnya, jauh hari sebelum sapi punya ibu yang mati, itu ada juga punya tetangga di Desa Kropoh. Kasusnya sama, kejang, roboh, dan mati,” jelas Aril.

Ia menambahkan bahwa kasus serupa pernah terjadi pada kambing di daerahnya tahun lalu, dengan gejala yang hampir sama.

Respon Pemerintah dan Penanganan Terbatas

Kepala DKPP Sumenep, Chainur Rasyid, menyatakan bahwa wabah ini sering terjadi pada musim pancaroba. “Di saat musim pancaroba, selalu ada virus dan penyakit yang hinggap pada sapi. Fenomena ini menurutnya memang biasa terjadi,” katanya, saat dikonfirmasi melalui saluran selulernya, Minggu (5/1) sore.

Ia mengeklaim bahwa DKPP telah melakukan berbagai langkah penanganan, termasuk sosialisasi pencegahan, pengobatan, dan vaksinasi.

“Kami sudah melakukan penindakan, pencegahan, dan sosialisasi. Harapan kami, selain juga pengobatan dan penindakan, diharapkan kepada para pemilik untuk selalu menjaga dan merawat kandang, jaga kebersihan,” paparnya.

Namun, Chainur juga mengakui keterbatasan jumlah tenaga ahli di lapangan. “Kami sudah siaga petugas inseminator di setiap kecamatan. Cuma mohon maaf terbatas, hanya ada 26 orang petugas inseminator yang kami miliki,” jelasnya.

Ia berharap masyarakat segera melaporkan setiap kasus sapi sakit atau mati mendadak. “Segera laporkan ke teman-teman yang siaga di masing-masing kecamatan. Segera koordinasikan,” tegasnya.

Chainur juga mengimbau masyarakat agar tidak panik dan menjual sapi mereka dengan harga murah. “Kami berharap masyarakat untuk tidak panik dan menjual sapinya. Segera laporkan ke kami,” ujarnya.

Namun, penanganan ini belum sepenuhnya memuaskan masyarakat. Sejumlah warga yang enggan disebutkan namanya di sini mengeluhkan bahwa sejauh ini pemerintah hanya memberikan arahan pencegahan tanpa langkah konkret untuk mengobati sapi yang sudah sakit.

Penolakan Vaksinasi di Tingkat Peternak

Di tingkat desa, pemerintah dikabarkan telah berupaya mendorong warga untuk memvaksinasi sapi mereka. Seperti yang disampaikan Sekretaris Desa Montorna, Moh. Huri. Ia mengaku pihaknya telah menawarkan vaksinasi kepada warga yang terdampak.

“Sudah kami tawarkan agar divaksin. Tapi banyak warga yang nggak mau. Kejadian ini mereka anggap sebagai musibah saja,” kata Sekdes Huri.

Ia menyebutkan bahwa kasus sapi mati paling parah terjadi di Dusun Delima dan Dusun Komis. “Bahkan, yang terbaru wabah ini sudah melanda Dusun Tanonggul juga. Vaksin dianggap berbahaya,” tambah dia.

Sekilas Tentang BEF

Penyakit Bovine Ephemeral Fever (BEF) atau demam tiga hari adalah penyakit viral yang ditularkan melalui serangga seperti nyamuk dan lalat. Gejalanya meliputi demam tinggi, kembung, kelumpuhan sementara, hingga kematian mendadak. Penyakit ini sering muncul pada musim pancaroba, ketika kondisi cuaca tidak stabil.

Langkah pencegahan utama meliputi vaksinasi, menjaga kebersihan kandang, dan penyemprotan disinfektan secara rutin. Namun, jika tidak ditangani dengan baik, BEF dapat menyebar dengan cepat dan menyebabkan kerugian ekonomi besar bagi peternak.

Harapan Warga

Para peternak berharap pemerintah lebih serius menangani wabah ini. “Harapan dari masyarakat, pemerintah segera lakukan pengobatan atau langkah-langkah bagaimana sapi yang sakit terkena wabah ini bisa sembuh,” ujar Baihaki.

Dengan wabah yang terus meluas dan jumlah sapi mati yang terus bertambah, langkah cepat dan efektif sangat diperlukan untuk mengatasi situasi ini sebelum semakin banyak peternak yang mengalami kerugian besar.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *