NEWS SUMENEP – Moh Rofi’ie, ayah mendiang tahanan muda Rutan Sumenep yang meninggal dalam masa tahanan, mengisahkan bagaimana kronologi saat dirinya diminta sejumlah uang oleh oknum jaksa di lingkungan Kejari Sumenep.
Kisahnya ini mengungkap bagaimana trik atau motif oknum jaksa dalam melakukan aksi dugaan pemerasan terhadap keluarga korban.
Diketahui, oknum jaksa yang diduga melakukan pemerasan itu merupakan jaksa penuntut umum (JPU) kasus penyalahgunaan Pil YY yang menyeret Zainol Hayat sebagai tersangka.
“JPU-nya itu atasnama Hanis Aristya Hermawan. Kalau nggak keluru dia sekarang menjabat Kasi Pidum di Kejari Sumenep,” ungkap Kasubsi Pelayanan Tahanan Rutan Kelas IIB Sumenep, Teguh Dony Efendi, kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Hasil wawancara terhadap ayah mendiang korban, Moh Rofi’ie, Rabu (5/6) malam, mengungkap fakta baru dan memperkuat soal kasus dugaan pemerasan.
Saat mengetahui anaknya terseret kasus penyalahgunaan pil YY, tepatnya pada tanggal 27 Desember 2023 silam, Rofi’ie mengaku dirinya langsung mengupayakan agar hukuman yang diterima mendiang buah hatinya mendapat keringanan.
Rofi’ie pun coba mendatangi kantor Kejari Sumenep dan menemui JPU yang menangani kasus anaknya.
Saat itu, status Zainol sudah menjadi tahanan kejaksaan di Rutan Kelas IIB Sumenep.
“Saat bertemu dengan Pak Hanis, saya diminta uang Rp 30 juta,” akunya kepada sejumlah wartawan, Rabu (5/6) malam.
Menurut pengakuannya, uang tersebut dapat digunakan untuk meringankan ancaman hukuman terhadap putranya, Zainol Hayat.
Saat Hanis meminta uang Rp 30 juta, kata Rofi’ie, dirinya mengatakan tidak mampu memenuhi karena menurutnya uang itu terlalu banyak.
“Sempat ditawar Rp 10 juta tetapi tidak diterima (oleh Jaksa Hanis, red),” ungkap dia.
Diutarakan, jika dirinya tidak mampu membayar nominal sebesar Rp 30 juta, Jaksa Hanis juga bilang tidak mampu dan mengarahkannya agar mengurus sendiri ke pengadilan terkait kasus yang menjerat anaknya.
“Jadi Pak Hanis tetap meminta Rp 30 juta. Tidak bisa dikurangi,” katanya.
Transaksi tawar-menawar antara Hanis dengan Rofi’ie berlangsung cukup lama. Hingga akhirnya, Hanis mengurangi nominal uang yang diminta menjadi Rp 25 juta. Namun, jumlah tersebut masih dianggap terlalu besar oleh Rofi’ie.
Karena tidak menemukan kesepakatan, maka Rofi’ie bersama istrinya, Zubaira, keluar dari ruang kerja Hanis di Kejari Sumenep. Mereka memutuskan untuk pulang ke Prenduan.
Satu pekan kemudian, Rofi’ie seorang diri menemui Hanis kembali di kantor kejaksaan. Dalam pertemuan kedua, Hanis masih tetap mempertahakan nominal uang yang diminta, yaitu Rp 25 juta. “Saya pulang lagi karena belum sanggup membayar,” kata Rofi’e.
Beberapa hari setelahnya, Rofi’ie bersama istrinya, Zubaira, kembali menghadap Hanis. Tawar-menawar jumlah uang yang diminta Hanis pun dilakukan kembali, tetapi hasilnya masih sama seperti pertemuan sebelumnya. Hanis tetap bersikukuh minta uang sebesar Rp 25 juta.
“Akhirnya, saya dengan istri menyepakati Rp 25 juta. Itu demi anak kami,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, Hanis meminta agar uang itu dibayarkan saat itu juga. Tetapi Rofi’ie mengaku belum bisa memenuhi hal tersebut jika harus pada waktu itu juga.
“Saya masih mengusahakannya dulu dengan mencari pinjaman ke tetangga,” tuturnya.
Satu minggu kemudian, Rofi’ie berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp 22 juta. Di sisi lain, Zubaira, istri Rofi’ie sedang sakit. Sehingga dia memutuskan untuk menemui Hanis seorang diri untuk mengantarkan uang sebesar Rp 22 juta.
“Itu sudah adanya Rp 22 juta. Jadi, saya hanya menemukan pinjaman segitu,” ucapnya.
Uang yang dibawa Rofi’ie untuk diberikan kepada Hanis berupa uang pecahan kecil seperti seribuan dan dua ribuan.
Mengetahui itu, Hanis juga masih belum mau menerima uang tersebut. Rofi’ie diminta agar terlebih dahulu menukarkan segepok uang itu ke bank terdekat.
“Kata Pak Hanis, repot yang mau mengatur uangnya, kalau pecahannya kecil,” terangnya.
Lagi-lagi demi anak, Rofi’ie segera berangkat ke bank untuk menukarkan uang pecahan kecil sebanyak Rp 22 juta itu. Tetapi sesampainya di bank, uang itu tidak jadi ditukar secara langsung karena menurut pihak perbankan, uang itu bisa diambil dalam pecahan besar jika ditabung terlebih dahulu.
“Saya takut jumlahnya berkurang kalau ditabung di bank, akhirnya saya bawa lagi uang itu ke Pak Hanis,” katanya.
Saat itu, kata Rofi’ie, Hanis juga masih belum mau menerima uang pecahan kecil darinya. Oknum jaksa itu meminta agar Rofi’ie menukarkan uangnya di rumah.
Tidak ada pilihan lain, Rofi’ie menuruti permintaan Hanis. “Saya menukar uang itu di toko-toko,” ucapnya.
Setelah terkumpul uang pecahan Rp 50 ribuan dan Rp 100 ribuan, aku dia, maka satu hari setelahnya uang sebanyak Rp 22 juta itu dibawa kembali ke Kejari Sumenep untuk diserahkan kepada Hanis.
Saat itu, Rofi’ie berangkat seorang diri. Karena istrinya, Zubaira, sedang sakit. “Ternyata saat itu bertepatan dengan hari libur. Saya tidak bisa bertemu Pak Hanis,” ucapnya.
Setelah hari aktif, Rofi’ie pun menyempatkan diri untuk mengahadap untuk yang ketiga kalinya ke Kantor Kejari Sumenep. Dia bertemu Jaksa Hanis dan menyerahkan uang sebesar Rp 22 juta tersebut di ruang kerjanya.
“Setelah uang itu diserahkan, saya langsung pulang. Saya tidak sempat mengobrol, karena istri sedang sakit parah di rumah,” tandasnya.
Wartawan media ini bersama sejumlah wartawan lain yang bertugas di Kabupaten Sumenep berupaya melakukan konfirmasi dengan berkunjung ke kantor Kejari Sumenep. Tapi yang bersangkutan tidak ada di tempat.
Dua orang resepsionis yang sedang berjaga, Ana dan Poppy, ditemani seorang Satpam Kejari setempat, Asep, mengatakan, Jaksa Hanis sedang izin karena sakit.
“Pak Hanis tidak masuk. Dia sedang izin karena berobat,” katanya, Kamis (6/6) pagi.
Sementara itu, dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Hanis tidak merespon. Termasuk upaya konfirmasi kepada Kajari Sumenep, Trimo, disampaikan juga sedang ada acara di luar.
Upaya konfirmasi melalui telepon juga tidak direspon, pesan WhatsApp wartawan juga tidak mendapatkan tanggapan.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Sumenep, Moch Indra Subrata, juga dikabarkan sedang berada di luar kota. Tersambung melalui telepon, yang bersangkutan meminta waktu untuk bertemu secara langsung hari Senin, 10 Juni 2024.
“Ketemu Senin, ya. Saya tidak bisa memberikan keterangan melalui telepon,” pungkasnya.***
Respon (1)