CerpenLonglongan

MANTAN IPARKU

Avatar of dimadura
415
×

MANTAN IPARKU

Sebarkan artikel ini

Cerpen Khairul A. El Maliky

Cerpen Khairul A. El Maliky Mantan Iparku. Gambar Ilustrasi - Art by Soemarda Paranggana (Arsip @dimadura.id)
Cerpen Khairul A. El Maliky Mantan Iparku. Gambar Ilustrasi - Art by Soemarda Paranggana (Arsip @dimadura.id)

“Mantan Iparku”


IMG 20230304 014921 202 e1680177139947

KONTEN PROMOSI | SCROLL ...
Pasang iklan bisnis dimadura
PASANG BANNER, HUBUNGI KAMI: 082333811209

AKU MELIHAT jam di pergelangan tangan sudah pukul 7 malam. Setelah mengemasi laptop dan beberapa buku berupa novel yang kupesan dari Amazon kumasukkan dalam tas lalu kumematikan lampu kerja di ruang office-ku. Aku bangkit dari kursi yang membuatku seperti duduk di atas bara dan beranjak menuju pintu. Aku memutar gagang pintu dan membukanya pelan. Setelah memastikan pintu telah terkunci, aku keluar dari rusngan. Di saat yang sama handphone androidku berdengking-dengking di dalam saku kemeja. Kukeluarkan untuk menerima panggilan. Kuangkat, ternyata istriku. Rupanya dia belum tidur, menunggu aku pulang.

“Mas sudah pulang?” lembut suaranya dengan tanya cemas. Aku membayangkan dirinya tengah duduk di sofa ruang tamu sambil menahan kantuk. Aku jadi merasa kasihan padanya. Dia memang istri yang sangat pengertian. Tidak salah aku telah melilihnya.

“Iya. Ini aku sudah pulang, baru mengunci pintu office dan menerima panggilan dari kamu.” Aku memasukkan kembali kunci ke dalam saku kemeja, lalu berjalan menuju tempat parkir menuju mobil.


Baca Juga: Èmot ḍâ’ Jhâman Lambâ’, Ka’ḍinto 13 Conto Kèjhung Èn-maènan Bhâsa Madhurâ


“Oh iya, ya sudah, Mas. Hati-hati di jalan, jangan mengebut,” pesannya. Aku membayangkan ia sedang memasang wajah khawatir. Dia memang selalu mencemaskan keselamatanku. Tiada jemu selalu mengingatkanku agar tidak mengebut di jalan.

“Iya, Dik. Aku tahu,” jawabku dalam senyum.

“Ya sudah, sampai jumpa di rumah.”

Telepon pun ditutup. Aku berjalan menuju mobil. Kupencet remote alarm. Mobilku bernyanyi. Aku masuk ke tempat kemudi dan mulai menyalakan mesin.

Sebelum sampai di rumah, aku menyempatkan diri untuk mampir di salah satu butik fashion yang berada di pusat kota, tepatnya di jejeran pusat perbelanjaan terbesar di kota kami. Aku memarkirkan mobilku di tempat parkir butik yang menjual berbagai macam pakaian paling trendy dan fashionable. Setelah mematikan mesin mobil, aku keluar dan berjalan menuju butik bergaya bangunan Bali, lengkap dengan dua payung sulam kain emasnya yang berumbai-rumbai. Aku disambut oleh kolam air yang terbuat dari batu alam yang jernih dan ikan-ikan emasnya yang menyapaku dengan riang berenang di dalam air. Setiba di pintu masuk, dua pelayan muda yang memakai pakaian tradisional Bali menangkupkan kedua tangannya sambil menampakkan senyum terbaiknya. Mereka mengucap selamat datang.

Setelah melihat-lihat dan mencari baju terbaik, akhirnya aku mendapatkan baju yang sangat cocok buat istri. Aku yakin, dia pasti sangat cantik apabila memakainya. Tidak hanya itu saja, dia juga pasti sangat bahagia menerimanya.

Bukankah tugas seorang suami adalah menyenangkan hati istrinya? Tapi apakah istri pernah membayangkan bagaimana cara untuk menyenangkan hati suaminya? Itulah mengapa otak laki-laki lebih besar daripada otak perempuan karena tanggungjawab laki-laki jauh lebih besar daripada perempuan. Selesai membayar di kasir aku meninggalkan butik.

Dalam perjalanan pulang, aku terus membayangkan betapa cantiknya istriku dengan pakaian ini. Apalagi malam ini aku hendak mengajaknya makan malam di sebuah restoran yang berada di pusat kota. Tadi, sebelum aku pulang dari kantor, aku memang sudah berjanji akan mengajaknya makan malam.

Baca Juga: Cerpen Bahasa Madura, Amaèn Ḍum 

Pak Dorman, pembantuku, membukakan pintu gerbang rumah agar aku bisa memasukkan mobil ke halaman rumah yang luas. Istriku menyambut kedatanganku di depan pintu. Tak lupa ia mencium tangan kananku dengan penuh takzim dan, aku pun balas mencium lembut keningnya. Ia menggantikanku membawa tas.

“Jadi kan, Mas, kita makan malam di luar malam ini?” tanya istriku sembari berjalan bersisian di sebelahku.

“Jadi dong, Sayang. Tapi aku mau mandi dulu biar tidak bau. Setelah itu aku mau ganti pakaian,” jawabku kalem sambil memegang kedua pinggangnya.

“Kalau begitu aku mau bersiap-siap dulu ya.” Dia mencubit ujung hidungku. Gemas!

Kami beranjak menuju kamar.

***

Setelah menikah, aku memboyong istriku ke rumah ini, rumah hasil keringatku. Kami meninggalkan kota kelahiran kami dan bermaustin di kota besar yang ramah ini. Rumahku tergolong besar dan memiliki banyak kamar serta fasilitas lengkap. Selain itu rumah ini menghadap ke sebuah bukit yang hijau dengan memiliki view yang memesona. Tak jarang kami berdua menghabiskan waktu di sebuah balkon yang menghadap ke arah bukit sambil bermadu cinta. Aku sangat senang memandang wajah istriku yang diterpa sinar matahari sore. Tak jemu aku untuk membanjiri wajahnya dengan ciuman hangat, sebuah ciuman dari suami kepada istrinya yang halal di mata Tuhan.

Istriku sangat cantik dengan baju yang kubelikan dari butik. Dia seumpama ratu-ratu dalam negeri dongeng. Dia mengulum senyum di ujung tangga. Aku segera menyambutnya sambil mengulurkan tangan. Aku menggenggam erat tangannya. Setelah berada di dalam mobil, aku menyalakan mobil dan meninggalkan rumah kami. Selama di dalam perjalanan, aku memutar lagu dari pemutar musik.

Aku bersenandung pelan menirukan suara emas Udit Narayan, penyanyi senior dari negeri Hindustan yang banyak melagukan film-film Shah Rukh Khan itu.

“Suara mas kok mirip suaranya Shah Rukh Khan ya?” istriku memuji sambil meletakkan kepalanya di pundak. Kedua mata beningnya menatapku.

“Iyakah? Masa?”

“Iya. Masa aku bohong? Sungguhan, Mas. Suara mas memang sangat mirip sama suaranya Shah Rukh Khan. Atau mungkin itu terjadi karena hidung mas mirip sama hidungnya Shah Rukh Khan, hehehe.”

Aku mengelus ujung hidungku.

“Pantasnya mas itu bukan menjadi penulis novel dan jurnal-jurnal ilmiah yang selalu sibuk dengan membaca buku dan melakukan penelitian.”

Lha, terus apa?”

“Pantasnya mas jadi penyanyi lagu-lagu Bollywood, hehehe.” Lesung pipinya membuatku gemas.

“Kalau begitu besok mas mau melamar ke Yash Raj Film untuk menawarkan diri menyanyikan lagu film-filmnya Tuan Khan, gimana?”

Maos Jugan: Lawas tapi Manis, Inilah 14 Pantun Madura yang Kalian Cari

“Tapi, eh, apa betul yang nyanyi itu Tuan Khan ya, Mas?”

“Ya bukanlah.”

Istriku ragu.

Lha, terus?”

“Aku.”

Kedua matanya terbelalak dan melotot ke arahku. Aku tatap wajahnya yang lucu.

“Bukan. Bukan.”

Dia mencubit lenganku karena gemas.

“Ada lah yang nyanyi, tapi yang jelas bukan Tuan Khan. Namanya Tuan Udit Narayan.”

Aku merasa sangat bahagia berduaan dengan istri meski hingga saat ini kami belum dikaruniai momongan. Ibu mertua selalu memberondong istriku soal momongan. Dan istriku selalu menjawab dengan diplomatis khas artis tanah air, belum waktunya Tuhan memberi momongan, doakan saja. Tiap kali kami berkunjung ke rumah ibu mertua, kerap aku disindir sebagai lelaki mandul yang tidak bisa memberinya cucu. Kadang pernah istriku disuruh agar bercerai dariku dan menikah dengan lelaki yang bisa memberinya anak tapi istriku tidak mendengarkannya. Sehingga dia tidak mau kuajak ke rumah mertuaku yang cerewetnya minta ampun.

“Malam ini kamu sangat cantik, Sayang.” Aku mendekap pundaknya erat.

“Aku memang berusaha cantik hanya di depanmu saja, Mas. Karena kecantikanku hanya boleh dimilikimu.”

Akhirnya kami sampai di sebuah restoran untuk merayakan malam ulang tahun pernikahan kami.

***

Masih ada pekerjaan yang belum kuselesaikan malam ini berupa jurnal ilmiah yang harus kukirim ke beberapa kampus dan satu novel yang juga harus kusetor ke penerbit yang ada di Jakarta, padahal malam ini istriku mau menghadiri acara selamatan. Aku tadi memintanya agar naik taksi online saja karena aku sibuk dan dia sama sekali tidak kecewa. Ah, dia memang istri yang sangat pengertian. Akhirnya dia berangkat sendirian.

Maos Jhughân: 27 Indikator Wanita Cantik Menurut Orang Madura

“Di mana alamat rumahnya Mbak Asti, Mas?” Dia menghubungiku lewat video call.

“Mas shareloc ke What’sApp ya.”

“Ya sudah. Kalau begitu aku tunggu dan ingat mas pulangnya jangan kemalaman biar tidak terlalu capek,” pesannya sebelum mematikan video call.

“Ya, Sayang. Tapi kalau mas sempat nanti mas langsung menyusul.”

“Ya sudah, Mas.”

Video call diputus. Aku langsung mengirim shareloc ke nomor istriku dan terkirim. Lalu aku pun melanjutkan pekerjaan.

Dua jam berlalu, aku segera mengemas laptop dan beberapa buku jurnal yang dikirim oleh kampus lalu kumasukkan ke dalam tas. Aku melirik arloji. “Masih bisa menyusul istriku,” gumamku.

Setelah mematikan lampu office aku langsung keluar melalui pintu. Di luar tampak sekuriti yang menjaga ruko. Aku menyapanya sambilalu berjalan menuju mobil.

Aku segera meluncur ke arah rumah mertuaku. Sesampai di sana, aku melihat istriku tampak menemani istri pertamaku. Dia duduk di sebelahnya sambil memangku gadis kecil yang tidak lain adalah anakku. Istri pertamaku terlihat sedih, apalagi malam ini adalah acara selamatan yang ke-2 tahun ibunya.

“Sofi ikut tante pulang? Nanti biar tante yang nyekolahin Sofi ya?” kata istriku pada anakku yang duduk manja di pangkuannya. Anakku berusia 6 tahun. Bulan depan dia sudah mendaftar TK.

“Ndak. Sofi sekolah sama mama aja,” jawab anakku yang membuat gemas istriku. Sontak istriku menghujani wajahnya.

“Lho mama juga ikut sekolah?”

“Iya mamanya ikut sekolah bukan Sofi yang sekolah,” timpal istriku sambil tertawa kecil.

“Sofi tinggal sama tante. Nanti biar tante yang akan membelikan baju seragam, tas sekolah, buku-buku, majalah-majalah, mainan, pensil warna, pensil tulis, buku gambar, sepatu, kaus kaki, tablet.”

“Di rumah tante ada boneka?”

“Banyak. Di rumah tante ada boneka Barbie, Boba, teddy, upin-ipin, beruang, dan masih banyak boneka yang lain. Di sana juga ada air terjun, kolam ikan, taman. Apakah Sofi mau ikut tante?”

“Nggak. Sofi sama mama dan ayah aja.”


Baca Juga: 40 Contoh Oca’ Bangsalan Madura dan Cara Memasukkannya dalam Okara


Istriku tersenyum dan menggelitik gadis kecilku. Dia memang akrab dengan anakku. Selesai acara istri pertamaku memintaku agar mengantarkan istriku (dia memang tidak tahu kalau selama ini aku menikah dengan perempuan lain). Apalagi malam itu hujan dan waktu sudah malam. Aku mengiyakan saja. Saat yang sama, iparku melihat ke arah istriku tapi dia tidak berkutik karena di sampingnya istrinya sedari tadi melotot dan berdiri tegak macam tiang bendera upacara di halaman kantor bupati.

“Sofi lucu ya, Mas?” kata istriku ketika sudah di dalam mobil.

“Selain itu dia juga cerdas.”

“Ya siapa lagi kalau tidak mirip ayahnya, tapi kayaknya dia nggak cocok deh kalau jadi penulis.”

“Terus cocoknya dia jadi apa?”

“Em… jadi pengacara atau jaksa.”

Mobil terus melaju menuju ke rumah kami. Dalam perjalanan aku merasakan kalau istriku sedang memikirkan sesuatu. Aku tahu apa yang sedang menyesaki kepalanya.

“Sepertinya kamu sangat akrab sama Sofi.”

“Ya yang namanya juga anak, Mas. Anakmu ya anakku juga. Aku juga bahkan sudah lama akrab sama istrimu.”

“Tapi tidak akan lama lagi kamu juga akan punya anak.”

Dia menyandarkan kepalanya di pundakku. Hujan yang tumpah dari langit membasahi jalan dan hutan yang berada di kiri dan kanan jalan.

Selesai mandi kami langsung makan malam. Malam ini istriku masak sop ayam dan jamur yang dicampur dengan brokoli. Juga ada semur ayam dan jengkol. Aku makan dengan lahap. Buatku masakan yang dibuat istri jauh lebih enak daripada makanan yang ada di luar sana. Selapar-laparnya aku, aku lebih memilih makan masakan istri ketimbang membeli di rumah makan. Terkadang aku bawa bekal ketika berangkat kerja. Setelah makan aku menonton televisi berdua dengan istri. Kami tertawa saat menonton film kartun Skubidu yang dikejar-kejar setan.

“Apakah istrimu tidak akan tahu hubungan kita?”

“Yang penting kita tidak selingkuh, Dik.”

Dahi istriku berkerut. Menatapku.

“Bedanya selingkuh, poligami dan dimadu itu apa sih, Mas?”

“Selingkuh itu apabila aku berselingkuh dengan wanita yang masih bersuami atau berkeluarga dan belum cerai atau dengan kata lain statusnya masih istri orang. Ini yang dilarang oleh ajaran agama kita. Lalu poligami adalah menikahi perempuan yang tidak dalam keadaan menikah atau belum menikah dan statusnya bukan istri orang. Tujuannya tidak lain adalah berbagi kebahagiaan dan kesedihan. Coba kamu tengok kehidupan rumah tangga  Rasulullah. Jangankan Rasulullah, istri Nabi Daud saja jumlahnya 99 orang dan tidak seorang pun yang merasa tersakiti. Ketimbang zina? Terakhir dimadu. Dimadu adalah di mana seorang suami menikahi perempuan yang sudah maupun belum bersuami tapi tujuannya hanya untuk menyakiti dan sang suami tidak berlaku adil. Ini yang tidak boleh.”

Istriku mengangguk.

“Aku baru paham.”

“Jadi, sebagai istri kamu harus berpikir cerdas bagaimana caranya berbagi suami dengan yang lain. Maksudnya kamu harus sama-sama saling mendukung apa yang menjadi keputusanku.”

“Aku selalu berusaha begitu, Mas.”

“Terima kasih ya, Sayang.” Aku mencium keningnya.

***

Aku memenuhi janjiku untuk menemani gadis kecilku membeli buku-buku dongeng dan majalah di salah satu toko buku di luar kota. Setelah mencari buku dan majalah anak-anak kami langsung membayar di kasir. Lalu kami mampir membeli dua bungkus burger di salah satu toko burger yang masih berada di mall.

“Ini buat mama dan Sofi. Yang satunya buat tante.”

“Iya. Yang satunya buat tante.”

Aroma lezat burger tercium dari arah panggangan. Selesai dibungkus lalu pelayan toko menyodorkannya padaku dan aku membayarnya di kasir. Lalu kami turun ke lantai satu mall dan menuju ke salah satu kafe di mana istriku menunggu dengan ditemani istri keduaku. Setelah itu kami pun pulang.

Dalam perjalanan pulang tidak lupa kami mampir di sebuah toko buah-buahan yang menjual buah segar berupa apel dan kripik. Aku membeli beberapa bungkus kripik dan buah apel.

“Iya, halo, Mbak!” Istriku mengangkat telepon. Mungkin dari kakak ipar. “Ada apa?”


Lihat Juga: Pdf Contoh MC Bahasa Madura Gunakan Sastra


“Sampeyan tahu ke mana masmu pergi?”

“Aku tidak tahu, Mbak, soalnya aku lagi pergi ke mall. Memangnya mas pergi tanpa bilang-bilang, Mas?”

“Sejak tadi pagi sampai sekarang masmu pergi ndak pamit.”

“Mungkin ke rumah temannya, Mbak?”

“Sudah dihubungi semua tapi mereka bilang tidak ada masmu di sana. Aku jadi kepikiran kalau masmu nemui mantannya itu.”

“Siapa, Mbak?”

“Devi.”

Istri keduaku melihat ke arahku melalui spion. Aku melihat wajahnya terlihat cemas

“Nggak mungkin, Mbak. Aku tahu kalau mas sudah lama nggak berhubungan sama Mbak Devi.”

“Siapa tahu kalau masmu masih suka sama mantannya?”

“Jangan langsung curiga begitu, Mbak.”

“Nggak curiga tapi aku khawatir saja.”

“Coba ditunggu saja, Mbak.”

“Ya sudah kalau gitu, Dek.”

“Iya, Mbak.”

Dan klik.

Ketika sampai di kotaku, kami mampir di rumah iparku dan betapa terkejutnya istri iparku saat melihat istri keduaku. Mereka bertatapan lama. Tapi aku keburu pergi. Setelah memberikan beberapa bungkus kripik dan apel aku langsung meninggalkan rumahnya tapi aku tahu kalau iparku sedang mikir.

Setelah mengantarkan istri dan anakku ke rumah aku membawa istri keduaku ke rumah.

“Mas, apakah perempuan tadi tahu kalau aku adalah istrimu? Aku takut kalau dia tahu nanti dia akan memberitahu istrimu. Dia akan bilang kalau mantan pacar suaminya menikah sama kamu.”

“Kamu tidak usah takut, Sayang, karena kamu sama sekali tidak salah. Kamu bisa dikatakan salah kalau kamu selingkuh sama aku. Lha wong aku tidak selingkuh sama kamu.”

“Iya sih.”

“Sudahlah kamu jangan cemas.” Aku menggenggam erat tangannya.

Akhirnya kami pun sampai di rumah.

Setelah memarkirkan mobil handphone androidku berdering di saku kemeja. Ada panggilan telepon dari istriku.

“Mas, malam ini kamu nggak nginap di kantor kan?”

“Paling aku nginap di kantor, Ma. Aku masih ada kerjaan menulis beberapa jurnal ilmiah,” aku sama sekali tidak berbohong.

“Ya sudah. Jangan kerja sampai dini hari.”

“Iya.”

Klik.

Di dalam rumah istriku muntah-muntah. Beberapa kali dia masuk ke kamar mandi. Aku bergegas masuk ke dalam untuk mengetahui kondisi istriku. Aku memijat-mijat lehernya tapi dia tidak muntah.

“Kita periksa ke dokter ya, Dik?”

Istriku mengangguk. Kami pun langsung bergegas menuju klinik dokter kandungan. Tapi ketika kami sampai di apotek klinik tanpa sepengetahuan kami tampak kakak iparku habis membeli obat dan saat menoleh dia menatap kami seperti menatap musuh. Dia berdiri mirip tiang bendera.

“Jadi selama ini kamu menikah sama adik iparku?”

“Iya. Kenapa? Apakah aku salah?”

“Kamu kan tahu kalau suamimu adalah suami adikku?”

“Yang penting dia tidak selingkuh denganku. Aku belum menikah dan statusku bukan istri orang. Apakah aku salah?”

“Dan kamu, kenapa kamu menikahi perempuan ini? Kamu kan sudah punya istri dan anak?”

“Poligami diperbolehkan dalam agama tapi tujuannya bukan untuk menyakiti. Berbeda dengan selingkuh dan berzina. Dan aku sebagai suami bebas mau beristri berapa.”

Kejadian selanjutnya istriku tahu kalau aku menikahi mantan pacar kakaknya.

“Aku ikhlas kalau suamiku menikahi Mbak Devi karena Mbak Devi orangnya baik dan mas menyia-nyiakannya.”

“Kamu itu bagaimana kok malah ikhlas suami beristri dua? Aneh kamu itu!”

“Yang aneh itu adalah kalau ada suami melakukan zina dengan istri orang lain tapi dia pura-pura sok suci atau ada suami yang berselingkuh dengan istri tetangganya lalu punya anak dari perempuan itu. Itu yang paling aneh. Kalau suamiku tidak aneh karena selama ini Mbak Devi telah merawat suamiku dengan baik termasuk ketika suamiku dalam keadaan terpuruk. Dialah yang menemani suamiku berjuang meniti kembali kariernya.”

“Sebaiknya kamu ceraikan suamimu!”

“Aku tidak punya alasan yang kuat untuk menggugat cerai suamiku. Kecuali aku punya bukti kuat kalau suamiku berselingkuh atau melakukan zina di depan mataku.”

Kakaknya pergi meninggalkan istriku sendirian. Lalu dia mendekati istri keduaku. Mereka berdua saling berpelukan.

“Walaupun aku tahu tentang pernikahan mbak dengan suamiku aku sama sekali tidak akan sakit hati karena ketika suamiku berada di titik paling rendah aku tidak ada di sampingnya. Mbak tahu sikap kakak dan keluargaku. Aku sangat berterima kasih sama mbak.”

Kedua perempuan itu sama-sama menangis dalam keheningan nan syahdu.

Duhai kesunyian
Alangkah aku tidak sendirian
Diciptakan dua purnama
Untuk menerangi perjalananku

Terima kasih kuhaturkan
Pada kalian dua perempuan
Yang dikirim oleh Tuhan
Sebagai teman perjalanan

[]

Probolinggo, 09-06-2023


Khairul A El Maliky | Novelis, Pengarang dan Makelar Kopi. Sehari-hari meracik kopi dan cerpen.


* Untuk dia yang pernah menjadi mantan iparku yang sok menyayangi istrinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *