Oleh: Mohammad Nor *)
Sejauh ini, politik di Sumenep berjalan dinamis. Sejak reformasi, bangsa ini menghindari otoritarianisme yang menjadi momok di masa Orde Baru. Inilah gemuruh publik yang mengarah pada perlawanan terhadap kepemimpinan otoriter.
Rumor belakangan ini mencuat bahwa calon Bupati Sumenep periode 2025-2030 akan hanya ada satu calon atau calon tunggal, yang sangat tidak masuk akal dalam kerangka berpikir demokratis di negara yang menganut demokrasi.
Jika benar nantinya hanya ada satu calon, dapat dipastikan partai di Sumenep mengalami krisis kepemimpinan dan tidak melaksanakan kaderisasi politik secara maksimal. Padahal, banyak sosok pemimpin yang memiliki elektabilitas tinggi. Entah apa alasan partai jika benar-benar hanya ada satu calon. Apakah itu suara akar rumput atau karena faktor lainnya? Mari kita tunggu momennya bersama-sama.
Maos Jhughân
“
Mari kita telaah bersama terkait kepemimpinan Sumenep periode 2020-2025 yang dipimpin oleh Dr. H. Achmad Fauzi Wongsojudo dan Ny. Hj. Dewi Kholifah dengan jargon “BISMILLAH MELAYANI” dan 8 program unggulan.
“
Pertama, dari sektor pembangunan, baik di daratan maupun kepulauan, sangat jauh dari harapan masyarakat Sumenep. Infrastruktur seperti jalan dan penerangan masih minim, dan yang sering terlihat hanyalah videotron dengan wajah Pak Bupati.
Kedua, keseriusan kinerja dalam melaksanakan roda organisasi perangkat daerah setengah hati. Kinerja OPD malah merosot, terlihat dari LKPJ Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep dengan angka SILPA 2022 sebesar Rp 416 M dan 2023 mencapai Rp 411 M, meskipun APBD berbeda. Pada 2022 APBD sebesar Rp 2,5 T dan 2023 sebesar Rp 2,6 T. Ini menunjukkan kinerja yang tidak maksimal dan setengah hati.
Ketiga, program Pesantren Entrepreneur atau wirausaha santri yang dijanjikan belum menunjukkan hasil signifikan. Sudah empat tahun memimpin, namun belum jelas berapa pengusaha santri yang dicetak atau berapa UMKM yang berdikari. Program ini tampaknya hanya berhenti pada event mingguan di timur Taman Adupura.
Keempat, ketergantungan APBD terhadap APBN masih sangat besar. Sumenep, yang kaya akan sumber daya alam dari sektor pertanian hingga maritim, seharusnya mampu berdikari. Namun, meskipun dinobatkan sebagai wilayah terkaya ke-3 di Jawa Timur, Sumenep juga masuk nominasi termiskin ke-3.
“
Sebagai politisi dari partai yang menganut pemikiran Soekarno. Seharusnya semangat gotong royong dibumikan, tetapi mengapa struktur pemerintahan belum dilakukan secara total?
“
Dr. Agus Maulana, pakar politik dari Universitas Indonesia, dalam bukunya “Politik Lokal di Indonesia: Tantangan dan Peluang” menyatakan bahwa kondisi ini mencerminkan kelemahan proses kaderisasi dan manajemen partai di tingkat lokal. Krisis kepemimpinan seperti ini menurutnya dapat berdampak buruk pada kualitas demokrasi di Sumenep.
Hal senada diungkapkan Prof Tri Ratnawati dari Universitas Airlangga. Ia berpendapat bahwa jika dalam kontestasi politik di daerah hanya ada calon tunggal, maka hal itu menurutnya menjadi alarm bahwa partai politik di Sumenep tidak menjalankan fungsinya dengan baik dalam menyediakan alternatif kepemimpinan yang kompeten.
Ya, beberapa sudut pandang dan fakta nyata di atas setidaknya mengindikasikan bahwa kinerja Bupati masih memuat banyak catatan merah. Jika benar Pilkada 2024 Sumenep akan tunggal, ini seolah masyarakat disuguhkan politik yang tidak sehat. Sementara partai seharusnya terus melakukan pendidikan politik terhadap masyarakat akar rumput.
Kita yang berada di akar rumput akan menyuarakan bagaimana keringnya partai politik di Sumenep terhadap kepemimpinan dan masa depan demokrasi di daerah ini.
Kita hidup dan tumbuh sebagai anak kandung reformasi yang harus terus bergerilya untuk menguatkan benteng demokrasi yang kokoh, bebas dari otoritarianisme dan kepentingan kelompok yang melupakan kepentingan masyarakat.
Sumenep tidak kekurangan tokoh untuk diusung pada Pilkada 2024. Kita hanya menunggu sejauh mana integritas partai politik dalam pendidikan politik terhadap masyarakat Sumenep yang dikenal dengan kultur pesantren ini.
“
Betapa berdosanya partai politik jika menyuguhkan politik yang tidak layak kepada masyarakat Sumenep. Mari kita tunggu saat pengumuman calon yang disampaikan oleh KPU nanti.
“
Sebagai anak kandung reformasi, kami akan terus menjadi kontra terhadap demokrasi semu. Salam Reformasi.
*) Mohammad Nor, Ketua Umum JANGKAR (Jaringan Kajian Advokasi Rakyat)
Referensi
1. Dr. Agus Maulana, “Politik Lokal di Indonesia: Tantangan dan Peluang” (Jakarta: UI Press, 2020), 112.
2. Prof. Tri Ratnawati, “Demokrasi di Era Modern” (Surabaya: Airlangga University Press, 2021), 145.
Respon (1)