KOLOM DIMADURA – Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi di Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, hingga merenggut nyawa istri, patut mendapatkan kecaman keras dari berbagai pihak. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga, apalagi yang berujung pada kematian, adalah pelanggaran hak asasi manusia yang tidak bisa ditoleransi.
KDRT adalah bentuk kekerasan yang sering kali tersembunyi, dan korban kerap kali tidak mendapatkan perlindungan atau keadilan yang layak.
Kritik pertama harus ditujukan kepada pelaku yang telah dengan keji mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Kekerasan bukanlah solusi dalam menyelesaikan konflik rumah tangga, dan siapa pun yang melakukan tindakan brutal seperti ini harus diberikan hukuman yang setimpal agar keadilan dapat ditegakkan.
Dalam kasus ini, ketidakmampuan atau ketidakmauan pelaku untuk mencari jalan keluar yang lebih baik telah mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang yang seharusnya dilindungi dan dicintai.
Selain itu, kita juga harus mengkritisi respons dari masyarakat sekitar dan pihak berwenang. Sering kali, kasus-kasus KDRT terjadi secara berulang dan bisa dicegah jika lingkungan terdekat, baik keluarga, tetangga, maupun aparat, lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan.
Kegagalan dalam mencegah eskalasi kekerasan hingga menyebabkan kematian menunjukkan kurangnya perhatian dan keseriusan dalam menangani masalah KDRT.
Pemerintah daerah dan penegak hukum perlu meningkatkan upaya pencegahan dan perlindungan korban KDRT, dengan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya melaporkan kekerasan, menyediakan tempat penampungan yang aman bagi korban, serta memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan cepat.
Kasus ini harus menjadi pengingat bagi kita semua bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah ancaman nyata yang membutuhkan tindakan kolektif untuk diatasi.
Kasus ini juga menggambarkan betapa pentingnya memberdayakan perempuan dan memberikan mereka akses ke perlindungan hukum serta dukungan psikologis, agar korban KDRT dapat terlepas dari lingkaran kekerasan sebelum terlambat.
Atas nama Ketua Satu PC PMII Sumenep sangat mengecam prilaku tidak terhormat tersebut, sekaligus mendorong penegak hukum agar terus meningkatkan pengawasan dan perlindungan, agar kasus serupa tidak terjadi lagi.
Setelah kejadian kasus KDRT yang marak di kabupaten sumenep, kami mendorong pemerintah untuk membentuk lembaga atau komunitas khusus untuk melakukan pembinaan pra nikah, sehingga hal tersebut dapat mencegah, mengantisipasi dan mengedukasi masyarakat yang ingin melanjutkan kejenjang pernikahan.
Ditambah lagi maraknya pernikahan dibawah umur menjadi faktor terjadinya kasus yang sama, sehingga perlu adanya pembinaan dari pihak-pihak terkait untuk menciptakan lingkungan pernikahan yang harmonis dan terhindar dari KDRT.***