NEWS SUMENEP — Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep melalui Kasi Intel Moch. Indra Subrata, menepis dugaan miring terkait kasus gedung Dinkes yang diberitakan media Suara Madura, Minggu tanggal 19 Mei 2024.
Berita tersebut terbit dengan judul, “Kasi Datun Kejari Sumenep Dituding Eksekusi Kasus Gedung Dinkes”.
Menanggapi isi berita tersebut, Kasi Intel Indra menyampaikan, pernyataan Fauzi soal agenda tuntutan terhadap tersangka kasus Gedung Dinkes mengalami penundaan karena masih menunggu uang adalah tidak benar.
“Penyataan bahwa setelah terkumpul (uang, red) kemudian langsung diberikan ke Kasi Datun Kejari Sumenep tanpa ada fakta yang mendukung itu sangat tendensius dan menyesatkan,” tulis Kasi Intel Indra, dalam rilis keterangan yang diterima media ini, Kamis (23/5) sore.
Setelah kami lakukan klarifikasi terhadap Kasi Datun, kata Indra menegaskan, yang bersangkutan benar-benar tidak pernah menerima sejumlah uang dalam perkara Gedung Dinkes guna mempengaruhi putusan pengadilan.
“Termasuk juga kita klarifikasi ke terpidana dan keluarganya, ternyata tidak pernah memberi sesuatu kepada Kasi Datun,” imbuh dia.
Kasi Intel Indra kemudian menjelaskan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) sama sekali tidak berwenang menetapkan penundaan hari sidang.
“Yang berwenang atas hal itu adalah Majelis hakim, bukan JPU. Maka pernyataan Fauzi dalam berita itu sangat bertolak belakang dengan fakta kewenangan dalam persidangan, dimana seolah-olah yang berwenang menunda sidang adalah JPU, bukan Hakim,” jelas dia gamblang.
Lebih lanjut Indra menegaskan, tudingan miring bahwa tersangka perkara Gedung Dinkes menyerahkan sejumlah uang ratusan juta kepada Kasi Datun Kejari Sumenep guna meringankan putusan pengadilan menurutnya hanya omong kosong.
“Itu informasi yang menyesatkan dan tidak benar,” tegas Kasi Intel Moch Indra Subrata.
Kejaksaan Negeri Sumenep menurutnya bukan lembaga yang berwenang menjatuhkan putusan, melainkan lembaga yang bertugas melakukan tuntutan pidana, sementara lembaga yang berhak menjatuhkan putusan adalah Pengadilan Negeri (PN) Sumenep.
“Oleh karena itu, apabila ada informasi yang mengatakan Kasidatun Kejari Sumenep dapat meringankan vonis tersangka Gedung Dinkes, hal tersebut merupakan suatu kebohongan, karena tidak ada kewenangan Jaksa yang berhubungan dengan putusan atau vonis pengadilan,” tukasnya.
Kasi Intel Indra kemudian mengurai proses penanganan perkara kasus Gedung Dinkes secara terperinci.
Dalam hal ini, papar dia, Jaksa menuntut para tersangka masing-masing selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan plus denda, masing-masing tersangka dikenakan denda sebesar Rp 50.000.000. Selain itu, para terdakwa juga berkewajiban menanggung beban uang pengganti sebesar Rp 201.189.959.
Pernyataan Fauzi yang menyebut kasus Gedung Dinkes telah merugikan negara miliaran rupiah karena tersangka hanya mendapat vonis satu tahun menurutnya juga tidak akurat.
Berdasarkan hasil audit BPKP Jawa Timur Nomor: SR- 375/PW13/5/2019 tertanggal 28 Mei 2019, kerugian negara atas perkara Gedung Dinkes Sumenep adalah sebesar Rp 201.189.959.
“Apabila kita mengikuti perkara gedung Dinkes yang telah disidangkan dan terbuka untuk umum itu bukan milyaran, melainkan ratusan juta. Dari itu saja sudah tidak akurat,” ungkapnya.
Hingga saat ini, Kasi Intel Indra mengaku masih menunggu konfirmasi dari pihak media Suara Madura.
“Apa yang disampaikan dalam media tersebut belum terkonfirmasi dan hanya penyataan sepihak, tendensius, tidak benar dan tidak berimbang, ini menyesatkan masyarakat dan mencemarkan nama baik Kasi Datun Slamet Pujiono dan pihak Kejari Sumenep secara umum,” jelas Indra.
Kasi Intel Moch Indra Subrata menyayangkan sikap Fauzi AS yang belakangan ini namanya sedang naik daun sebagai pemerhati publik.
“Seharusnya yang perlu dicermati dari kasus ini adalah penyelesaian tersangka yang masih belum disidangkan karena melarikan diri alias buronan, dan dengan semangatnya ingin menuntaskan perkara Gedung dinkes secara lengkap,” pesannya kepada Fauzi AS.
BACA JUGA: Peribahasa Madura: “Adigâng Adigung Adiguna”
Dijelaskan, dalam penanganan perkara, setiap Jaksa yang menangani perkara menurutnya wajib menandatangani Pakta Integritas untuk memastikan penyelesaian penanganan perkara.
“Apakah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan Standart Operasional Prosedur. Apabila melanggar, pasti akan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku” pungkas Humas Kejari Sumenep.
Mengutip Suara Madura, Kamis (22/5), Fauzi AS dalam statement-nya menyatakan, bahwa apa yang disampaikannya bisa dipertanggungjawabkan.
“Pesan saya buat pak Kajari Sumenep, kalau memang saya mau dilaporkan atas apa yang saya sampaikan, saya persilahkan,” tantang Fauzi.
Informasi tambahan, perkara Gedung Dinkes Sumenep ini mulai ditangani Penyidik Polres Sumenep sejak tahun 2016 silam, bekerjasama dengan Kejakasaan Negeri setempat.
Kasus ini baru kelar atau jatuh inkrah pada tahun 2023 atas pembuktian yang diajukan JPU Kejari Sumenep hingga keluar Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.
Disamping dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 tahun potong tahanan, masing-masing terdakwa dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 50.000.000 plus uang ganti rugi sebesar Rp 201.189.959.
Mengutip berita detik.com, Senin, 26 Juni 2023, Polres Sumenep menetapkan 6 tersangka dugaan korupsi pembangunan gedung Dinkes setempat.
BACA JUGA: Polemik Internal Nasdem Sumenep: Berikut Aspirasi 3 Pengurus DPC, Pernyataan Bendum Taufiq dan Klarifikasi Ketua DPD Moh Hosni
Para tersangka diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan mengurangi kualitas bangunan sehingga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 200 juta lebih.
Kapolres Sumenep, AKBP Edo Satya Kentriko mengatakan gedung Dinas kesehatan (Dinkes) dibangun pada 2014. Sedangkan anggarannya mencapai Rp 4,8 miliar.
“Tahun 2023 ini alhamdulillah kita bisa menyelesaikan kasus korupsi gedung Dinkes yang menelan dana APBD sebesar 4,8 miliar sekian,” kata Edo, sebagaimana dilansir Detik, Senin (26/06/2023).
Kasus penyelidikan korupsi gedung Dinkes tersebut dimulai sejak 2016. Tiga tersangka kemudian ditetapkan pada 2019 dan 2020 masing-masing IM, ABM dan MA. Namun berkas kasus tersebut beberapa kali dikembalikan oleh Kejaksaan Sumenep karena belum lengkap.
“Awalnya tersangkanya selama ini hanya tiga orang, di zaman saya kita tambah lagi tiga orang jadi total semuanya 6 tersangka dan 6 P21 ini sudah turun,” jelas Edo.
Ketiga tersangka tersebut yaitu IM sebagai penyedia jasa konstruksi, kemudian ABM sebagai konsultan pengawas, dan MAQ selaku kuasa direksi dan PT WSB yang merupakan penyedia jasa konstruksi.
Kemudian pada tahun 2023 ini Polres Sumenep kembali menetapkan tiga tersangka baru yang merupakan rekanan dalam proyek pembangunan gedung Dinas kesehatan (Dinkes) dan BPMP & KB Pemkab Sumenep.
“Di zaman saya kita tambah lagi tiga tersangka yaitu AE (PPK dari dinas kesehatan) MW dari direktur PT WSB selaku penyedia jasa dan EWN direktur CV Cipta Graha selaku konsultan pengawas” tambahnya.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh ahli teknik sipil dari ITS Surabaya ternyata ditemukan kualitas atau mutu beton minimum bangunan tersebut 26,56 kg/cm2, sedangkan kualitas atau mutu beton yang dipersyaratkan dalam kontrak adalah 200 kg/cm2.
Sehingga setelah dilakukan audit oleh BPKP Perwakilan Jawa Timur ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 201.189.959.00.
Penyelidikan kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Dinas Kesehatan (Dinkes) dan kantor BPMP & KB Sumenep tersebut dimulai sejak tahun 2016, berkas perkaranya berkali-kali dikembalikan oleh Kejaksaan Sumenep karena dinyatakan belum lengkap atau P21 dan baru dinyatakan P21 atau sudah lengkap saat 6 tersangka.
Sementara itu Polres Sumenep belum melakukan penahanan terhadap 6 tersangka yang sudah ditetapkan tersebut, rencananya para tersangka akan diserahkan bersamaan dengan penyerahan berkas perkara pada tahap 2 nanti.
Para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 subs pasal 3 jo pasal 18 undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1e KUH Pidana, ancaman pidananya miminal 1 tahun dan maksimal 20 tahun.
Proyek pembangunan gedung Dinkes Sumenep dianggarkan dalam APBD Sumenep pada 2014 sebesar Rp 4,8 miliar. Kemudian pada 2015, proyek tersebut dilaporkan ke kepolisian karena diduga ada penyelewengan.***