SASTRA DIMADURA – Pantun Madura mengandung banyak nilai moral, agama, dan budaya yang sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui pantun, masyarakat Madura menyampaikan ajaran-ajaran yang penting untuk menjaga keharmonisan dan kedamaian.
Nilai Moral
Pantun Madura sering kali berisi nasihat tentang perilaku yang baik dan buruk. Berikut ini beberapa contoh pantun dengan nilai-nilai luhur yang tersirat di dalamnya.
Contoh:
Bhângo’ neng-ngennengnga,
ètèmbhâng acaca dhâddhi salana
Arti: Lebih baik diam saja, daripada bersuara malah jadi masalah
BACA JUGA:
Maksud: Pantun ini mengajarkan pentingnya menjaga ucapan. Dalam kehidupan, sering kali kata-kata yang tidak terkontrol bisa menyebabkan masalah, mengingatkan kita untuk lebih berhati-hati dalam berbicara.
Clifford Geertz dalam bukunya The Religion of Java, menyebutkan, pantun sering digunakan dalam masyarakat Jawa (termasuk Madura) sebagai alat untuk menyampaikan pesan moral dan etika. Pantun-pantun ini berfungsi sebagai kontrol sosial yang halus namun efektif.
Nilai Agama
Pantun Madura juga mencerminkan nilai-nilai agama, terutama Islam, yang dianut oleh mayoritas masyarakat Madura.
Contoh:
Angèn alèmbây maghuli dâun
Dâun akobâ’ ka sampèyan
Rèng alèm sedhâ toron andârun
Kobhurrâ ro’om asrendemman
Arti:
Angin berhembus pelan menggerakkan daun Daun melambai manggil kalian
Orang alim wafat turun andarun (seberkas cahaya)
Kuburannya semerbak wewangian
Maksud: Pantun ini mengingatkan tentang kehidupan setelah kematian dan pentingnya berbuat baik selama hidup. Nilai-nilai agama tersebut mencerminkan keyakinan akan adanya kehidupan setelah mati dan pentingnya amal perbuatan.
Dalam Islamic Poetry and Poetics: Traditions and Modernity, John Renard menjelaskan bahwa puisi dan pantun sering kali digunakan dalam tradisi Islam untuk mengajarkan nilai-nilai agama dan spiritualitas.
Pantun Madura, dengan cara yang sederhana namun mendalam, mengajarkan pentingnya amal baik dan kehidupan setelah mati.
Nilai Budaya
Pantun Madura juga mencerminkan nilai-nilai budaya lokal yang sangat kuat. Melalui pantun, nilai-nilai seperti gotong royong, hormat kepada orang tua, dan pentingnya menjaga keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat diajarkan kepada generasi muda.
Contoh:
Bâto saghunong èkambhuli’in, rassa dhâmmang sakejjhâ’ân
Arti: Batu segunung diangkut bergotong-royong, rasanya ringan sebentar rampung.
Maksud: Pantun ini mengajarkan tentang pentingnya gotong royong dan kerja sama dalam masyarakat. Nilai budaya gotong royong ini sangat kuat dalam tradisi Madura dan dicerminkan melalui pantun.
Dalam bukunya Cultural Values in Indonesia, Koentjaraningrat menjelaskan bahwa nilai-nilai seperti gotong royong dan hormat kepada orang tua merupakan bagian integral dari budaya Indonesia, termasuk Madura.
Dalam prakteknya, pantun seringkali digunakan sebagai media untuk menyampaikan dan menguatkan nilai-nilai tersebut.
Pengaruh Globalisasi
Dalam era globalisasi, pantun Madura menghadapi tantangan dalam mempertahankan relevansinya. Namun, pantun tetap menjadi salah satu cara yang efektif untuk mengajarkan nilai-nilai lokal kepada generasi muda.
Anthony Giddens dalam Runaway World: How Globalisation is Reshaping Our Lives, menuturkan bahwa globalisasi tidak selalu berarti hilangnya tradisi lokal.
Sebaliknya, globalisasi dapat menjadi kesempatan untuk memperkenalkan dan mempromosikan budaya lokal ke dunia internasional.
Dengan memahami nilai-nilai moral, agama, dan budaya dalam pantun Madura, kita dapat melihat bagaimana ia berfungsi sebagai media untuk mengajarkan kebijaksanaan hidup.
Pantun tidak hanya merupakan warisan budaya yang indah, tetapi juga sarat dengan makna yang relevan dalam kehidupan modern.
Referensi:
- Geertz, Clifford. The Religion of Java. University of Chicago Press, 1976.
- Renard, John. Islamic Poetry and Poetics: Traditions and Modernity. University of California Press, 2004.
- Koentjaraningrat. Cultural Values in Indonesia. Jakarta: Gramedia, 2002.
- Giddens, Anthony. Runaway World: How Globalisation is Reshaping Our Lives. Profile Books, 1999.
Respon (1)