Surat untuk BBJT
BBJT, Apa Kabar: Kenapa Hingga Kini Bahasa Madura Belum Terindeks Google Translate?
Saya termasuk orang Madura yang kecewa terhadap kerja Balai Bahasa Jawa Timur (BBJT) karena hingga saat ini, mendekati era demografi, Bahasa Madura masih belum terindeks Google Translate.
Paramaos dimadura lihat, betapa amburadulnya ejaan bahasa Madura yang berseliweran di dunia maya. Lahir banyak website dan/atau blog yang tetap memakai ejaan hasil Sarasehan 1973, tampil juga sejumlah situs yang menyajikan artikel berbahasa Madura dengan ejaan hasil Kongres BBJT 2008-2011.
Akan tetapi, di luar itu, tidak kalah membludaknya juga web-web pemberitaan, blog-blog umum, dan dunia medsos yang menghadirkan postingan dengan ejaan Bahasa Madura asal-asalan, alias asal tulis; asal dapat dibaca, asal bisa dimengerti.
Benar BBJT sudah melakukan hal besar dan pantas diacungi jempol atas karyanya berupa ejaan baru Hasil Kongres 2008-2011, yang itu telah diresmikan tahun 2013. Tapi 10 tahun berlalu hingga saat ini, hasil penyempurnaan ejaan yang menurut hemat saya masih kurang sempurna itu malah makin memperburuk keadaan.
Masyarakat dunia bingung, ejaan yang mana ini sebenarnya yang benar?
Hai BBJT, sekarang dunia sudah dapat mengakses belahan dunia manapun; membaca dan menelanjanginya lewat dunia digital; lewat mbah google, lewat gawai, laptop dan jenis elektronik lainnya.
BBJT, sekarang dunia sudah hampir menginjak era demografi, dimana orang-orang harus melek informasi via internet. Mau tidak mau, mereka harus bisa bersahabat dengan dunia maya: berinteraksi, bekerja, berbisnis, dan melakukan banyak segi kehidupan mereka di Bahu Raksasa Google.
Saya termasuk bagian dari dunia, warga Indonesia, masyarakat Jawa Timur, penduduk Kabupaten Sumenep, Madura–merasa betapa sangat prihatin dengan keterjagaan dan kelestarian warisan sesepuh kami, sangkolan bângaseppo kami: Bahasa Madura!
Kenapa Bahasa Madura hingga kini belum sepenuhnya terindeks dalam Google Translate? Mengapa saat mengetik kalimat bahasa Madura di medsos, misal Facebook–baik menggunakan ejaan ’73 maupun hasil kongresmu–lalu kami tekan terjemahkan, kok yang muncul malah terjemahan asal-asalan? Berantakan.
Saya kok jadi teringat apa kata Hillel: “Kalau bukan kita, siapa? Kalau bukan sekarang, kapan?”
Ya, apakah orang-orang Madura harus melalukan unjuk rasa ke Mbah Google agar bahasa mereka “dipeluknya”? Ataukah pekerjaan ini bisa kau lakukan cukup bersama orang-orang di dalammu? Ayo katakan, sampaikan jawabanmu, BBJT! Obati rasa kecewa anak asuhmu ini, rakyatmu; masyarakat dimadura!
***